26 Silaturahmi Tak Sekadar Berkunjung-kunjungan – Rezeki Para Wali & Nabi

Rezeki Para Nabi dan Wali
TIP-TIP MENGAIS REZEKI HALAL

Oleh: Yusni Amru Ghazali

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Silaturahmi Tak Sekadar Berkunjung-kunjungan

Kadang kita, tanpa sadar, mempersempit makna silaturahmi hanya sekadar mengunjungi saudara atau teman. Padahal, ia berarti luas, tak hanya dengan berkunjung, tidak pula terbatas pada saudara atau teman. Sebab, pernikahan pun bisa menjadi sarana untuk silaturahmi, baik itu untuk menjalin kembali hubungan saudara yang “jauh” agar lebih dekat, atau menjalin hubungan persahabatan agar menjadi kerabat.

Diriwayatkan dari Anas bin Mālik r.a., bahwa Nabi s.a.w. bersabda:

Siapa yang menikahi wanita karena kemuliaannya, maka Allah akan membuatnya semakin hina. Siapa yang menikahinya karena harta, maka Allah akan membuatnya semakin miskin. Siapa menikahinya karena nasab, maka Allah akan membuatnya semakin rendah. Dan, siapa menikahi perempuan untuk menjaga pandangan mata, menjaga kemaluan, dan menyambung silaturahmi, maka Allah akan memberikan keberkahan bagi pasangan tersebut.” (HR. ath-Thabrānī).

Yang paling penting dari silaturahmi adalah spirit untuk menambah dan menjaga persaudaraan, dengan berbagai bentuk dan macamnya. Berkunjung dari rumah ke rumah hanyalah satu dari sekian bentuk praktik silaturahmi. Bahkan, sedekah kepada saudara yang membutuhkan bantuan finansial, juga termasuk silaturahmi.

Imām at-Tirmidzī meriwayatkan hadits ḥasan dari Salmān bin ‘Āmir r.a., bahwa Nabi s.a.w. bersabda:

الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحْمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ.

Sedekah kepada orang miskin itu bernilai pahala sedekah saja, sedangkan sedekah kepada kerabat mengandung dua pahala, yaitu pahala sedekah dan silaturahmi.

Saat ini, zaman semakin canggih, fasilitas dan sarana komunikasi semakin banyak dan kreatif. Jika semua itu, kita manfaatkan untuk menjaga silaturahmi, in sya’ Allah akan terkabulkan, seperti panjang umur dan rezeki yang luas.

Islam adalah agama yang sangat gencar menda‘wahkan rasa persaudaraan, bukan hanya pada sanak bahkan secara lebih luas kepada sesama muslim, apa pun suku dan rasnya. Ini karena, Islam sebagai agama, membutuhkan persatuan umat agar mereka tidak mudah diadu-domba dan dibuat saling bermusuhan antara satu dan yang lainnya.

Umat yang saling bertikai dan curiga antara satu dan yang lainnya, secara psikologis akan menutup diri untuk memberi kasih-sayang. Padahal, kasih-sayang adalah awal di mana keterbukaan pintu dan potensi rezeki kita bermula.

Memang, Allah yang memberi kita rezeki, tapi bukankah rezeki itu datang dengan perantara tangan-tangan orang yang ada di sekitar kita? Jadi, bagaimana mungkin kita mendapatkan kemudahan rezeki, jika semangat permusuhan yang justru kita dendangkan? Inilah, satu dari sekian bukti rasional kenapa silaturahmi menjadi pintu pembuka rezeki bagi kita.

Intinya, segala bentuk spirit permusuhan dan pertikaian akan menutup pintu rezeki. Logika dasarnya, karena tidak ada “musuh” yang rela dengan senang hati, memberi kita kesempatan untuk bahagia. Itulah sebabnya, Allah dengan sunnah-Nya memutus rahmat pada manusia yang hatinya dipenuhi semangat permusuhan, baik pada saudara biologisnya atau pada saudara ideologisnya. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

Sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan makhluk. Apabila sebagian dari mereka selesai diciptakan, rahim berdiri dan berkata: “Apakah tempatku ini, tempat bagi orang yang berlindung kepada-Mu dari memutus silaturahmi?” Allah menjawab: “Benar. Tapi, apakah kamu rela bila orang yang menjalinmu Aku beri rahmat dan orang yang memutusmu Aku putus ni‘mat-Ku?” Rahim itu menjawab: “Aku rela.” Allah berfirman: “Baik. Maka demikianlah ketentuan untukmu.” (HR. al-Bukhārī-Muslim).

Itulah, hadits shaḥīḥ yang menguatkan bahwa sudah menjadi sunnatullāh, orang yang memutuskan tali persaudaraan akan lepas dari rahmat Allah. Padahal, sumber segala kebahagiaan dan kesejahteraan makhluk hidup di alam semesta ini – baik pada fisik maupun psikis – adalah kasih-sayang Allah (ar-Raḥmān). Tidak bisa dibayangkan, apa yang terjadi dan nasib apa yang akan menimpa, jika Allah menghentikan kasih-sayangNya pada seseorang.

Adapun sosok yang paling utama untuk selalu kita jaga selalu hubungan silaturahminya adalah ibu. Meskipun, saat ini kita telah lahir, tumbuh dewasa dan lepas dari rahim ibu, tapi dialah satu-satunya manusia di dunia ini yang pernah mengandung kita.

Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

Siapa yang ingin umurnya panjang dan rezekinya ditambah, hendaklah berbakti pada kedua orangtuanya dan menyambung silaturahmi.” (HR. Aḥmad).

Silaturahmi adalah syiar Islam, tidak ada agama lain yang getol menyuarakan silaturahmi selain agama Islam. Belajar dari umat-umat terdahulu, yang sangat gemar mencederai saudara sendiri meskipun itu masih sekandung, hingga akhirnya melahirkan berbagai petaka sosial, Rasūlullāh s.a.w. mencontohkan akhlak baru yang paripurna yaitu silaturahmi.

Inilah, tradisi yang menjadi ciri khas Islam di mata dunia, bahkan Abū Sufyān saat ditanya Heraclius tentang apa saja da‘wah Rasūlullāh s.a.w.? Ia menjawab:

Beliau memerintahkan kami untuk shalat, menjaga kesucian, dan menjalin silaturahmi.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).

Tiga elemen da‘wah Rasūlullāh s.a.w., yang diungkapkan Abū Sufyān tersebut adalah hal baru yang tidak akrab bagi umat-umat terdahulu. Shalat, mengajarkan manusia untuk tetap intens berhubungan dengan sang Khāliq, menjaga kesucian adalah prinsip untuk menjaga harga diri dan kemuliaan manusia, dan yang terakhir, silaturahmi adalah lambang kecintaan hidup harmonis antara satu dengan yang lain.

Itulah, tiga pilar utama, yang jika diterapkan secara serius dan intens, mampu menciptakan bangsa yang ideal, layaknya masyarakat yang dibangun Rasūlullāh s.a.w. di Madīnah atau sering disebut sebagai masyarakat madani.

Silaturahmi tidak hanya prinsip yang menjanjikan kemashlahatan individu, tapi ia termasuk syiar yang harus kita gencarkan. Sebagai bukti, bahwa Islam adalah agama yang secara sistematis mengajarkan kasih-sayang bahkan meyakininya sebagai sumber rezeki dan kebahagiaan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *