13 Shalat dan Pengaruhnya Terhadap Rezeki – Rezeki Para Wali & Nabi

Rezeki Para Nabi dan Wali
TIP-TIP MENGAIS REZEKI HALAL

Oleh: Yusni Amru Ghazali

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Shalat dan Pengaruhnya Terhadap Rezeki.

Membuktikan adanya keterkaitan antara shalat dengan rezeki, sama sulitnya dengan membuktikan adanya pahala dalam kebajikan-kebajikan kita. Tapi, sebenarnya ini bukan masalah pembuktian, murni masalah keyakinan dan keimanan karena bukti kebenarannya bersifat personal. Artinya, masing-masing individu memiliki pengalaman yang berbeda.

Allah s.w.t. berfirman:

Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, (justru) Kami (akan) memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. Thāhā [20]: 132).

Ini adalah ayat yang dianggap oleh Ibnu Katsīr dalil yang menguatkan adanya keterkaitan antara shalat dan rezeki. Beliau menjelaskan bahwa berdasarkan ayat di atas, jika seseorang melaksanakan shalat maka Allah akan memberinya rezeki yang tak terduga.

Shalat memang berbeda, dari sekian banyak ibadah yang disyariatkan Allah kepada umat Islam, hanya shalat yang terang-terangan merilis doa meminta rezeki dalam bacaan formalnya. Tepatnya, bacaan duduk di antara dua sujud, dalam lafal:

Dan anugerahilah aku rezeki.”

Umat Islam yang taat, dengan shalat 5 waktu yang dikerjakannya, minimal telah mengetuk ‘Arsy sebanyak 17 kali untuk mengharap anugerah rezeki dari Allah. Itulah doa, dan dalam doa, setulus apa niat kita, sekuat itulah “bunyi ketukan” yang didengar oleh-Nya. Dan, ketulusan doa itu dapat dinilai dari penghayatan seseorang terhadap makna bacaannya.

Penghayatan itu menentukan mustajab dan tidaknya sebuah permohonan karena ia adalah kunci menuju kekhusyu‘an. Namun, ternyata tidak semua orang yang shalat dapat menghayati bacaannya. Bahkan, terkadang doa dan bacaan shalat, hanya karena sudah hafal, menjadi rutinitas kosong yang sepi akan makna.

Jadi, jika seseorang rajin menjalankan shalat dan mengeluh tidak mengalami peningkatan rezeki, baik secara lahir maupun batin, bukan berarti shalat tak mempengaruhi nasib rezekinya. Namun, tata cara shalat orang tersebut belum mencapai derajat yang memberi pengaruh pada peningkatan rezeki. Mungkin, makna bacaannya tidak dihayati, niat shalatnya kurang bersih, tidak khusyu‘ dalam menjalankannya, atau hal-hal lainnya.

Ada hal penting lain yang perlu dicatat, shalat sekalipun memiliki pengaruh terhadap rezeki, tapi tak berarti setiap shalat menghasilkan dampak rezeki. Shalat adalah ibadah dengan sejuta manfaat batiniah dan lahiriah bagi manusia. Di antara manfaat shalat selain rezeki, yang sering kita dengar adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar.

Dan, Allah Maha Mengetahui manfaat terbaik apa yang patut Dia berikan untuk masing-masing orang dengan ibadah shalatnya. Terkadang, dengan shalat kita berharap manfaat rezeki, tapi belum tentu bahwa rezeki adalah balasan yang terbaik untuk kita. Allah s.w.t. berfirman:

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216).

Jadi, kita cukup tahu bahwa shalat memiliki pengaruh rezeki. Tapi, kita tak layak menjadikan shalat sebagai ibadah pengais rezeki. Tugas dan kewajiban kita hanyalah beribadah menyembah Allah s.w.t., sedangkan balasan manfaatnya, bergantung pada kehendak Dzāt yang Maha Bijaksana.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ.

Aku tidak menciptakan jinn dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzāriyāt [51]: 56).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa fitrah manusia adalah menyembah Sang Pencipta. Shalat termasuk ibadah, maka ia adalah fitrah atau suatu kemestian amal yang menjadi pembawaan setiap manusia. Jika dikerjakan dengan khusyu‘, ikhlas, dan sesuai dengan tuntunan yang benar, maka pasti akan melahirkan dampak positif dan akibat baik.

Balasan itu bukan tanpa sebab, karena setiap hamba yang berusaha meniti jalan fitrahnya, akan diberi kemudian oleh Allah s.w.t. Oleh karena itu, manusia yang menyadari tugas ibadahnya serta tulus dalam melaksanakannya, akan dimudahkan Allah s.w.t., mendapatkan apa yang dia butuhkan, termasuk di antaranya adalah rezeki halal.

Beda halnya, jika karena ingin menggapai rezeki melimpah seseorang fokus bekerja dan mengabaikan kewajiban ibadah. Terhadap orang semacam ini, Allah s.w.t., akan persulit mendapatkan rezeki halal. Itu karena, dia melawan takdir fitrah penciptaan manusia. Sehingga hampir separuh hidupnya habis untuk memanjakan kelelahan demi kelelahan. Waktunya habis untuk mengumpulkan rezeki dengan peluh dan keluh, tanpa kenikmatan.

Dalam sebuah hadits Qudsi, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلَأُ صَدْرَكَ غِنًى وَ أَسُدُّ فَقْرَكَ وَ إِنْ لَمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَ لَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ.

Allah s.w.t. berfirman: Wahai anak Ādam, tuntaskan waktu untuk beribadah kepada-Ku, Aku penuhi hatimu dengan rasa kaya dan Aku tutup kefakiranmu. Jika kamu tidak melakukannya, Aku penuhi hatimu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.” (HR. at-Tirmidzī).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *