Gugurnya Syafa’at – Mengetuk Pintu Syafa’at (1)

Mengetuk Pintu Syafā‘at
Oleh: Syafiqul Anam al-Jaziriy
 
Penerbit: Pustaka Group

Rangkaian Pos: Gugurnya Syafa'at - Mengetuk Pintu Syafa'at

7. Gugurnya Syafā‘at

 

Telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa
secara singkat syafā‘at adalah anugerah
yang hanya akan diterima oleh
kaum mu’minīn
dan syafā‘at tidak berguna bagi mereka yang mati
dalam keadaan kafir. Dalam al-Qur’ān sendiri
telah banyak menjelaskan ancaman
Allah s.w.t. terhadap beberapa
kelompok manusia
bahwa mereka akan kekal di dalam neraka dan
tidak akan memperoleh syafā‘at.
Ancaman bahwa mereka kekal di neraka
bisa kita temukan dalam tiga puluh delapan ayat
yang tersebar di delapan belas surat
dalam al-Qur’ān.

 

Meski demikian, ternyata masih banyak orang yang tidak memahami keberadaan syafā‘at itu sendiri terlebih. Bahkan di antara mereka ada yang mendapatkan syafā‘at namun secara otomatis syafā‘at yang mereka dapatkan itu tiba-tiba menjadi luntur atau hilang akibat dari perbuatan mereka sendiri.

Tidak mendapatkan syafā‘at sama halnya ia gugur dalam memperoleh syafā‘at itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya yaitu:

1). Orang-orang Kafir.

Pemberian syafā‘at tidak serta-merta diberikan begitu saja pada orang yang diberikan kuasa oleh Allah s.a.w. untuk memberikan syafā‘at kepada orang lain. Sebab, syafā‘at terkadang sulit sekali didapatkan oleh orang-orang yang benar-benar mengharapkannya. Salah satunya yaitu orang-orang kafir yang mengharapkan syafā‘at namun ia sendiri tidak ada atau tidak mempunyai kepercayaan akan adanya ayat-ayat Allah bahkan yang lebih parah yaitu berpura-pura tidak mengetahui. Bukankah hal ini sama halnya dengan mendustakan Allah s.w.t.?

Jadi jangan salahkan orang lain apabila syafā‘at yang ia dapatkan tiba-tiba saja menjadi gugur akibat dari perbuatannya sendiri. Bukan hanya itu saja, kelak mereka menjadi penghuni neraka yang kekal. Sungguh ironis memang, namun itulah yang terjadi.

Allah s.w.t. berfirman:

Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 39).

Dalam ayat lain juga disebutkan:

Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir akan mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat tersebut. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan siksa dan mereka tidak akan dilihat dengan pandangan rahmat.” (QS. al-Baqarah: 161-162).

Firman Allah di atas menjelaskan bahwa tak hanya orang-orang kafir saja yang mendapat laknat dari Allah dan para malaikat serta seluruh manusia di muka bumi ini tapi juga orang-orang mu’min yang mati dalam keadaan kafir.

Pada zaman sekarang banyak sekali orang-orang mu’min yang mengaku beriman atau bahkan jika dilihat sepintas keimanan mereka lebih kokoh dan kuat. Namun karena suatu hal tiba-tiba saja jalan yang mereka tempuh berubah arah yang mengarah pada kemaksiatan bahkan penyesatan. Hal inilah yang pada akhirnya, mereka mati dalam keadaan sū’-ul-khātimah. Tak heran jika bila syafā‘at yang mereka peroleh lenyap begitu saja. Padahal mereka telah bersusah payah untuk mendapatkannya.

Sungguh kerugian yang amat besar yang mereka peroleh sepanjang akhir hidupnya. Bahkan untuk kembali ke jalan-Nya pun sudah tiada lagi mereka tak mendapatkan kemanfaatan apa pun atau perlindungan, lalu bagaimanakah di akhirat kelak? Tentunya lebih dari menyakitkan dari itu semua.

Allah s.w.t. berfirman:

Dan orang-orang yang kafir, pelindung mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka; yang kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. al-Baqarah: 257).

Mengingat begitu besarnya dampak yang diakibatkan dari orang-orang kafir, maka berikut ini adalah beberapa ayat al-Qur’ān yang menjelaskan tentang ‘adzāb dan siksa orang-orang kafir di akhirat kelak, yaitu:

Sesungguhnya bagi orang-orang kafir, baik harta maupun anak-anak mereka tidak akan dapat menolak ‘adzāb Allah dari mereka sedikit pun. Mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Āli ‘Imrān: 116).

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezhāliman tidak akan diampuni dosanya oleh Allah dan Allah tidak akan menunjukkan jalan kepada mereka” (QS. an-Nisā’: 168).

Dan jika ada sesuatu yang kamu herankan maka yang patut kamu herankan adalah ucapan mereka: “Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan dikembalikan menjadi makhluk yang baru?”” Orang-orang itulah yang kafir kepada Tuhannya; dan orang-orang itulah yang kelak akan dibelenggu lehernya. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. ar-Ra‘d: 5).

Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (QS. al-Aḥzāb: 64-65).

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berkelompok-kelompok. Apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkata kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah rasūl-rasūl dari golongan kalian sendiri belum pernah datang dan membacakan ayat-ayat Tuhan kepada kalian serta memperingatkan kalian akan pertemuan hari ini?” Mereka menjawab: “Benar (telah datang)”. Tetapi telah pasti berlaku ketetapan ‘adzāb terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan kepada mereka: “Masuklah ke pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kalian kekal di dalamnya”. Maka neraka Jahannam itulah tempat terburuk bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. az-Zumar: 71-72).

2). Orang Yang Murtad.

Syafā‘at tidak akan sampai kepada seseorang apabila ia telah melakukan penyimpangan agama. Hal inilah yang akan terjadi pada orang-orang yang murtad. Mereka tak akan mendapatkan syafā‘at dari siapapun. Meskipun mereka mendapatkannya tapi syafā‘at tersebut secara otomatis menjadi gugur dari orang yang menerimanya.

Murtad adalah orang Muslim yang keluar dari agama Islam. Kemurtadan bisa disebabkan oleh perbuatan syirik, tidak mempercayai salah satu dari rukun Islam dan rukun iman, menghina dan mempermainkan agama, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang diharamkan oleh agama.

Orang yang keluar dari agama Islam, secara otomatis hilanglah semua kebaikannya selama ia memeluk Islam bahkan syafā‘at yang ia lakukan selama memeluk Islam menjadi sia-sia dan bila sampai mati, ia tetap dalam kemurtadan dan kekafirannya itu, maka nerakalah tempat keabadiannya baginya.

Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya:

Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 217).

Banyak kita jumpai sekarang orang-orang yang mengaku beriman tetapi mengalami kebimbangan dan keraguan terhadap ajaran ‘aqidahnya, hal itu disebabkan oleh kebodohan mereka terhadap agamanya, tidak mengerti tuntunan agama secara baik, tidak mengetahui kebenaran agamanya secara otentik, suci, terlepas dari khurafat dan kemungkaran. Bahkan mungkin beragama tetapi tidak menyentuh ma‘na hakikat agama.

Mereka hanya mengenal kulit luar agamanya saja, serta suka bermain-main dengan kesuciannya karena mereka menuruti rayuan hawa-nafsunya belaka, sehingga mereka rela menggadaikan agamanya hanya untuk mengikuti hawa-nafsunya belaka.

Bagi mereka agama dianggap sebagai tubuh yang tidak bernyawa, atau dianggap tulisan yang tidak mengandung ma‘na yang dapat dibaca. Agama hanya dijadikan alat untuk kepentingan dirinya, diperjualbelikan untuk mengeruk keuntungan materi sehingga apa yang mereka lakukan sungguh di luar batas-batas ajaran agama, akibat dari kekerdilan cara pikir mereka serta keruhnya hati mereka. Akibatnya, mereka melarikan diri dari Allah dan semakin jauh dari tujuan hidup yang utama.

Adapun macam-macam bentuk kemurtadan seseorang dapat kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari, di antaranya:

a). Murtad I‘tiqād yaitu kemurtadan yang disebabkan oleh keyakinannya sendiri atau i‘tiqād-nya. Seperti meyakini bahwa masih ada Nabi lagi setelah Nabi Muḥammad s.a.w., meragukan adanya Allah dan Rasūl-Nya, dan sebagainya.

b). Murtad Perbuatan (Af‘āl) yaitu kemurtadan yang disebabkan oleh tingkah-laku atau perbuatan. Misalkan menyembah berhala, matahari dan bersujūd pada makhlūq.

c). Murtad Ucapan (Aqwāl) yaitu kemurtadan yang di sebabkan oleh perkataan. Misalkan mengatakan: “Semenjak aku shalat rizqiku tak pernah lancar malah berkurang.”

Dari ketiga macam bentuk kemurtadan, murtad ucapan yang lebih banyak dominan di dalam masyarakat. Sebab dengan perkataan terkadang dapat mempengaruhi seseorang sehingga orang jadi berfikir tentang kenyataan yang ada saat ini. Seperti perkataan: “Semenjak aku shalat rizqiku tak pernah lancar justru kian hari bertambah kering”; padahal aku telah berusaha dengan keras tapi apa hasilnya….?” Perkataan seperti ini sering kita jumpai di lingkungan masyarakat. Orang yang lemah imannya, pasti ia akan mudah termakan perkataan orang lain sehingga tanpa sadar orang tersebut mengajak orang lain ke dalam kemurtadannya. Jika demikian, sama halnya ia memberikan syafā‘at pada orang lain yang sama sekali tidak bisa memberikan kemanfaatan apa pun bagi pemberi manapun yang menerima. Yang demikian dinamakan syafā‘at bāthilah.

Sedangkan penyebab seseorang melakukan kemurtadan tak lain adalah kesombongan mereka dalam berucap dan melakukan perbuatan maupun i‘tiqād yang lebih menakutkan lagi, jika kita mengaku Islam tapi ajarannya tak pernah dijalankan justru membuat penyimpangan di mana-mana. Seperti mengatakan pada orang bahwa rizqi itu bukan dari Allah melainkan kerja kerasnya selama ini. Pendapat jika dipikir lebih dalam, semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah tak terkecuali rizqi. Memang ia telah bekerja keras dalam mencari rizqi tapi semuanya itu berasal dari Allah. Manusia hanya berusaha sedangkan Allah jua yang menentukan besar kecilnya rizqi yang ia dapat.

Maka dari itu jagalah hati dari hal-hal yang dilarang oleh agama, dan hiasi dengan akhlāq yang mulia agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang membahayakan bagi keyakinan kita, dan jangan pernah berhenti untuk memohon bimbingan dan petunjuk dari Allah.

Jika ada orang yang menilai kebahagiaan, kedamaian, kemuliaan dan kehormatan dari sudut materi, maka pasti orang itu akan memandang rendah dan menyepelekan nilai-nilai suci ajaran agamanya. Akibatnya ia mudah menukar keyakinanya dengan keyakinan agama lain, atau tidak beragama asalkan tuntutan materi dan nafusnya bisa terpenuhi.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *