31 Tips Mengais Rezeki Halal – Profesional dalam Bekerja – Rezeki Para Wali & Nabi (4/4)

Rezeki Para Nabi dan Wali
TIP-TIP MENGAIS REZEKI HALAL

Oleh: Yusni Amru Ghazali

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Rangkaian Pos: Tips Mengais Rezeki Halal - Rezeki Para Wali & Nabi

Profesional dalam Bekerja

 

Di lingkungan kerja, swasta atau pemerintah, mungkin istilah profesional sudah sangat populer. Itu karena, profesional sudah menjadi tuntutan, baik oleh karyawan sendiri demi meningkatkan kualitas dirinya atau oleh perusahaan demi menambah kepercayaan pelanggan. Terkadang, istilah “profesional” ini menjadi kelakar untuk mengejek teman atau bahkan untuk mengomplain lembaga atau perusahaan yang ceroboh, seperti tuduhan: “Anda tidak profesional”. Istilah ini, menjadi tren dan berkembang, terutama saat sistem mu‘amalah dan industri di sebuah negara mulai maju.

Rasūlullāh s.a.w. telah menampakkan prinsip ini pada umatnya. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu ‘Abbās r.a., Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

Siapa yang mengangkat seseorang dari suatu kelompok, padahal di antara mereka masih ada yang lebih mampu dan lebih baik, maka ia telah mengkhianati Allah dan Rasūl-Nya serta seluruh orang beriman.” (HR. al-Ḥākim).

Berdasar pada hadits di atas, seseorang bisa saja dianggap telah mengkhianati Islam ketika ia mengabaikan cara yang benar dalam memilih dan mengangkat karyawan atau pejabat. Islam, telah menanambah fondasi yang kokoh dalam sistem rekrutmen untuk perusahaan dan lebih-lebih untuk jabatan di pemerintah. Dasarnya adalah kemampuan atau kompetensi. Jadi, Islam melihat bahwa hanya profesionalisme atau kompetensi inilah standar yang bisa digunakan untuk mengangkat seseorang menjadi pejabat.

Namun, banyak orang yang masih mementingkan standar lain dalam mengangkat seseorang dalam jabatan atau pekerjaannya. Seperti, hanya karena hubungan darah, kesukuan, alumni, dan lain sebagainya. Inilah yang namanya nepotisme. Tindakan ini sangat merugikan, terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan.

Nepotisme adalah kezhaliman yang merugikan masyarakat. Selain merusak kepribadian, ia juga merusak tatanan sosial yang diimpikan bersama. Orang-orang yang hidup dalam lingkaran syaithan ini, semuanya, tidak bertaqwa pada Allah melainkan berkhianat pada Allah dan Rasūlullāh. Tidak hanya itu, bila nepotisme dilakukan pejabat pemerintah berarti ia juga telah berkhianat pada rakyat. Mereka, secara otomatis terhalang mendapatkan rezeki min ḥaitsu lā yaḥtasib karena rezeki semacam itu hanya diperuntukkan bagi orang yang bertaqwa. Allah berfirman:

وَ مَنْ يَتَّقِ اللهِ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ.

Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. ath-Thalāq [65]: 2-3).

Intinya, profesionalisme adalah paham yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan ketulusan dalam bekerja demi menjauhi tindakan yang merugikan pihak lain. Islam sangat menganjurkan kita menjaga kemaslahatan bersama. Sehingga, untuk mengemban tugas penting tersebut, diperlukan profesionalisme.

Oleh karean itu, jangan pernah memberikan tugas kepada orang yang bukan ahlinya. Sehingga, tidak merusak nilai-nilai keadilan. Bahkan, meskipun orang yang ahli tersebut dari kelompok, suku, keluarga atau alumni tertentu yang tidak kita sukai, kita harus tetap mengangkatnya menjadi pejabat atau karyawan jika memang mampu dan ahli di bidangnya. Cara kerja dan pola pikir semacam itu lebih dekat pada ketaqwaan, dan berarti lebih dekat pada rezeki min ḥaitsu lā yaḥtasib.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ للهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mā’idah [5]: 8).

Jadi, untuk mendapatkan rezeki min ḥaitsu lā yaḥtasib, kita harus menciptakan lingkungan yang adil tanpa ada setitik pun praktik nepotisme. Itulah, profesionalisme yang sejati menurut Islam. Yakni, ketika karyawan bekerja menurut keahliannya dan atasan memilih orang sesuai dengan kemampuannya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *