Contoh Anak Yang Berbakti – Bakti Kepada Kedua Orangtua

BAKTI KEPADA KEDUA ORANGTUA
Hak Ibu-Bapak, Anak dan Keluarga

Judul asli: BIRR-UL-WĀLIDAIN WA-ḤUQŪQ-UL-ABĀ’ WAL-ABNĀ’ WAL-ARḤĀM
Oleh: Aḥmad ‘Īsā ‘Asyūr
 
Penerjemah: Ustadz H. YUSUF
Penerbit: HAZANAH ILMU

CONTOH ANAK YANG BERBAKTI.

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

Ibrāhīm berkata: Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih kamu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu? Putranya Ismā‘īl menjawab: “Aduhai ayahku! Laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; In syā’ Allāh engkau mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar”.”

(QS. ash-Shāffāt [37]: 102)

Ismā‘īl menyerahkan dirinya untuk memperoleh ridha ayahnya. Kemudian Allah memulyakannya “dan menebusinya dengan sembelihan yang besar.”

Contoh kebaktian seorang anak kepada kedua orang-tua sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari tentang tiga orang yang berada di dalam gua sedang pintu/lobang keluarnya tertutup oleh batu besar: Salah seorang yang berada di dalamnya berkata dalam doanya: “Ya Allah! Dahulu saya mempunyai ibu-bapak yang sangat tua. Saya tidak biasa memberikan makanan dan minuman keluarga sebelum ayah dan ibuku”. Hadits ini telah disebutkan pada bagian terdahulu yaitu tentang terkabulnya doa sebab berbakti kepada ibu bapak.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa seseorang laki-laki mempunyai tiga orang anak, setelah sakit yang membawa ajalnya maka tiga saudara itu yang paling besar berkata kepada dua adiknya: Kamu berdua sebaiknya menerima semua warisan harta sedang saya saja yang bertugas melayani ayah. Setelah ayah itu meninggal dunia, maka saudara yang tertua itu bermimpi dalam tidurnya bertemu seseorang yang berkata: Pergilah ke tempat sana, kamu akan menemukan uang dinar lalu ambillah uang itu! Karena pada uang itu ada berkahnya. Namun ia tidak mau pergi ke sana. Kemudian bermimpi lagi sebagaimana mimpi sebelumnya. Setelah untuk yang ketiga kalinya barulah ia mau pergi ke sana dan mengambilnya, yang kemudian uang itu dibelikan seekor ikan. Ia mendapatkan dua mutiara di dalam perut ikan itu. Dua mutiara itu dijualnya enam puluh ribu dinar. Kemudian bermimpi lagi bahwa orang yang menemui dia mengatakan: Harta ini adalah karena kebaktianmu kepada ayahmu.

Kisah ini lagi sebagaimana diceritakan oleh Ibn-us-Sammak r.a. Ia mengatakan bahwa ada seorang laki-laki duduk mendekatinya. Pada suatu ketika saya mendengar kabar bahwa dia meninggal dunia. Pada waktu itu ibunya yang sudah sangat tua memandang kepadanya sehingga anak itu menundukkan pandangan matanya dengan penuh penghormatan, dilayaninya dan diselimutinya. Ibu itu mengatakan: Semoga Allah merahmati kamu hai anakku. Sungguh kamu telah berbakti kepada kami dan kasih-sayang kepada kami. Aku sangat bahagia sebab Allah memberi sifat sabar kepadamu. Kamu selalu shalat malam panjang sekali, banyak berpuasa, semoga Allah menuangkan rahmatnya kepadamu, semoga kamu terhibur dengan baik. Lalu ibu tadi memandang kepadaku seraya berkata: Seandainya seseorang itu dapat selamanya menunggui seseorang, tentulah Rasūlullāh s.a.w. tetap menunggui umatnya.

Ketika Rasūlullāh s.a.w. masih hidup, ada seorang pemuda membawa ayah ibunya ke masjid Rasūlullāh s.a.w. Ibu-bapaknya itu telah lumpuh tidak dapat berjalan. Dia membawa ibu-bapaknya ke masjid itu supaya dapat shalat berjama‘ah bersama Rasūlullāh s.a.w. Pada suatu waktu Rasūlullāh s.a.w. tidak mengetahui dua orang tua itu, lalu bertanya tentang mereka berdua. Dijawab orang bahwa pemuda itu telah meninggal dunia. Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya seseorang itu dapat kekal hidup untuk menolong orang lain sungguh pemuda putra ibu-bapak yang lumpuh itu dapat hidup terus.

Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan:

أَنَّهُ جَاءَ رَجُلٌ لِعُمَرَ (ر) فَقَالَ: إنِّيْ أَلِيْ مِنْ أُمِّيْ مَا كَانَتْ تَلِيْ مِنِّيْ فِي الصِّغَرِ فَهَلْ قُمْتُ بِحَقِّهَا؟ قَالَ: لَا. قَالَ: لِمَ؟ قَالَ: إِنَّهَا كَانَتْ تَلِيْ مِنْكَ وَ هِيَ تَتَمَنَّى لَكَ الْحَيَاةَ وَ أَنْتَ تَلِيْ مِنْهَا وَ أَنْتَ تَتَمَنَّى لَهَا الْمَوْتَ.

Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang menghadap ‘Umar r.a. lalu bertanya: Sesungguhnya aku sangat kasih-sayang kepada ibuku seperti kasih-sayang ibu kepadaku semasa kecilku. Apakah saya telah memenuhi hak ibuku? ‘Umar menjawab: Belum. Laki-laki tadi bertanya: Mengapa belum? ‘Umar menjawab: Sesungguhnya ibumu kasih-sayang kepadamu dahulu dengan pengharapan supaya kamu hidup, sedangkan kasih-sayangmu kepada ibu dengan pengharapan ibu itu meninggal dunia.

Diriwayatkan dari Abū Yazīd al-Bisthāmī r.a., ia berkata: Dahulu sewaktu saya berumur dua puluh tahun, ibuku memanggil aku supaya merawatnya, aku memenuhi kehendaknya. Salah satu tanganku aku letakkan di bawah kepalanya dan yang satunya lagi untuk mengulas-ulas ke badannya seraya aku membaca: Qul huwallāhu aḥad dan seterusnya, sehingga salah satu tanganku tidak mampu bergerak, lalu saya berkata: Tangan ini hak milikku, sedang hak ibu adalah hak Allah. Maka saya tetap sabar sedemikian terus sehingga terbit fajar, setelah itu saya tidak dapat memanfaatkan tanganku. Setelah Abū Yazīd itu meninggal dunia, maka seorang sahabatnya bermimpi dalam tidurnya melihat Abū Yazīd itu terbang di surga, membaca tasbih kepada Allah. Ia bertanya kepada Abū Yazīd: Dengan apa kamu dapat memperoleh rahmat itu? Ia menjawab: “Sebab berbakti kepada ibuku dan bersabar menghadapi kesulitan-kesulitan.”

Kisah yang lain lagi: Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Ma’mūn. Ia berkata: Saya belum pernah mengetahui seseorang yang lebih berbakti kepada ayahnya daripada al-Fadhl bin Yaḥyā. Dahulu ayahnya tidak mau berwudhu’ kecuali dengan air hangat. Kemudian para tawanan itu dilarang menyalakan api merebus air di waktu malam yang dingin. Setelah Yahya tidur di tempat biasanya tidur, maka al-Fadhl membawa wadah dari tembaga penuh air diletakkan di dekat lampu sehingga ayahnya bangun dapat berwudhu’ dengan air hangat itu.

Ada lagi riwayat yang menjelaskan bahwa seorang laki-laki meminta air minum kepada anaknya. Ketika anak mengantarkan air itu mendapati ayahnya telah tertidur. Maka ia tetap berdiri membawa air itu sehingga ayahnya itu bangun lalu anaknya memberikan air itu kepadanya.

وَ مِنْهَا: مَا رُوِيَ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِيْ كَثِيْرٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ أَبُوْ مُوْسَى الْأَشْعَرِيُّ وَ أَبُوْ عَامِرٍ عَلَى رَسُوْلُ اللهِ (ص) فَبَايَعَاهُ وَ أَسْلَمَا. قَالَ: مَا فَعَلَتِ امْرَأَةٌ مِنْكُمْ تُدْعَى كَذَا وَ كَذَا؟ قَالُوْا: تَرَكْنَاهَا فِيْ أَهْلِهَا قَالَ: فَإِنَّهُ قَدْ غُفِرَ لَهَا. قَالُوْا: بِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِبِرِّهَا وَالِدَتَهَا قَالَ: كَانَتْ لَهَا أُمُّ عَجُوْزٌ كَبِيْرَةٌ فَجَاءَهُمُ النَّذِيْرُ أَنَّ العَدُوَّ يُرِيْدُ أَنْ يُغِيْرَ عَلَيْكُمْ فَجَعَلَتْ تَحْمِلُهَا عَلَى ظَهْرِهَا فَإِذَا أَعْيَتْ وَضَعَتْهَا ثُمَّ أَلْزَقَتْ بَطْنَهَا بِبَعْضِ أُمِّهَا وَ جَعَلَتْ رِجْلَيْهَا تَحْتَ رِجْلَيْ أُمِّهَا مِنَ الرَمْضَاءِ حَتَّى نَجَتْ. اخرجه عبد الرزاق في مُصَنَّفِهِ

Diriwayatkan dari Yaḥyā bin Abī Katsīr, ia berkata: Setelah Abū Mūsā al-Asy‘arī dan Abū ‘Āmir datang kepada Rasūlullāh s.a.w., maka mereka berdua berbai‘at (sumpah setia) dan memeluk Islam. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Bagaimana sikap seorang wanitamu ketika diajak begini dan begitu (masuk Islam).” Mereka menjawab: Mereka kami tinggalkan pada keluarganya. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya wanita itu memperoleh ampunan.” Mereka bertanya: Apa sebabnya ya Rasūlullāh? Beliau bersabda: “Karena sangat berbakti kepada ibunya. Ia mempunyai ibu yang tua sekali. Ketika ada seorang penyeru bahwa ada musuh hendak menyerang kamu semua ini maka wanita itu membawa ibunya dan digendong pada punggungnya, bila terasa lelah, ibu itu diletakkan sedang perutnya selalu menempel badannya. Dua kakinya ada di bawah dua kaki ibunya sebab panasnya tanah sehingga ibu itu selalu selamat.” (Dikeluarkan oleh ‘Abd-ur-Razzāq di dalam kitab karangannya (Mushannaf-nya).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *