Oleh: Siddiq Osman Noormuhammad
Dalā’il-ul-Khairāt adalah buku tentang shalawat kepada junjungan kita yang mulia, Nabi Muḥammad. Disusun oleh Imām Muḥammad ibn Sulaimān al-Jazūlī r.a. asal Maroko. Ia dikenal sebagai Syaikh Tarekat Syādziliyyah yang garis keturunannya tersambung kepada Imām al-Ḥasan ibn ‘Alī r.a., cucu Nabi. Wafat pada 870 H./1465 M. Ia dianggap sebagai salah seorang dari tujuh shūfī besar Maroko.
Judul lengkap kitab ini adalah Dalā’il-ul-Khairāti wa Syawāriq-ul-Anwār fī Dzikr-ish-Shalāti ‘alan-Nabiyy-il-Mukhtar (petunjuk kebajikan dan panduan terang tentang shalawat kepada Nabi yang mulia). Di antara kitab tentang shalawat, buku ini dikenal paling luas dan paling banyak dibaca. Jika kitab al-Muwaththa’ karya Imām Mālik dianggap sebagai kitab kumpulan hadits pertama maka kitab Dalā’il-ul-Khairāt ini merupakan kitab pertama yang membahas shalawat kepada Nabi s.a.w. Melalui buku ini Imām al-Jazūlī memberikan hadiah yang sangat berharga bagi umat ini. Ia menuliskan beberapa shalawat hasil gubahannya secara spontan dan juga shalawat yang tersimpan di dalam memorinya. Sebagaimana kebiasaan para ‘ulamā’ terdahulu, Imām al-Jazūlī juga menghafal berbagai hal termasuk shalawat-shalawat kepada Nabi s.a.w. Sementara, beberapa shalawat lain yang digubah secara spontan bersumber dari wāridāt (persepsi spiritual) yang Allah limpahkan ke dalam hatinya sebagai penghormatan kepada baginda Nabi yang terkasih. Buku ini tidak menyertakan semua shalawat yang dikenal pada masa hidup Imām al-Jazūlī. Sebab, jika semua dituliskan, tentu akan menghabiskan berjilid-jilid buku. Kita bisa memahami permasalahan ini secara lebih baik jika kita membaca shalawat-shalawat yang dihimpun oleh cicit baginda Nabi s.a.w., yaitu Imām Zain-ul-‘Ābidīn ‘Alī ibn Ḥusain ibn ‘Alī r.a. (38-95 H./658-713 M.) dalam kitab utamanya tentang dzikir kepada Allah yang berjudul as-Shaḥīfat-us-Sajjādiyyah.
Tuturan dan paparan Imām al-Jazūlī sangat istimewa, memercikkan keharuman cintanya kepada Rasūlullāh s.a.w. Tulisannya mengalir lembut dan lancar dengan susunan yang teratur. Kitab ini berhasil diakui dan diterima kaum muslim sehingga banyak ‘ulamā’ yang menuliskan penjelasan (syarḥ) untuk kitabnya itu. Salah satunya adalah karya yang ditulis oleh al-‘Allāmah Mahdī Fāsī yang berjudul Mathāli‘-ul-Masarrāt, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu oleh al-‘Allāmah Muḥammad ‘Abd-ul-Ḥakīm Syaraf-ul-Qādirī. Banyak buku-buku syarah itu yang merujuk kepada kitab Afdhal-ush-Shalawāt (Shalawat Utama) karya Imam Yūsuf ibn Ismā‘īl an-Nabhānīi, yang juga seorang syaikh dalam Tarekat Syādziliyyah. Kitab Dalā’il-ul-Khairāt telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Kara Dāwūd Efendi, yang juga menulis sebuah buku untuk menjelaskan buku ini. Buku ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu oleh Syaikh Pir Muḥammad Karam Syah Saheb dalam kitab Majmu‘atu wazha‘ifi ma‘ Dala’il-il-Khairat.
Salah satu yang sangat menarik dari buku ini adalah bagian pendahuluannya yang bertutur tentang Asmā‘-ul-Ḥusnā dan Asmā’-un-Nabī, yang keduanya merupakan jalan kebaikan.
Dalā’il-ul-Khairāt terbagi menjadi delapan bagian. Karena itu, dianjurkan untuk mulai membaca buku ini pada hari Senin, yaitu bagian Pendahuluan dan Bagian Pertama. Kemudian enam bagian berikutnya dibaca secara berurutan mulai Selesa, Rabu, dan seterusnya hingga hari Aḥad (Minggu) semua bagian buku ini telah dibaca seluruhnya. Masing-masing bagian akan menghabiskan waktu sekitar sepuluh hingga dua puluh menit. Jika anda istiqamah membacanya setiap hari, dalam satu minggu buku ini akan selesai anda baca dan pada minggu berikutnya anda bisa mengulanginya lagi.
Dengan cara ini banyak sālik yang menjadikan Dalā’il-ul-Khairāt sebagai wirid rutin mingguan. Selain rutin membaca kitab ini, mereka juga membaca satu juz al-Qur’ān setiap hari. Para jamā‘ah anggota Tarekat Syādziliyyah mempunyai acara dzikir tahunan yang digelar di Toronto. Dalam acara itu kitab Dalā’il-ul-Khairāt dibaca secara berjamā‘ah dalam satu kali duduk selama kurang-lebih dua jam.
Alḥamdulillāh.
Kitab Dalā’il-ul-Khairāt ini menghimpun shalawat-shalawat untuk Baginda Nabi s.a.w. yang merupakan ungkapan cinta seorang hamba kepada Muḥammad Rasūlullāh. Dan sungguh syaithan menjadi lemah tanpa daya ketika ia memasuki wilayah cinta Sang Nabi.
Dulu, kitab Dalā’il-ul-Khairāt biasanya dicetak di tengah-tengah halaman dan pada bagian sisinya diberi ruang cukup lebar, yang biasanya dipergunakan oleh para pembaca untuk menuliskan bacaan-bacaan yang berharga, termasuk Ḥizb-un-Nashr, Ḥizb-ul-Barr dan Ḥizb-ul-Baḥr karya Imām Abū Ḥasan asy-Syādzilī, juga Ḥizb-un-Nawawī, Ḥizbu Mullah ‘Alī al-Qārī, Ḥizb-udh-Dhurr-il-A‘lā dari Syaikh al-Akbar Muḥy-id-Dīn ibn-ul-‘Arabī, Ḥizb-ul-Bayyūmī, Shalawāt Masyīsyiyyah dari Imām ‘Abd-us-Salām ibn Masyīsyī dan Qashīdah al-Munfarijah, di antara wirid dan dzikir. Juga ada yang menuliskan Qashīdah al-Burdah karya Imām al-Bushīrī. Biasanya qashīdah itu menyajikan akhir yang menakjubkan. Dalā’il-ul-Khairāt berpengaruh besar terhadap kajian kaum muslim mengenai tema shalawat. Salah satu buktinya, kitab Ḥizb-ul-A‘zham karya Ḥadrah Mullah ‘Alī al-Qārī, seorang ‘ulamā’ Ḥanafī, terdiri atas tujuh bagian yang masing-masing bagian dibaca dalam satu hari. Kemudian, kitab itu menyajikan beberapa shalawat yang biasanya dibaca pada hari Jum‘at. Sebagian besar shalawat yang dituliskan dalam kitab ḥizib ini bersumber dari Dalā’il-ul-Khairāt.
Para wali dan para ‘ulamā’ mengetahui bahwa shalawat merupakan bahasa hati yang didasarkan atas kecintaan kepada Baginda Nabi Muḥammad s.a.w.