Banyak orang beranggapan bahwa rutin membaca surah al-Wāqi‘ah dapat melancarkan rezeki. Anggapan ini bukan tanpa dasar karena memang ada hadits yang menegaskan bahwa membaca surah al-Wāqi‘ah pada pagi dan sore hari membuat seseorang lepas dari belenggu kemiskinan.
Al-Qur’ān adalah mu‘jizat, maka wajar jika salah satu surahnya memiliki kekuatan melancarkan rezeki, karena itu juga bagian dari kemu‘jizatan. Tapi, tidak berarti bahwa surah al-Wāqi‘ah bisa menjadi mantra yang membuat orang kaya.
Memposisikan al-Wāqi‘ah sebagai mantra berbeda dengan memposisikannya sebagai sumber inspirasi. Seseorang bisa menganggap surah al-Wāqi‘ah sebagai mantra jika ia hanya tahu khasiat surah itu tanpa tahu kandungan maknanya. Apalagi, beranggapan bahwa surah al-Wāqi‘ah berisi doa-doa pengijabah rezeki. Padahal jika kita selisik, hanya sedikit ayat-ayat al-Wāqi‘ah yang khusus berbicara rezeki.
Dari namanya saja, al-Wāqi‘ah merupakan salah satu nama lain dari Hari Kiamat. Dan, secara umum surah itu diawali dengan suasana kejadian di Hari Kiamat. Kemudian, berbicara Hari Pembalasan, yang berdasarkan amalnya, manusia terbagi menjadi tiga: golongan kanan, golongan kiri, dan golongan orang yang lebih dulu beriman.
Dari ketiga golongan itu, yang paling banyak dibicarakan oleh surah al-Wāqi‘ah adalah golongan kiri. Mereka adalah manusia yang ketika hidup di dunia diberi kemewahan oleh Allah s.w.t. Tapi, mereka terus-terusan melakukan dosa besar sambil mencibirkan kehidupan setelah mati. Mereka berkata: “Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? Apakah nenek-moyang kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”
Pertanyaan itu adalah ejekan dari manusia golongan kiri yang tak bisa bersyukur. Mereka melalaikan Dzāt yang telah memelihara hidup mereka, Dzāt yang menumbuhkan benih tanaman dan menurunkan air dari langit. Mereka memanfaatkan semua karunia Allah untuk mendustai peringatan-Nya. Dalam surah ini, Allah bertanya pada golongan kiri: “Apakah kamu menganggap remeh berita ini (al-Qur’ān), dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima justru untuk mendustakan(-Nya)?”
Gambaran nasib golongan kiri di akhirat yang dikabarkan al-Wāqi‘ah, mengingatkan kita untuk terus bersyukur atas rezeki dan karunia dalam segala kondisi dan keadaan. Surah itu, mewanti-wanti kita untuk tidak seperti golongan yang sukses meraih dunia, tapi kufur dan ingkar. Target yang diinginkan al-Wāqi‘ah adalah agar kita menjadi golongan kanan. Yang bekerja dengan niat ibadah, berapa pun hasilnya disyukuri, dan meyakini bahwa surga adalah kesuksesan yang sejati.
Membaca al-Wāqi‘ah disertai perenungan makna dan kandungannya, mampu menumbuhkan spirit dalam hati untuk beribadah mencari rezeki dan kesuksesan tanpa kekufuran. Al-Wāqi‘ah menanamkan semangat bersyukur dan sadar akan kemurahan Allah. Tentunya, setelah bercermin pada sikap dan nasib orang-orang golongan kiri pada kehidupan setelah mati, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ يُصِبْهُ فَاقَةٌ.
“Siapa yang membaca surah al-Wāqi‘ah setiap malam maka dia tidak akan ditimpa kemiskinan.” (HR. al-Baihaqī).
Jadi, hadits di atas harus dibaca dan dipahami secara mendalam dengan pengetahuan yang cukup. Sehingga yang ditangkap dari makna hadits di atas tidak berarti sekadar membaca melainkan sekaligus menghayati yakni menjadikan surah tersebut sebagai sumber inspirasi. Yang menyemangati kita untuk terus berada dalam koridor akhlak muslim yang baik yang jauh dari kekufurannya orang-orang golongan kiri.