Doa Ibu Bapak Itu Mustajab – Bakti Kepada Kedua Orangtua

BAKTI KEPADA KEDUA ORANGTUA
Hak Ibu-Bapak, Anak dan Keluarga

Judul asli: BIRR-UL-WĀLIDAIN WA-ḤUQŪQ-UL-ABĀ’ WAL-ABNĀ’ WAL-ARḤĀM
Oleh: Aḥmad ‘Īsā ‘Asyūr
 
Penerjemah: Ustadz H. YUSUF
Penerbit: HAZANAH ILMU

DOA IBU BAPAK ITU MUSTAJAB.

 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَ دَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلَى الْوَلَدِ.
أخرجه أحمد و البخاري في الأدب المفرد، و أبو داود و الترمذي و حسنه

“Dari Abū Hurairah r.a., ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan lagi: (1) doanya orang yang teraniaya, (2) doanya orang musafir dan (3) doanya ayah ibu untuk anaknya”.”
(Dikeluarkan oleh Aḥmad dan Bukhārī di dalam al-Adab-ul-Mufrad, Abū Dāūd, dan at-Tirmidzī yang meng-ḥasan-kannya).

Ibnu Mājah meriwayatkannya dengan lafal:

وَ دَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ.

Dan doa ayah bagi anaknya.”

وَ عَنْ ثَوْبَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَرْبَعَةٌ دَعْوَتُهُمْ مُسْتَجَابَةٌ: الإِمَامُ الْعَادِلُ وَ الرَّجُلُ يَدْعُوْ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ وَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ رَجُلٌ يَدْعُوْ لِوَلَدِهِ.
رواه أبو نعيم في الحلية

“Dari Tsaubān r.a., ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ada empat doa yang dikabulkan: (1) Doanya imam yang adil, (2) Seseorang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, (3) Doa orang teraniaya dan (4) Bapak yang mendoakan anaknya”.”
(Diriwayatkan Abū Na‘īm/Nu‘aim di dalam al-Ḥilyah).

وَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: ثُلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ وَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ.
رواه أبو الحسن في الثلاثيات و الضياء المقدسي في المختارة

“Dari Anas r.a., ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tiga doa ini tidak akan ditolak, yaitu: Doa ayah bagi anaknya, doa orang teraniaya, dan doa orang musafir”.”
(Diriwayatkan oleh Abul-Ḥasan di dalam ats-Tsalātsiyāt dan adh-Dhiyā’ al-Maqdisī di dalam al-Mukhtārah).

وَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِيْ مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَ صَاحِبُ جُرَيْجٍ قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ وَ مَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: إِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِبًا فِيْ صَوْمَعَةٍ لَهُ وَ كَانَ رَاعِيْ بَقَرٍ يَأْوِيْ إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ وَ كَانَتِ امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِيْ فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ وَ هُوَ يُصَلِّيْ فَقَالَ فِيْ نَفْسِهِ وَ هُوَ يُصَلِّيْ: أُمِّيْ وَ صَلاَتِيْ فَرَأَى أَنْ يُؤْثَرَ صَلاَتَهُ ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ فَقَالَ فِيْ نَفْسِهِ: أُمِّيْ وَ صَلاَتِيْ فَرَأَى أَنْ يُؤْثَرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّيْ وَ صَلاَتِيْ فَرَأَى أَنْ يُؤْثَرَ صَلاَتَهُ فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ حَتَّى يَنْظُرَ فِيْ وَجْهِ الْمُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ. فَأَتَى الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ فَقَالَتْ مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: صَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَهْدِمُوْا صَوْمَعَتَهُ وَ أْتُوْنِيْ. فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفَئُوْسِ حَتَّى وَقَعَتْ فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ فَرآهُنَّ فَتَبَسَّمَ وَ هُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعُمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هُوَ ذَا فِيْ حُجْرِهَا. فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ قَالَ: فَمَا تَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رُدُّهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِيْ تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْرٌ عَرَفْتُهُ. أَدْرَكَتْنِيْ دَعْوَةُ أُمِّيْ ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ.
رواه البخاري في الأدب المفرد

“Dari Abū Hurairah r.a., ia berkata: Saya mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tidak berbicara bayi yang dilahirkan di antara manusia yang masih di dalam ayunan kecuali ‘Īsā bin Maryam, dan kawan si Juraij.” Dikatakan orang: Hai Nabi Allah! Siapa kawan si Juraij itu? Rasūlullāh bersabda: “Sesungguhnya Juraij itu dahulu seorang pendeta di gerejanya. Ada seorang penggembala sapi berlindung di bawah gereja itu. Ada seorang wanita kampung itu selalu datang pergi dari penggembala itu. Pada suatu hari Juraij dipanggil ibunya, katanya: Hai Juraij! (sedang) Juraij baru shalat. Di dalam hati Juraij berkata di tengah shalatnya, mana yang saya dahulukan. Ibuku atau shalatku. Juraij mengutamakan shalatnya. Untuk kedua kalinya ibu Juraij berteriak memanggilnya. Kata Juraij di dalam hatinya. Shalatkah atau ibukah yang harus aku dahulukan. Untuk ketiga kalinya ibu Juraij berteriak memanggilnya. Kata Juraij di dalam hatinya, shalatkah atau ibukah yang harus aku dahulukan. Ia memilih shalatnya. Setelah tidak mendapat jawaban anaknya, maka ibu itu berdoa: Hai Juraij, semoga kamu tidak mati sehingga kamu melihat wajah pelacur! Kemudian ibu itu pulang kembali. Kemudian ada seorang wanita yang melahirkan seorang anak mengadukan kepada sang raja. Raja bertanya: Dari siapa anak (bayi) ini? Wanita itu menjawab: Dari Juraij. Raja berkata: Apakah Juraij pengasuh gereja itu? Wanita itu menjawab: Ya benar, Raja berkata: Robohkanlah gereja itu dan bawalah Juraij datang kemari! Mereka menghancurkan gereja Juraij dengan dandang (periuk besar untuk mengukus nasi, biasanya dibuat dari tembaga atau aluminium, juga: wadah terbuka atau bertutup untuk menguapkan zat cair atau membangkitkan uap air) sehingga roboh. Mereka mengikat tangan Juraij ke lehernya. Juraij lalu dibawa pergi melalui wanita-wanita pelacur, Juraij pun mengetahui mereka seraya tersenyum. Pelacur-pelacur itu memandang kepada Juraij dari tengah kerumunan (orang banyak). Raja berkata: Apa katamu tentang wanita itu? Juraij menjawab: Apa kata-kata wanita itu? Raja berkata: Wanita itu mengatakan bahwa anaknya itu dari kamu? Juraij berkata: Apakah benar perkataanmu itu. Wanita itu menjawab: Benar, memang benar bayi ini dari kamu. Juraij bertanya: Mana anak bayi yang lahir itu? Orang-orang berkata: Bayi itu ada di pangkuan ibunya (pelacur). Juraij datang memandang ke arah bayi itu. Juraij bertanya: Hai bayi! Siapakah ayahmu? Bayi tersebut menjawab: Seorang penggembala sapi. Raja berkata: Maukah kamu bahwa gerejamu kami bangun lagi dengan emas? Juraij menjawab: Tidak. Raja berkata: Apakah dari perak? Juraij menjawab: Tidak. Raja bertanya: Dengan bahan apa kami membangunnya? Juraij berkata: Kembalikanlah seperti semula! Raja bertanya: Mengapa kamu tadi tersenyum? Juraij menjawab: Kejadian ini adalah perkara yang sebenarnya telah saya ketahui, yaitu: saya mengalami yang semacam ini karena doa ibuku. Kemudian hal ini diceritakan Juraij kepada orang banyak.”
(Diriwayatkan oleh Bukhārī di dalam al-Adab-ul-Mufrad).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *