Hati Senang

Al Muraja’at | Dialog No.3 s.d No.4

Al Muraja'at Oleh : Sayyid Syarafuddin Al-Musawi Penerjemah : Pedar Haidar Penerbit : Busyra, Kaliurang

DIALOG NOMOR 3

7 Zulkaidah 1329 H

1. Mengapa kaum Syi’ah tidak berpegang pada mazhab-mazhab Jumhur (mayoritas) kaum muslim?

2. Kebutuhan akan persatuan.

3. Tak akan ada persatuan kecuali dengan mazhab Jumhur.

1. Kini saya hanya ingin bertanya, mengapa kalian (kaum Syi’ah) tidak berpegang pada mazhab-mazhab Jumhur (mayoritas) kaum muslim? Yang kumaksudkan ialah mazhab Asy’ari dalam ushuluddin (pokok-pokok keimanan); dan mazhab yang empat dalam soal-soal furuk (cabang-cabang hukum syariat)? Padahal kaum Salaf (orang- orang terdahulu) yang baik-baik telah beramal dengannya? Mereka melihatnya sebagai mazhab-mazhab yang paling adil dan utama. Mereka sepakat beribadah dengannya, pada setiap tempat di setiap waktu dan sependapat atas keadilan (kebenaran) para imam itu, ijtihad dan usaha yang sungguh-sungguh dari mereka, (selain sifat), kejujuran, warak (berhati-hati dalam melakukan sesuatu), zuhud (menjauhkan diri dari kemewahan duniawi), kebersihan nama, kesucian jiwa, keluhuran budi, serta ketinggian derajat mereka dalam hal ilmu dan amal.

2. Betapa kita semua kini amat membutuhkan kembalinya persatuan antara kita, yang tentunya akan terwujudkan sekiranya kalian mau berpegang pada mazhab-mazhab itu, dengan mengikuti pandangan umum masyarakat Islam.

Lebih-lebih di saat sekarang ini, musuh-musuh agama Islam telah menguatkan hatinya untuk mengkhianati kita. Semua jalan ditempuhnya untuk menghancurkan kita. Dihidupkan pikiran dan semangatnya untuk itu. Dibangkitkan hati dan perasaan mereka. Namun kaum muslim tiada sadar juga. Mereka terlena dalam tidurnya yang lelap. Bahkan ikut dalam penghancuran dirinya sendiri, dengan berpecah belah dan mengoyakkan persatuannya dalam kota-kotak ashabiyah (fanatisme) yang sempit, maka bercerai-berailah mereka itu. Saling menyesatkan, dan saling berlepas tangan dari yang lain. Dengan itu atau cara-cara seperti itu kita diterkam oleh serigala-serigala, dan tidak lagi ditakuti oleh anjing-anjing.

3. Apakah Anda tidak sependapat dengan apa yang kami katakan? Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada Anda untuk dapat berusaha mengutuhkan kembali keretakan ini. Kami siap menyimak ucapan Anda. Siap pula melaksanakan perintah

Wassalam,

(S)


DIALOG NOMOR 4

8 Zulkaidah 1329 H

1. Dalil-dalil syariat mewajibkan berpegang pada mazhab Ahlulbait (keluarga Rasulullah saw).

2. Tiada dalil yang mewajibkan berpegang pada mazhab Jumhur.

3. Kaum muslim pada tiga abad pertama tidak mengenalnya.

4. Tetap terbuka pintu ijtihad.

5. Memulihkan persatuan dengan cara menghormati mazhab Ahlulbait.

1. Jika dalam kenyataannya kami, kaum Syi’ah, tidak berpegang pada mazhab Asyari dalam hal ushuluddin, dan mazhab yang empat dalam soal cabang syariat, maka ini sekali-kali bukan karena kami ingin menggolong atau karena ta’ashshub (fanatisme buta); bukan pula karena meragukan upaya yang sungguh-sungguh (ijtihad) para pemimpin mazhab-mazhab itu; juga bukan karena (kami menganggap) mereka itu tidak memiliki kemampuan, kejujuran, kebersihan jiwa, ataupun ketinggian ilmu dan amal.

Akan tetapi, alasannya ialah bahwa dalil-dalil (petunjuk) syariat telah memaksa kita untuk berpegang hanya pada mazhab Ahlulbait, keluarga rumah tangga Rasulullah, pusat kenabian dan risalah, tempat persinggahan para malaikat, dan tempat turunnya wahyu Alquran. Hanya dari merekalah kami mengambil cabang-cabang agama dan akidahnya; ushul fikih dan kaidahnya; ilmu-ilmu akhlak; etika dan moral. Hal itu semata-mata karena kami tunduk pada hasil kesimpulan dalil-dalil dan bukti-bukti serta sepenuhnya mengikuti petunjuk dan jejak penghulu para nabi dan Rasulullah saw.

Sekiranya bukti-bukti dan dalil-dalil itu memberikan peluang pada kami untuk berbeda pendapat dari para Imam dari keluarga Muhammad saw; ataupun terdapat kemungkinan mencapai niat pendekatan diri kepada Allah dengan cara beramal atas dasar suatu mazhab di luar mazhab mereka, niscaya kami pun akan mengikuti jejak Jumhur (mayoritas) muslim dan berpegang dengan apa yang mereka pegang; demi memperkuat persaudaraan dan mempererat tali persatuan.

Namun adanya dalil-dalil yang pasti dan meyakinkan itulah, yang telah menghilangkan pilihan lain bagi setiap orang mukmin, dan menghalanginya dari apa yang diinginkannya (andaikata ia ingin memilih sesuatu yang lain)!

2. Betapa pun, apa yang dinamakan sebagai Jumhur itu tidak memiliki sesuatu dalil bahwa mazhab mereka itu lebih utama dari yang lain. Apalagi yang menetapkan kewajiban dan keharusan beramal dengannya! Kami telah meneliti dalil-dalil kaum muslim dengan seteliti-telitinya, tapi kami tidak berhasil mendapatkan sesuatu yang mendukung hal itu, kecuali apa yang Anda sebutkan tentang usaha sungguh-sungguh (ijtihad) para pemimpin pemuka mazhab-mazhab itu dan sifat-sifat kejujuran, ketulusan dan ketinggian martabat dan kedudukan mereka.

Namun tentunya Anda pun mengetahui bahwa ijtihad, amanat, kejujuran serta ketinggian kedudukan itu tidaklah hanya terbatas pada mereka. Maka itu, bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, kita dapat mengatakan bahwa hanya mazhab mereka sajalah yang wajib diikuti secara pasti?

Tidak pernah terlintas di pikiranku, bahwa ada orang yang kiranya berani melebihkan mereka itu-baik dalam ilmu ataupun amal-di atas para Imam kami. Sedangkan mereka itu adalah pemuka-pemuka keluarga suci Nabi saw, bahtera-bahtera penyelamat umat, pintu pengampunan, jaminan untuk tidak bertentangan dalam agama, tokoh tokoh pemberi petunjuk ke jalan yang benar. Milik berharga Rasulullah saw dan peninggalannya bagi umatnya!1Sedangkan beliau telah bersabda, “Janganlah kalian mendahului mereka, nanti kalian binasa. Jangan pula kalian ketinggalan dari mereka, nanti kalian binasa. Jangan kalian mengajari mereka, karena mereka lebih pandai dari kalian.

Tetapi begitulah politik kekuasaan! Alangkah banyaknya yang diakibatkan oleh politik pada permulaan sejarah Islam.

Yang mengherankan ialah keterangan Anda bahwa para Salaf (pendahulu) yang baik-baik telah berpegang pada mazhab-mazhab yang Anda sebutkan, dan bahwa mereka menilainya sebagai yang paling benar dan paling utama; dan bahwa mereka telah sepakat beramal dan beribadah dengan ajaran-ajarannya, pada pada setiap tempat dan di setiap zaman.

Seakan-akan Anda tidak mengetahui bahwa orang-orang terdahulu dan pengikut mereka yang datang kemudian di antara para pengikut setia (syi’ah) keluarga Rasulullah saw yang baik-baik-dan mereka itu merupakan separuh dari jumlah kaum muslimim dalam arti eksistensinya semenjak pertama berpegang teguh pada mazhab para Imam yang mulia dari keluarga suci Rasulullah saw. Tidak pernah mereka berubah arah; begitulah keadaan mereka, dari semenjak masa Ali bin Abı Thalib dan Fathimah sampai sekarang ini; dan sebelum (lahirnya) Asy’ari atau salah satu dari pemuka-pemuka mazhab yang empat ataupun ayah- ayah mereka, seperti yang diketahui.

3. Adalah suatu kenyataan bahwa orang-orang di tiga abad pertama (dalam permulaan sejarah Islam) secara mutlak tidak pernah berpegang pada sesuatu dari mazhab-mazhab tersebut. Di manakah gerangan mazhab-mazhab itu pada tiga abad pertama? Padahal itu adalah masa-masa yang terbaik? Sedangkan Asy’ari dilahirkan tahun 277 H dan wafat setelah tahun 330 H. Ibnu Hambal lahir tahun 164 H dan meninggal 241 H. Syafi’i lahir tahun 150 H dan wafat tahun 204 H. Malik lahir tahun 95 H dan meninggal tahun 179 H.2 Abu Hanifah lahir tahun 80 H dan wafat tahun 150 H.

Sementara orang-orang Syi’ah berpegang pada ajaran para Imam dari Ahlulbait, dan tentunya Ahlulbait (yaitu keluarga rumah-tangga Rasulullah saw) lebih mengetahui tentang isi rumah-tangga itu; pada saat mana orang selain mereka yang mempraktikkan pendapat para ulama dari sahabat dan tabiin.

Lantas, apakah sebenarnya yang telah menetapkan atas kaum muslim seluruhnya-setelah tiga abad kemudian keharusan mengamalkan ajaran mazhab-mazhab tertentu itu, di luar ajaran dan mazhab yang telah dipraktikkan sebelumnya?

Alasan-alasan apakah yang telah menyebabkan mereka berbelok arah dari Ahlulbait “Padanan kitab Allah, dan para penulisnya, sanak-kerabat dan keluarga terdekat Rasulullah saw, bahtera penyelamat dan pemimpin bagi umat serta jaminan keselamatan dan pintu pengampunan baginya?”3

4. Apakah juga yang telah menutup rapat pintu ijtihad di hadapan kaum muslim setelah ia terbuka lebar-lebar bagi mereka selama tiga abad? Bukankah itu semata-mata karena keinginan menyerah pada kelemahan, tanda kecenderungan untuk bermalas-malasan, kerelaan atas segala kekurangan dan berpuas diri dengan kebodohan? Siapakah yang, secara sadar atau tidak, dengan senang hati menyatakan bahwa Allah telah mengutus Nabi yang paling utama di antara para nabi dan rasul-Nya, membawa sebaik-baik agama dan syariat-Nya dan menurunkan sebaik-baik kitab di antara kitab-kitab-Nya, yang berisikan sebaik baik hukum dan aturan- aturan-Nya, kemudian Dia telah menyempurnakan baginya agama Nya, dan mencukupkan baginya nikmat-Nya, dan mengajari segala pengetahuan tentang apa yang telah ada dan akan terjadi; kemudian semuanya itu akan habis dan berhenti pada para pemuka mazhab-mazhab itu, yang lalu memonopolinya dan menyimpannya untuk mereka sendiri; sehingga tidak mungkin lagi sesuatu daripada ilmu ilmu itu dicapai seseorang kecuali lewat jalan mereka? Dan seakan-akan agama Islam dengan kitab (Alquran) dan sunah (nabi) Nya, serta semua tanda dan bukti-bukti tentang kebenarannya, adalah milik pribadi mereka saja? Dan bahwa mereka ini tidak membolehkan orang lain menyentuh dan menggunakannya tanpa mengikuti pendapat mereka?

Apakah mereka itu ahli waris-ahli waris para nabi? Ataukah Allah telah menjadikan mereka sebagai penutup para ahli waris dan para Imam? Ataukah Allah telah mengajari mereka ilmu dan pengetahuan tentang apa yang telah dan akan terjadi, dan menganugerahi mereka sesuatu yang tidak pernah Dia mengaruniakannya atas orang lain di seluruh alam raya ini? Tidak!

Mereka itu seperti juga halnya para tokoh ulama yang lain; yang menguasai ilmu yang luas, menjaga, memelihara serta mengajak manusia-manusia lainnya untuk mempelajarinya. Mustahil mereka itu akan menutup pintu atau menghalangi jalan menuju ke sana. Tidak mungkin mereka memmpunyai keinginan mengekang akal dan pikiran orang banyak; atau menutup penglihatannya, mengunci hati, menyumbat telinga, mengelabui pandangan, membungkam mulut, membebelenggu tangan, kaki dan leher! Dan tidaklah akan menuduhkan sifat-sifat keji seperti itu ke alamat para ulama kecuali seorang pembohong besar. Hal itu dapat dibuktikan dengan ucapan-ucapan mereka sendiri!

5. Kini tibalah saatnya kita kembali mengalihkan perhatian pada apa yang telah Anda sebutkan, yaitu soal usaha mempersatukan kembali kaum muslim.

Menurut pendapatku, hal itu tidak bergantung pada beralihnya kaum Syi’ah dari mazhab mereka. Ataupun beralihnya Ahlusunnah dari mazhab mereka. Sebaliknya, [hal itu] meniscayakan kaum Syi’ah sendiri untuk beralih dari mazhab mereka tanpa mengharuskan pihak yang lain untuk berbuat yang sama, adalah suatu usaha yang tidak punya dasar sama sekali, bahkan berlawanan dengan kebenaran, dan juga pada akhirnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, sesuai dengan apa yang kami kemukakan.

Namun, membina kembali persatuan dan kesatuan kaum muslim dapat terlaksana, jika saja kalian-Ahlusunnah-mau mencatat dan mengesahkan mazhab Ahlulbait, dan menganggapnya sebagai salah satu dari mazhab-mazhab kaum muslim yang lain. Sedemikian rupa sehingga pandangan pengikut Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hambali terhadap mazhab kaum Syi’ah (pengikut keluarga rumah tangga Rasulullah saw) sama saja seperti pandangan masing-masing terhadap mazhab lainnya. Dengan ini akan tercipta kembali persatuan kaum muslim dan terbina kesatuan mereka!

Sejatinya, perbedaan pendapat antara sesama mazhab Ahlusunnah yang satu dengan yang lainnya, tidak lebih sempit dari perbedaan yang ada antara mazhab-mazhab itu dengan mazhab Syi’ah.

Hal ini dapat ditunjukkan dalam ribuan karangan kedua pihak, baik dalam soal-soal furuk ataupun dalam ushul. Lantas, apa sebabnya banyak di antara kalian mengecam dengan kerasnya kaum Syi’ah karena berbeda pendapat dengan Ahlusunnah? Sedangkan mereka tidak mengecam Ahlusunnah karena berbeda pendapat dengan Syi’ah? Bahkan juga tidak mengecam ketidaksepakatan antara mereka sendiri satu sama lain?

Seandainya dapat dibenarkan adanya empat mazhab, mengapa tidak dibenarkan jumlah itu menjadi lima? Bagaimana dapat dikatakan bahwa adanya empat mazhab adalah tepat untuk mempersatukan kaum muslim, tetapi jika jumlah itu ditambah satu lagi menjadi lima, maka hal itu mengakibatkan terkoyaknya persatuan dan bercerai berainya kaum muslim!

Seandainya Anda ketika berseru kepada kami ke arah mempersatukan mazhab, pada saat yang sama juga berseru kepada keempat mazhab lainnya untuk maksud yang sama, pasti hal itu akan terasa lebih ringan bagi Anda sendiri maupun bagi mereka Tapi mengapa Anda mengkhususkan seruan ini bagi kami?

Apakah Anda berpandangan mengikuti Ahlulbait bisa menyebabkan purusnya tali persatuan dan terurainya ikatan kesatuan, sedangkan mengikuti kelompok kelompok lainnya menyebabkan bertemunya hati dan bersatunya jiwa, sekalipun adanya perbedaan pendapat dan pikiran serta beraneka ragamnya ideologi dan keinginan?

Jauh sekali sangkaan kami terhadap pribadi Anda dari masalah seperti itu. Dan itu pasti tidak selaras dengan yang kami ketahui dari hal kecintaan Anda yang amat besar kepada para kerabat Rasulullah saw.

Wassalam,

(SY)

Catatan:

  1. Sifat-sifat tentang Ahlulbait (keluarga Nabi saw) ini adalah sesuai dengan yang disebutkan oleh Rasulullah saw sebagaimana yang dapat dibaca antara lain dalam Dialog No 8 dalam buku ini, (-penerj)
  2. Ibnu Khallikan menyebutkan dalam kitabnya Wafayat al-A’yan bahwa Malik berada dalam kandungan ibunya selama tiga tahun. Begitu juga Ibnu Qutaibah menyebutkannya dalam kitabnya, Al-Ma’arif, hal. 170, (SY)
  3. Lihat Dialog No.8, (penerj.).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.