Hadits ke-7
Larangan Mengolok Dengan Sebutan Non Muslim
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: بَلَغَ صَفِيَّةَ أَنَّ حَفْصَةَ قَالَتْ بِنْتُ يَهُوْدِيٍّ فَبَكَتْ فَدَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ (ص) وَ هِيَ تَبْكِيْ فَقَالَ: مَا يُبْكِيْكِ فَقَالَتْ: قَالَتْ لِيْ حَفْصَةُ إِنِّيْ بِنْتُ يَهُوْدِيِّ فَقَالَ النَّبِيُّ (ص): إِنَّكِ لابْنَةُ نَبِيٍّ وَ إِنَّ عَمَّكِ لَنَبِيٌّ وَ إِنَّكِ لَتَحْتَ نَبِيٍّ فَفِيْمَ تَفْخُرُ عَلَيْكِ ثُمَّ قَالَ: اتِّقِي اللهَ يَا حَفْصَةُ.
Artinya:
Dari Anas: Telah sampai berita kepada Shafiyyah bahwa Hafshah berkata: “Shafiyyah adalah anak Yahudi.” Hal itu membuat air matanya berlinang. Pada waktu itu Rasulullah s.a.w. memasuki kamar Shafiyyah dan melihatnya sedang menangis. Beliau bertanya: “Apa sebabnya engkau menangis?” Shafiyyah menjawab: “Hafshah telah menyebutku sebagai anak Yahudi.” Lantas Rasulullah s.a.w. bersabda: “Engkau adalah putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi, dan engkau berada di bawah ampuan (jagaan, bimbingan) nabi. Seharusnya engkau bangga, wahai Shafiyyah.” Sementara itu, kepada Hafshah Nabi bersabda: “Takutlah kepada Allah, wahai Hafshah (jangan mengolok lagi).” (H.R. at-Tirmidzi).
Keterangan:
Dalam sistem ajaran Islam, hak setiap orang untuk mendapatkan perlindungan adalah sama dan setara, mengingat setiap orang berposisi sejajar. Termasuk dalam hal ini, hak yang menyangkut harkat dan martabat. Dalam riwayat di atas diketengahkan kisah tentang cemoohan Hafshah terhadap Shafiyyah. Keduanya istri baginda Rasulullah s.a.w. Akan tetapi ketika ada cemoohan yang bisa menyinggung harga diri, terutama menyangkut SARA (baca: agama), maka Rasulullah s.a.w. tidak segan-segan turun tangan.
Teguran beliau berikan kepada Hafshah yang mengucapkan cemoohan itu. Dan beliau berusaha menghibur Shafiyyah dengan menjelaskan martabatnya yang mulia, karena orang tua, paman dan orang yang menaunginya adalah nabi semua. Tidak ada kebanggaan yang melebihi itu.
Pada intinya, riwayat ini berisi larangan mengucapkan ataupun melontarkan sebutan bernada minor kepada seseorang. Karena, di samping hal itu bisa menyakiti batin pihak yang bersangkutan, juga merupakan sebentuk penghinaan kepada hakikat ajaran lain. Hal ini tentu bertolak belakang dengan visi Islam, rahmatan lil-‘alamin.