BAB 2
RIWAYAT ISRĀ’ DAN MI‘RĀJ
Menurut keterangan Ibnu Isḥāq di dalam Sīrah Ibni Hisyām:
“Menurut cerita ‘Abdullāh bin Mas‘ūd: Didatangkan Burāq kepada Rasūlullāh s.a.w., yaitu kendaraan yang membawa Nabi di masa dahulu, yang meletakkan kakinya sejauh-jauh pemandangannya. Maka Nabi pun dibawalah di atasnya. Kemudian keluarlah Nabi dengan Burāq itu dari Makkah melihat ayat-ayat Allah antara langit dan bumi sehingga sampailah ia ke Bait-ul-Maqdis. Di sana Nabi sudah mendapati Ibrāhīm, Mūsā, dan ‘Īsā dengan satu kumpulan daripada nabi-nabi, yang sengaja dikumpulkan untuk menyambutnya. Nabi pun shalatlah bersama-sama mereka itu. Kemudian didatangkan 3 buah bejana kepada Nabi yang satu berisi susu, yang kedua arak dan yang ketiga air. Kata Rasūlullāh s.a.w.: “Saya dengar ada orang yang berkata ketiga bejana itu dihidangkan kepadaku: Jika diambilnya air, karam (tenggelam) ia dan karam pula umatnya; jika diambilnya arak, terperdayalah ia dan terperdayalah umatnya; dan jika diambilnya susu, mendapat petunjuklah ia dan mendapat petunjuk pula umat-umatnya. Karena itu aku ambillah yang berisi susu lalu meminumnya.” Kata Jibrīl kepadaku: “Tuan diberi petunjuk dan umat tuan pun diberi petunjuk ya Muḥammad!”
Sesudah itu Ibnu Isḥāq meriwayatkan pula: “Saya mendapat kabar daripada al-Ḥasan, katanya Rasūlullāh s.a.w. telah berkata:
“Sewaktu aku sedang tidur di Ḥijr, (dekat Ka‘bah) tiba-tiba datanglah kepadaku Jibrīl lalu menggerakkan aku dengan kakinya, sehingga aku duduk, tetapi aku tidak ada melihat suatu apa juga, maka aku pun kembali ke tempat pembaringanku.
Kemudian dia datang kedua kali lalu menggerakkan aku dengan kakinya sampai aku duduk, tetapi aku tidak ada melihat suatu apa juga. Kemudian dia datang ketiga kalinya lalu menggerakkan aku, sehingga aku duduk dan ditangkapnyalah lenganku. Aku pun bangun lalu keluar pintu masjid. Tiba-tiba aku lihat di sana ada seekor hewan yang putih antara baghal dan himar (keledai), pada kedua pahanya ada dua buah sayap yang menambah cepat jalan kedua kakinya, dia meletakkan kakinya sejauh-jauh pemandangannya. Kemudian dia pun keluar dan kami tidak bercerai-berai.”
Kata Ibnu Isḥāq: “Saya mendapat kabar dari Qatādah, yang mengatakan saya mendapat kabar bahwa Rasūlullāh s.a.w. mengatakan: “Tatkala aku mendekatinya hendak menaikinya, tiba-tiba ia pun sandi (mengulah). Jibrīl lalu meletakkan tangannya ke atas bulu kuduk Burāq itu seraya berkata: “Wahai Burāq, apakah engkau tidak malu atas perbuatan engkau itu. Demi Allah tidak akan ada yang menaiki engkau seorang hamba Allah yang lebih mulia daripadanya.” Burāq itu pun malulah lalu bersikap tenang sehingga dinaiki Rasūlullāh s.a.w.”
Pagi hari itu segeralah Rasūlullāh s.a.w. mengabarkan kabar tersebut kepada orang Quraisy. Maka kebanyakan orang mengatakan: “Demi Allah, ini suatu pekerjaan yang luar biasa sekali. Untuk lari dari Makkah sebulan baru sampai di Syam (Syiria) dan sebulan pula kembalinya. Apakah Muḥammad akan pergi ke sana dalam satu malam dan kembali pula sampai di Makkah?”
Kata al-Hasan yang menceritakan riwayat: “Maka banyaklah orang yang tadinya baru mulai hendak masuk Islam murtad kembali. Orang banyak pun pergilah menjumpai Abū Bakar seraya mengatakan kepadanya: “Bagaimana pikiran tuan terhadap sahabat tuan itu? Katanya dia sudah pergi malam ini ke Bait-ul-Maqdis dan shalat di sana kemudian kembali lagi ke Makkah!” Kata Abū Bakar kepada mereka: “Tuan-tuan dustakan akannya?” “Betul”, kata mereka itu, “itu dia sekarang sedang di dalam masjid menceritakannya kepada orang banyak.” Jawab Abū Bakar: “Demi Allah, jika benar ia mengatakannya, maka sesungguhnya ia telah berkata benar. Apakah yang mengherankan kamu dalam hal itu? Demi Allah, dia mengabarkan kepada saya bahwa kabar datang kepadanya dari langit sampai ke bumi dalam satu saat saja baik siang maupun malam, dan saya membenarkannya. Ia lebih ajaib daripada yang kau herankan itu.” Sesudah berkata demikian, Abū Bakar pun pergi mendapatkan Rasūl lalu bertanya: “Apakah tuan sudah mengabarkan kepada kaum-kaum ini bahwa tuan sudah sampai di Bait-ul-Maqdis malam tadi?” “Benar!” kata Rasūl. “Cobalah sifati bagi saya bagaimana Bait-ul-Maqdis itu, karena saya sudah pernah mendatanginya”, kata Abū Bakar kepada Nabi. Kata Rasūl (bercerita kemudian hari): “Maka diangkatlah masjid itu bagiku sehingga melihatnya akannya.” Rasūl terus menyebutkan sifat masjid tersebut kepada Abū Bakar satu demi satu sebagaimana keadaan yang sebenarnya yang senantiasa mengatakan “Benar tuan!” Sehingga selesailah Nabi menerangkan sifat-sifat masjid tersebut. Sesudah itu Rasūl pun berkata kepada Abū Bakar: “Engkau Abū Bakar orang yang suka sekali membenarkan yang benar!” Sejak hari itu sahabat ini pun dinamakan dengan ash-Shiddīq”.
Kemudian – kata Ibnu Isḥāq, menurut keterangan al-Ḥasan, murtad dari agamanya itu dijelaskan pada ayat 60 dari surat al-Isrā’:
“Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk (*1) dalam al-Qur’ān. Dan Kami menakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”
Demikianlah tentang riwayat Isrā’.