Hadits ke-1
Berbisnis dengan Non Muslim
عَنْ عَائِشَةَ (ر) أَنَّ النَّبِيَّ (ص) اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَ رَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘A’isyah bahwa Rasulullah s.a.w. membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya untuk tempo tertentu. (H.R. al-Bukhari).
Keterangan:
Sebagai presiden “negeri Islam” di masa itu, sudah semestinya Rasulullah s.a.w. menempati kedudukan yang layak dan terhormat. Secara teori, beliau berlimpah materi dan kekayaan. Secara dejure (berdasarkan (atau menurut) hukum – concerning law), kekuasaan beliau sudah menembus dinding kota Makah dan Madinah. Akan tetapi, gambaran seorang pemimpin yang dikelilingi kekayaan tidak berlaku pada diri manusia agung ini. Beliau lebih memilih untuk menjadi pribadi yang bersahaja. Beliau tidak mau menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri.
Dalam sejarah tercatat bahwa beliau beserta keluarga seringkali harus berpuasa karena kondisi ekonomi yang begitu menjepit. Akan tetapi, hal itu dijalani dengan tabah. Riwayat di atas menampilkan gambaran tentang betapa Rasulullah s.a.w., sebagai seorang pemimpin, rela menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi guna mendapatkan sembako. Pilihan beliau jatuh kepada Yahudi, karena kalau beliau menggadaikan baju besinya kepada para sahabat, tentu saja mereka akan enggan. Kemungkinan besar beliau malah akan diberi hadiah dengan cuma-Cuma. Interaksi yang dijalani beliau dengan Yahudi ini memperlihatkan ketulusan dan kejujuran hati beliau dalam berhubungan dengan siapa pun, apa pun agamanya. Tentunya perilaku ini layak diteladani oleh setiap muslim.