006 Universalitas Islam – Terapi Nabi Mengikis Terorisme

40 HADITS SHAHIH
Terapi Nabi Mengikis Terorisme
Teladan Menebar Kedamaian dan Toleransi di Muka Bumi

Oleh: Khotimatul Husna

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Hadits ke-6

Universalitas Islam

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ (ص) قَالَ: أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِيْ نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرةَ شَهْرٍ وَ جُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِيْ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَ أُحِلَّتْ لِيَ الْمَغَانِمُ وَ لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِيْ وَ أُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةَ وَ كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَ بُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً.

“Dari Jābir ibn ‘Abdillāh, Rasūl bersabda: “Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku, yaitu: (1). Aku ditolong dari kesulitan sepanjang bulan; (2). Bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan sesuatu yang suci lagi mensucikan; siapa pun dari umatku yang menjumpai waktu shalat, hendaklah ia shalat; (3). Dihalalkan untukku harta rampasan perang yang (dulu) tidak halal bagi seseorang pun sebelumku; (4). Aku diberi wewenang untuk memberi syafa‘at; (5) Para nabi sebelumku hanya diutus untuk kaum masing-masing, sedang aku diutus kepada manusia pada umumnya.” (Muttafaqun ‘alaih). (41)

 

Keterangan:

Islam yang dibawa Nabi Muḥammad s.a.w. merupakan puncak akumulasi dari agama samawi yang pernah hadir di dunia ini. Islam membimbing dan menunjukkan manusia pada jalan yang benar agar manusia tidak tersesat dalam menjalani hidup di dunia yang sementara. Islam dan ajaran-ajarannya menjadi petunjuk, pedoman, dan pandangan hidup bagi para penganutnya. Islam sebagai agama yang hanif bersifat universal dan selalu sesuai dengan ruang dan waktu. Untuk itulah, kebenaran Islam tidak pernah lekang dan hilang bersamaan dengan berjalannya waktu.

Meskipun demikian, Islam yang memiliki sifat dasar ḥanīf (lapang) senantiasa menghargai keyakinan lain yang dianut masyarakat. Islam selalu menganjarkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.

Sejak didakwahkan Nabi Muḥammad hingga sekarang Islam telah dianut oleh berbagai etnis manusia dari seluruh dunia. Perkembangan Islam memang sangat pesat karena kehadirannya mampu memberikan penghargaan terhadap semua manusia. Ajaran Islam yang bersumber dari teks-teks suci keagamaan berupa al-Qur’ān dan Hadits memperjuangkan eksistensi seluruh manusia secara adil. Islam tidak hadir hanya untuk kepentingan segolongan orang tertentu, sebagaimana ideologi buatan manusia. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Universalitas Islam yang bersifat rahmat (kasih-sayang) inilah yang mencirikannya sebagai agama perdamaian. Islam senantiasa mengedepankan penghargaan, kasih-sayang toleransi, dan keadilan antarsesama manusia.

Pada prinsipnya, Islam sebagai penyempurna agama samawi membawa pesan moral yang lebih mengutamakan keindahan akhlak manusia agar tidak mengalami kehancuran. Hal ini tercermin dari ajaran-ajaran nabi terdahulu, seperti ajaran Nabi Ibrāhīm. Nabi Muḥammad pernah bersabda:

Allah telah mewahyukan kepada Nabi Ibrāhīm: Hai kekasihku, berakhlaklah kau secara baik sekalipun terhadap orang-orang kafir, niscaya engkau akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang berbakti kepada Allah. Aku (Allah) telah memastikan untuk orang-orang yang berakhlak baik bahwa Aku akan memasukkan mereka ke dalam surga-Ku dan Aku akan dekatkan mereka dari sisi-Ku.” (HR. Ḥākim; melalui Abū Hurairah).

Hadits ini menunjukkan bahwa sikap tasāmuh (toleransi) merupakan bagian dari akhlak terpuji yang sangat dicintai Allah. Akhlak baik tidak hanya dilakukan dengan penganut keyakinan yang sama, tapi juga kepada penganut keyakinan yang berbeda. Jika pada masa Nabi Ibrāhīm saja sudah dianjurkan toleransi, tentu Islam sebagai agama penyempurnaan lebih tegas lagi dalam menganjurkan sikap toleransi ini.

Catatan:


  1. 6). Shaḥīḥ al-Bukhārī, Juz 1, hlm. 84. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *