Sebelum masuk dalam pembicaraan pasal-pasal yang akan datang, hendaklah lebih dahulu kita mengenal beberapa perkataan yang berhubung dengannya, supaya mudah memahami keterangan-keterangan di pasal-pasal itu.
Untuk merupakan kata-kata itu, berikut ini saya unjukkan satu Ḥadīts dari kitab “Shaḥīḥ Bukhārī”, bab pertama. (11).
Imām Bukhārī berkata:
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ سَعِيْدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ: أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ لْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) يَقُوْلُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami al-Ḥumaidī ‘Abdullāh bin Zubair, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Sufyān, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Yaḥyā bin Sa‘īd al-Anshārī, ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku, Muḥammad bin Ibrāhīm at-Taimī, bahwa ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqāsh al-Laitsī berkata: aku telah mendengar ‘Umar Ibn-ul-Khaththāb r.a. berkata atas mimbar: “Aku telah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu, tidak lain melainkan (bergantung) kepada niat-niat.” (Bukhārī).
Dari Ḥadīts ini, kalau kita susun orang-orang yang menceritakannya, dari mulai Imām Bukhārī sampai kepada Rasūlullāh s.a.w. akan berupa begini:
Keterangannya:
Penjelasan:
Keterangan di atas, jalannya begini:
Musnad artinya: yang disandarkan atau tempat sandaran.
Isnād artinya: menyandarkan.
Bukhārī berkata, bahwa al-Ḥumaidī menceritakan kepada-nya. Cara begini dan yang seumpamanya, dikatakan Bukhārī “menyandarkan” kepada al-Ḥumaidī.
Perantaraan Bukhārī dengan al-Ḥumaidī itu dinamakan “sandaran”.
al-Ḥumaidī disebut “musnad”, karena Bukhārī menyandarkan kepadanya, atau karena Bukhārī menjadikan dia sebagai tempat sandaran cerita.
Begitu juga al-Ḥumaidī dengan Sufyān: Sufyān dengan Yaḥyā; Yaḥyā dengan Muḥammad, Muḥammad dengan ‘Alqamah; ‘Alqamah dengan ‘Umar’ ‘Umar dengan Nabi s.a.w.
Jadi yang dikatakan Sanad, Musnad atau Isnād itu, ialah orang-orang pembawa khabar yang ada di antara Imam pencatat Ḥadīts dengan pembawa khabar yang akhir.
Dalam Ḥadīts di atas, yang jadi pembawa khabar yang akhir, ialah ‘Umar.
Musnad artinya: yang menyandarkan.
Bukhārī, karena ia yang menyandarkan Ḥadīts itu kepada al-Ḥumaidī, maka ia dikatakan “rāwī” (Bukhārī pun boleh disebut rāwī) terhadap kita, sebab ia yang menceritakannya kepada kita.
Jadi, tiap-tiap orang yang membawa khabaran, disebut “rāwī”, dan ketika ia menyandarkan khabaran itu kepada seseorang, dinamakan dia “musnid”.
Tiap-tiap orang yang mengeluarkan atau mencatat Ḥadīts, dinamakan “Mukharrij”.
Menurut ketetapan ‘ulama’ Ḥadīts, bahwa yang dikatakan Shaḥābī itu, ialah seorang yang bertemu dengan Nabi s.a.w., serta beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama Islam.
Kalau perempuan, disebut “Shaḥābiyyah”.
(Selanjutnya untuk seorang atau beberapa orang shahabat Nabi s.a.w. baik yang laki-laki atau perempuan, akan saya gunakan kata-kata “Shaḥābat saja”).
Menurut ‘ulama’ ilmu Ḥadīts, yang dikatakan: “Tābi‘ī” itu, ialah seorang yang bertemu dengan shahabat Nabi s.a.w. serta Muslim.
Matan dalam Ilmu Ḥadīts, ditujukan kepada lafazh-lafazh dan omongan yang terletak sesudah rawi dari akhir sanad.
Kalau yang berkata itu Nabi, maka Akhir Sanadnya, ialah Shaḥābat.
Jika yang beromong itu Shaḥābat, maka Akhir sanadnya, ialah Tābi‘ī.