Akibat Berpegang Kepada Amal – Hakikat Hikmah Tauhid & Tashawwuf

Hakikat Hikmah Tauhid dan Tashawwuf
(al-Hikam)

Karya: Dr. Muhibbuddin Waly

Penerbit: Gunung Jati – Jakarta.

1. AKIBAT BERPEGANG KEPADA AMAL

 

. مِنْ عَلَامَاتِ الْاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلَلِ

Sebagian tanda berpegang ke atas ‘amal, yaitu kurang harapannya kepada ALLAH ketika adanya kesalahan-kesalahan.

 

Ini adalah Kalam Hikmah pertama kali yang dikemukakan oleh Imam IBNU ‘ATHĀ’ILLĀH AL-ISKANDARĪ.

Pengertian dari Kalam Hikmah pertama ini sebagai berikut:

1. Bahwa kita ummat manusia sebagai makhlūq Allah s.w.t., ada 3 tingkat.

  1. TINGKATAN AL-‘IBĀD

(الْعِبَادُ)

Orang-orang yang dalam tingkatan ini, mereka mengerjakan sembahyang, puasa dan lain-lainnya dari ajaran-ajaran agama, juga apabila mereka menjauhkan larangan-larangan Allah, maksud mereka dengan melaksanakan ‘amal ‘ibādah itu semoga dapat masuk syurga, berbahagia di dalamnya dan terlepas dari ‘adzāb siksaan neraka. Atau maksud mereka ialah untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi dan diselamatkan oleh Allah s.w.t. dengan sebab ‘amal ‘ibādahnya itu dari macam-macam malapetaka, baik di dunia maupun di akhirat.

 

  1. TINGKATAN AL-MURĪDŪN.

(الْمُرِيْدُوْنَ)

Orang-orang yang dalam tingkatan ini mereka berbuat taat pada ajaran-ajaran agama, tidak lain maksud mereka terkecuali untuk bagaimana sampai kepada Allah, bagaimanapun agar terbuka segala sesuatu yang menutup hati mereka, semoga kiranya hati mereka dilimpahkan rahasia-rahasia halus dan yang baik-baik oleh Allah s.w.t.

 

  1. TINGKATAN AL-‘ĀRIFŪN

(الْعَارِفُوْنَ)

Hamba-hamba Allah yang dalam tingkatan ini meskipun mereka ber‘amal ‘ibādah begitu banyak, tetapi sedikitpun mereka tidak melihat bahwa mereka mengerjakan ‘ibādah itu untuk maksud-maksud di atas, tidak terbayang di dalam hati mereka bahwa mereka ber‘amal, tetapi hati mereka selalu tertuju bahwa Allah s.w.t. yang berbuat segala sesuatu pada hakekatnya. Mereka tenggelam dalam lautan, ridha qadar Ilahi dan mereka bergantung pada tali qadhā’ Yang Maha Pengasih dan Penyayang, sebagaimana Firman Allah s.w.t. dalam al-Qur’ān surat ash-Shāffāt juz, 23 ayat 96:

(وَ اللهُ خَلَقَكُمْ وَ مَا تَعْمَلُوْنَ)

Dan sesungguhnya Tuhan yang telah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”

Dan Firman Allah dalam Surat al-Qashash juz 20, ayat 68:

(وَ رَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَ يَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانُ اللهِ وَ تَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ.)

Dan Tuhan engkau menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilih-Nya. Mereka tidak dapat memilih. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (dengan Tuhan itu).

  1. Menurut Kalam Hikmah di atas bahwa yang dimaksud dengan “Tanda” yang kita bahas di sini adalah buat tanda tingkat pertama dan kedua. Maksudnya, bahwa tingkatan pertama “AL-‘IBĀD”, tingkatan yang kedua “AL-MURĪDŪN”, menurut kaca mata Ilmu Tashawwuf termasuk belum baik apabila dibandingkan dengan tingkatan ketiga. Sebab apabila kita masih dalam tingkatan pertama dan kedua maka akibatnya ialah sebagai berikut:
  2. Pada tingkat pertama apabila seseorang itu mengerjakan perbuatan maksiat dalam arti yang luas, seperti tidak menjalankan perintah Allah s.w.t., maka mengakibatkan kurang harapnya kepada Allah atas maksudnya yaitu bahagia di surga dan selamat dari ‘adzab dan siksaan neraka. Harapannya kepada Allah kuat dan bertambah apabila ia ber‘amal, tetapi apabila tidak maka harapannya yang tadi akan turun dan berkurang.
  3. Demikian pula pada tingkatan “AL-MURĪDŪN”. Dengan ‘amal ‘ibadah maka ia gembira. Karena itu maka ‘ibadahnyalah yang menjadi sebab menyampaikan harapan-harapannya. Tetapi apabila ‘ibadahnya berkurang maka akan berkurang pula harapannya kepada Allah s.w.t. Inilah akibatnya apabila kita berpegang pada ‘amal, tetapi tidak berpegang kepada Allah.

Adapun tingkatan ketiga ini adalah tingkatan yang mulia di sisi Allah s.w.t. Sebab apabila kita telah sampai pada tingkatan ini, kita akan fanā’ dan kita akan tenggelam di dalam qadar, dan qadha’ Allah. Sama saja pada kita apakah kita mengerjakan ta‘at maka tidak terlihat oleh kita bahwa itu adalah karena daya dan kekuatan kita. Ataukah kita pernah meninggalkan ajaran-ajaran agama, namun hati kita selalu mengharapkan keridhaan-Nya dan takut kepada-Nya. Tidak bertambah harapan kepada Allah apalagi karena ihsan yang kita kerjakan dan tidak pula berkurang taqwa kita kepada-Nya disebabkan kesalahan yang kita lakukan.

  1. Karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk sampai ke tingkatan ketiga ini ialah dengan “MUJĀHADAH” ya‘ni kita harus memerangi hawa nafsu kita dengan latihan-latihan seperti yang telah diatur Ilmu Tashawwuf. Dan kita harus banyak ingat kepada Allah dalam segala gerak-gerik kita seperti yang diatur oleh Ilmu tersebut. Maka dengan latihan-latihan memerangi hawa nafsu dan selalu mengingat Allah s.w.t. kita akan sampai ke tingkatan “AL-‘ĀRIFŪN” sebagaimana telah digambarkan di atas.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *