Hadits ke-4
Titik Temu Antaragama
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ: هذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (ص) فَذَكَرَ أَحَادِيْثَ مِنْهَا وَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الْأُوْلَى وَ الْآخِرَةِ. قَالُوْا: كَيْفَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ وَ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِيٌّ.
“Dari Muḥammad Ibnu Rāfi‘, dari ‘Abd-ur-Razzāq, dari Ma‘mar, dari Hammām Ibnu Munabbih, ia berkata: Ini hadits dari Abū Hurairah, dari Rasūlullāh s.a.w.. Rasūl pernah bersabda: “Aku lebih utama dari ‘Īsā, putra Maryam, di dunia dan akhirat.” Para sahabat bertanya: Bagaimana maksudnya, ya Rasūl? Rasūl menjawab: “Para nabi itu bersaudara. Mereka adalah putra-putra orang dari berbagai perempuan. Ibu mereka berlainan, tetapi agama mereka satu.” (HR. Muslim dan Abū Dāwūd; hadits shaḥīḥ) (41)
Keterangan:
Konsep ahl-ul-kitāb dalam Islam menegaskan pengakuan atas agama-agama Ibrahimik. Pengakuan ini mengindikasikan bahwa Islam mengakui agama selain Islam yang memiliki kitab suci. Akan tetapi, bukan berarti semua agama sama, perbedaan tetap ada di setiap agama. Islam menghargai perbedaan dan memberikan kebebasan bagi semua pemeluk agama untuk beribadah sesuai keyakinananya masing-masing.
Ahl-ul-kitāb didenfinisikan sebagai penganut agama yang memiliki kitab suci, yakni ajaran dari kaum Yahudi dan Nasrani. Dua kaum ini memiliki tempat tersendiri di dalam sejarah Islam karena agama mereka merupakan pendahulu Islam. Islam sendiri adalah penyempurna ajaran nabi terdahulu. Untuk itu, fondasi dasar iman (rukun iman) dalam Islam juga meyakini nabi dan rasul sebelum Nabi Muḥammad, termasuk kitab-kitab para rasul terdahulu.
Rasūlullāh s.a.w. juga diperintah menyeru kaum ahl-ul-kitāb dengan kalimatun sawā’, yakni keesaan Tuhan (tauhid). Akan tetapi, bila seruan untuk “satu kalimat sama” tadi tak dipenuhi oleh mereka, tentu saja tidak boleh dipaksa. Firman Allah: “Tak ada paksaan dalam agama!”
Perlakuan adil terhadap ahl-ul-kitāb juga diperintahkan karena tidak semua ahl-ul-kitāb memusuhi kaum Muslimin, sebagian dari mereka ada yang sangat baik. Ahl-ul-kitāb sendiri terdiri dari beberapa golongan, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’ān (QS. Āli ‘Imrān: 113-115):
“Mereka (ahl-ul-kitāb) itu tidak sama; di antara mereka ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah di sebagian waktu di malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir, mereka juga menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan bergegas mengerjakan ‘amal kebajikan, mereka termasuk orang-orang saleh. Dan apa pun kebajikan yang mereka kerjakan, sekali-kali mereka tidak dihalangi menerima pahalanya. Dan Allah Maha Tahu orang-orang yang bertaqwa.”
Catatan: