عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ لِيْ مَالاً وَ وَلَدًا وَ إِنَّ أَبِيْ يُرِيْدُ أَنْ بَحْتَاجَ مَالِيْ؟ قَالَ: أَنْتَ وَ مَالُكَ لأَبِيْكَ.
أخرجه ابن ماجه في سننه بإسناد صحيح
“Dari Jābir r.a., bahwa seorang laki-laki berkata: Ya Rasūlallāh, sesungguhnya saya memiliki harta dan anak, sedang ayahku hendak (memerlukan) hartaku? Bagaimana sikapku? Rasūlullāh bersabda: “Kamu dan hartamu itu milik ayahmu”.”
(Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Mājah di dalam sunannya dengan isnād yang shaḥīḥ. Al-Ḥāfizh al-Mundzirī berkata: Rawi-rawinya kuat. Al-Ḥāfizh al-Haitsamī berkata: ath-Thabrānī meriwayatkannya di dalam tiga kitabnya dengan perawi-perawi yang shaḥīḥ).
وَ عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: أَنْتَ وَ مَالُكَ لأَبِيْكَ.
رواه أبو يعلى
“Dan dari ‘Abdullāh bin ‘Umar r.a. bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepada seorang laki-laki: “Kamu dan hartamu milik ayahmu”.”
(Diriwayatkan oleh Abū Ya‘lā).
وَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَيْضًا قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ يَسْتَعْدِيْ عَلَى وَالِدِهِ فَقَالَ: إِنَّهُ يَأْخُذُ مَالِيْ؟ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَنْتَ وَ مَالُكَ مِنْ كَسْبِ أَبِيْكَ.
رواه البزار و الطبراني في الكبير
“Dan dari Ibnu ‘Umar r.a. juga ia berkata: Ada seseorang yang bersikap memusuhi ayahnya. Ia mengatakan: ayahku mengambil hartaku. Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Kamu dan hartamu dari hasil usaha (kasb) ayahmu”.”
(Diriwayatkan oleh al-Bazzār dan ath-Thabrānī di dalam al-Kabīr).
وَ عَنْ أَبِيْ بُرْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَفْضَلُ كَسْبِ الرَّجُلِ وَلَدُهُ وَ كُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ.
رواه الطبراني في الكبير
“Dan dari Abū Burdah r.a. ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Hasil karya (kasb) seorang laki-laki yang paling utama adalah anaknya, dan setiap transaksi jual belinya yang diterima”.”
(Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī di dalam al-Kabīr).
وَ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أبِيْ يُرِيْدُ أَنْ يَأْخُذَ مَالِيْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: اِذْهَبْ فَأْتِنِيْ بِأَبِيْكَ. فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يَقْرَئُكَ السَّلاَمَ وَ يَقُوْلُ لَكَ: إِذَا جَاءَ الشَّيْخُ فَسَلْهُ عَنْ شَيْءٍ قَالَهُ فِيْ نَفْسِهِ مَا سَمِعَتْهُ أُذُنَاهُ، فَلَمَّا جَاءَ الشَّيْخُ قَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَا بَالَ ابْنِكَ يَشْكُوْكَ؟ أَتُرِيْدُ أَنْ تَأْخُذَ مَالَهُ؟ فَقَالَ: سَلْهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ أَنْفِقَهُ إِلاَّ عَلَى إِحْدَى عَمَّاتِهِ أَوْ خَالاَتِهِ أَوْ عَلَى نَفْسِيْ؟ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: دَعْنَا مِنْ هذَا. أَخْبِرْنِيْ عَنْ شَيْءٍ قُلْتَهُ فِيْ نَفْسِكَ مَا سَمِعَتْهُ أُذُنَاكَ. فَقَالَ الشَّيْخُ: وَ اللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا يَزَالُ اللهُ يَزِيْدُنَا بِكَ يَقِيْنًا. لَقَدْ قُلْتُ شَيْئًا فِيْ نَفْسِيْ مَا سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ فَقَالَ: قُلْ وَ أَنَا أَسْمَعُ قَالَ: قُلْتُ:
غَذَوْتُكَ مَوْلُوْدًا وَ عُلْتُكَ يَافِعًا
تَعُلُّ بِمَا أَجْنِيْ عَلَيْكَ وَ تَنْهَلُ
إِذَا لَيْلَةٌ ضَافَتْكَ بِالسُّقْمِ لَمْ أَبِتْ
لَسُقْمِكَ إِلاَّ سَاهِرًا أَتَمَلْمَلُ
كَأَنِّيْ أَنَا الْمَطْرُوْقُ ذُوْنَكَ بِالَّذِيْ
طُرِقْتَ بِهِ دُوْنِيْ فَعَيْنِيْ تَهْمُلُ
تَخَافُ الرَّدَى نَفْسِيْ عَلَيْكَ وَ إِنَّهَا
لَتَعْلَمُ أَنَّ الْمَوْتَ وَقْتٌ مُؤَجَّلُ
فَلَمَّا بَلَغْتَ السِّنَّ وَ الْغَايَةَ الَّتِيْ
إِلَيْهَا مَدَى مَا كُنْتُ فِيْهَا أُؤَمِّلُ
جَعَلْتَ جَزَائِيْ غِلْظَةً وَ فَظَاظَةً
كَأَنَّكَ أَنْتَ الْمُنْعِمُ الْمُتَفَضِّلُ
فَلَيْتَكَ إِذْ لَمْ تَرْعَ حَقَّ أُبُوَّتِيْ
فَعَلْتَ كَمَا الْجَارُ الْمُجَاوِرُ يَفْعَلُ
تَرَاهُ مَعَدًّا لِلْخِلاَفِ كَأَنَّهُ
بِرَدٍّ عَلَى أَهْلِ الصَّوَابِ مُوَكَّلِ
قَالَ: فَحِيْنَئِذٍ أَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِتَلاَبِيْبِ ابْنِهِ فَقَالَ: أَنْتَ وَ مَالُكَ لأَبِيْكَ.
رواه الطبراني في الصغير و الأوسط
“Dan dari Jābir r.a., ia berkata: Seorang laki-laki datang menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: Wahai Rasūlullāh! Sesungguhnya ayahku hendak mengambil hartaku. Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Pulanglah dan kembalilah kemari dengan ayahmu!” Kemudian turunlah Jibrīl pada Nabi lalu berkata: “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berkirim salam kepadamu dan berpesan untukmu: Jika datang seorang tua kepadamu, maka bertanyalah kepadanya tentang sesuatu perkara yang tersimpan dalam hatinya sedang kedua telinganya sendiri tidak mendengarnya!” Maka setelah orang tua itu datang, segeralah Nabi s.a.w. bertanya: “Mengapa anakmu mengadukan halnya yang disebabkan oleh kamu? Apakah kamu ingin mengambil hartanya?” Orang tua itu menjawab: Wahai Rasūlullāh! Tanyailah dia! Bukankah saya membelanjakan uangnya melainkan untuk saudara ayahnya dan saudara ibunya atau untuk keperluan diri saya sendiri? Maka Nabi s.a.w. bersabda kepada orang itu: “Sudahlah, lupakanlah hal ini! Sekarang ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu yang tersembunyi di dalam batinmu yang kedua telingamu sendiri tidak mendengarnya!” Orang tua itu berkata: Demi Allah! Wahai Rasūlullāh! Allah itu selalu menambah keyakinan hatiku kepadamu. Sesungguhnya aku telah mengatakan sesuatu di dalam batinku yang dua telingaku sendiri tidak mendengarnya.” Nabi s.a.w. bersabda: “Nah sekarang katakanlah sesuatu itu dan aku hendak mendengarkan.” Orang tua itu menjawab: Saya mengucapkan syi‘ir/puisi:
“Saya memberi makan kepadamu sejak kamu masih bayi dan mengasuhmu sampai dewasa.
Kamu diberi minum yang aku usahakan untukmu hingga kamu merasa segar.
Jika suatu malam kamu menderita sakit, maka aku tidak dapat tidur karena sakitmu, seraya aku sibuk bangun dan berbaring.
Seolah-olah aku penunggu pintu orang yang selalu diketuk orang dengan mengalirkan air mata.
Hatiku terasa terpecah-pecah seraya menyadari bahwa mati itu selalu menunggu saatnya.
Tetapi setelah umurmu sampai dewasa, di waktu aku mengharapkan balasanmu, namun kamu membalasnya dengan kekerasan dan kekejaman, seolah-olah kamu sebagai pencipta kenikmatan dan keutamaan.
Karena kamu tidak menyadari hak orang-tuamu, maka kiranya berbuat kepadaku bagaikan tetangga pada umumnya.
Kamu menganggap tetangga sebagai tempat perlawanan, seolah tetangga itu tempat perlawanan yang melawan orang benar yang sungguh memperoleh kepercayaan orang.”
Jābir berkata: Kemudian Nabi s.a.w. memegang pundak anak orang laki-laki itu lalu bersabda: “Kamu dan harta bendamu adalah hak milik ayahmu”.”
(Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī di dalam ash-Shaghīr dan al-Kabīr. Di dalam rawinya ada al-Munkadir bin Muḥammad. Orang ini lemah (dha‘īf), tetapi dianggap kuat oleh Aḥmad. Al-Ḥāfizh Nūr-ud-Dīn al-Haitsamī di dalam az-Zawā’id mengatakan bahwa hadits dengan kelengkapannya ini munkar. Hadits ini mempunyai jalan-jalan yang ringkas dan perawi-perawinya hadits shaḥīḥ.)