Hadits ke-3
Agama Adalah Nasihat
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُوْنُسَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِيْ صَالِحٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيْدَ عَنْ تَمِيْمٍ الدَّارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ، إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ، إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ للهِ وَ كِتَابِهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ أَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ عَامَّتِهِمْ أَوْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ عَامَّتِهمْ.
“Diriwayatkan dari Aḥmad Ibnu Yūnus, dari Zubair, dari Suhail Ibnu Abī Shāliḥ, dari ‘Athā’ Ibnu Yazīd, dari Tamīm ad-Dārī, ia berkata: Rasūlullāh bersabda: “Agama adalah nasihat” (dia mengucapkannya tiga kali). Para sahabat bertanya: Untuk siapa, ya Rasūl? Rasūl menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, utusan-Nya, para pemimpin kaum Mu’min dan budak-budak mereka, dan para pemimpin kaum Muslim dan budak-budak mereka”. (HR. Abū Dāūd) (31)
Keterangan:
Sejak keberadaan manusia di muka bumi Allah senantiasa mempersiapkan dan mengutus utusan yang membela kebenaran dan petunjuk. Oleh karena itu, tugas untuk menyeru kebaikan ini bukanlah tugas yang mudah bagi mereka yang masih lemah imannya; dibutuhkan adanya keteguhan iman untuk memberantas dan juga melawan kemunkaran yang dilakukan oleh orang-orang yang zhalim.
Meskipun demikian, untuk menyeru kebajikan dan mengubah kemungkaran pun Islam senantiasa menganjurkan melakukannya dengan sikap dan cara yang baik. Allah berfirman: “Seruilah, Hai Muḥammad, umat manusia pada jalan Allah dengan bijak dan nasihat yang baik.” (QS. an-Naḥl: 125).
Metode dakwah dengan cara yang halus dan simpatik ini mengindikasikan bahwa Islam sangat menekankan sikap tepa slira (toleransi) dalam persebaran Islam. Islam melarang sikap permusuhan dan menebar kebencian di antara manusia. Hal ini karena pada dasarnya agama adalah nasihat. Nasihat yang baik hanya akan didengar dan diikuti bila disampaikan dengan cara yang baik pula. Cara-cara kekerasan dan kebatilan dalam berdakwah justru akan merendahkan citra Islam sebagai agama rahmat.
Nasihat juga seyogianya disampaikan dengan memperhatikan keadaan objektif audien (objek dakwah). Nasihat mesti memperhatikan komunikasi dua arah (dialog), yang diutamakan bukan hanya kepentingan pemberi nasihat, tapi juga penerima nasihat. Dengan demikian, nasihat akan benar-benar mampu menyentuh akar permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat dan mampu memecahkan dan menyelesaikannya secara memuaskan. Pada akhirnya, ideal Islam sebagai agama yang menerangi kegelapan akan menarik dan bisa diterima oleh seluruh manusia sebagai nasihat yang baik.
Catatan: