Hadits ke-9
Pluralisme Islam
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ حَدَّثَنَا سَعِيْدٌ الْجُزَيْرِيُّ عَنْ أَبِيْ نَضْرَةَ حَدَّثَنِيْ مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُوْلِ اللهِ (ص) فِيْ وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَ إِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرِبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَ لَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَ لَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَ لَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى.
“Diriwayatkan dari Ismā‘īl, dari Sa‘īd al-Jazairī, dari Abū Nadhrah, dari seorang sahabat yang menyimak langsung khutbah Rasūlullāh pada hari Tasyrīq. Nabi s.a.w. bersabda: “Hai sekalian manusia, Tuhan kalian adalah satu, bapak kalian juga satu. Setiap kalian berasal dari Ādam, dan Ādam dari tanah. Tak ada kelebihan bagi seorang ‘Arab atas yang selainnya, atau sebaliknya, juga tidak ada kelebihan bagi seorang berkulit merah atas orang berkulit putih, atau sebaliknya, kecuali taqwanya.” (HR. Imām Aḥmad). (91)
Keterangan:
Nabi Muḥammad diutus Allah bukan hanya untuk satu jenis manusia saja. Dia juga bukan hanya menyeru satu suku atau bangsa saja. Dia diutus untuk seluruh manusia di dunia, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, dan suku bangsa. Islam mengakui perbedaan sebagai bagian dari sunnatullāh. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ḥujurāt: 13.
Dalam hal mengakui kebhinekaan (pluralisme) Rasūlullāh sendiri telah memberikan teladan dengan kepemimpinannya di Madīnah. Dia berhasil mempersatukan berbagai golongan atau kelompok masyarakat Madīnah yang sejak berpuluh tahun bermusuhan. Bahkan, dia berhasil membangun solidaritas antarwarga Madīnah untuk mencintai, memelihara, dan mempertahankan Negara Madīnah melalui persatuan dan persaudaraan antarsuku.
Kiat politik yang ditunjukkan oleh Nabi Muḥammad sebagai pemimpin adalah dengan menyusun deklarasi politik berupa “Deklarasi Madīnah”. Deklarasi Madīnah ini membuat kesepakatan politik antarunsur sosial yang bersifat pluralistik dan bertujuan untuk mementingkan, menjembatani, dan mengadvokasi (mendampingi) serta mewujudkan kemaslahatan publik (negara).
Pada masa kepemimpinan Nabi, unsur-unsur pluralitas masyarakat yang berusaha dijembatani terdiri dari beberapa kekuatan etnis, seperti kaum Muhājirīn (pendatang), kaum Anshār (penduduk asli yang masuk Islam), dan Yahudi (pribumi), dan kelompok etnis lainnya. Berbagai kelompok ini bisa mengesampingkan berbagai kepentingan privasi demi membangun komunitas yang solid dalam membangun dan mempertahankan sebuah Negara Madīnah dari serangan musuh.
Berbagai simbol yang merepresentasikan jenis kelamin, suku, agama, strata ekonomi, keragaman budaya, kelompok, dan lainnya tak menjadi rintangan untuk membangun persatuan sebagai masyarakat yang majemuk. Deklarasi Madīnah untuk membangun “Negara Kosmopolitan”, suatu bentuk negara yang konstruksi dan orientasinya memancarkan, mengutamakan, dan mengidolakan etos pembaruan, pembaruan (akulturasi), peradaban, dan kesatuan berbangsa (‘Abdul Wahid, 28 April 1998).
Menurut Muḥammad Ḥusain Haikal (1978), Deklarasi Madīnah telah diletakkan Nabi Muḥammad sebagai jaminan adanya kebebasan, menyatakan pendapat, keselamatan harta benda, dan larangan orang melakukan kejahatan. Deklarasi Madīnah itu juga diejawantahkan melalui prinsip yang dibangun Nabi Muḥammad, seperti keseimbangan (ekuilibrium – tawāzun), kesamaan derajat (musāwā), toleransi (tasāmuh), saling tolong-menolong, mendahulukan musyāwarah, keadilan dalam hukum dan pergaulan sosial, pembelaan negara, dan lain-lain.
Catatan: