Memang benar, bahwa sedekah dapat melipatgandakan keberkahan dari Allah dan al-Qur’ān telah menegaskannya. Banyak orang mengambil jalan sedekah ini untuk meningkatkan keberkahan hartanya agar melimpah. Sedekah menjadi cara invertasi terbaik yang secara batiniah melahirkan kebahagiaan. Bahagia dapat menjalankan anjuran agama sekaligus bahagia merasakan harap-harap cemas menunggu janji Allah. Tapi Islam mengatur tata cara sedekah yang baik. Artinya, tidak setiap sedekah itu mendapat balasan dosa, dan itu sering terjadi akibat tata caranya yang salah.
Adapun penyakit yang sering diderita orang dalam bersedekah adalah riyā’. Inilah salah satu pelanggaran berat yang mengakibatkan orang bersedekah mendapatkan ‘adzab di neraka. Diriwayatkan dari Abū Hurairah r.a., dia berkata:
“Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda: “Pada hari kiamat nanti Allah akan menemui para hamba-Nya untuk mengadili mereka. Saat itu, setiap orang gemetar ketakutan. Adapun kelompok orang yang pertama diadili adalah orang yang hafal al-Qur’ān (ḥāfizh/ ḥāfizhah), kemudian orang yang mati berjihad (syahīd), dan selanjutnya orang kaya.
Kepada orang yang hafal al-Qur’ān, Allah bertanya: “Bukankah Aku sudah ajarkan kepadamu firman yang Kuturunkan pada Rasūl-Ku?”
“Benar, wahai Tuhanku.”
“Lantas apa yang kau perbuat dengan pengetahuanmu itu?”
“Aku mengamalkannya siang dan malam, sepenuh waktu.”
“Kamu bohong!” kata Allah.
“Kamu bohong!” para malaikat juga ikut menghardik sang ḥāfizh.
“Kamu melakukan itu hanya untuk dibilang rajin membaca al-Qur’ān, dan keinginanmu itu, sudah tercapai.” Tegas Allah di akhir dialognya dengan sang ḥāfizh.
Selanjutnya dihadapkanlah pada Allah, orang yang kaya. Allah langsung bertanya pada orang itu: “Bukankah Aku sudah lapangkan rezekimu hingga kamu tak perlu lagi meminta-minta pada orang lain?”
“Benar, wahai Tuhanku.”
“Lantas, apa yang kau perbuat dengan karunia-Ku itu?” Allah bertanya lagi.
“Aku menghabiskannya untuk silaturahmi (271) dan bersedekah.”
“Kamu bohong!” kata Allah,
“Kamu bohong!” para malaikat juga ikut menghardik si orang kaya,
“Kamu melakukan itu, hanya untuk dibilang dermawan, dan keinginanmu itu sudah tercapai.” Tegas Allah di akhir dialognya dengan si orang kaya.
Selanjutnya, dihadapkanlah orang yang terbunuh di medan jihad. Allah langsung bertanya:
“Kau mati karena apa?”
“Wahai Tuhanku, aku diperintah berjihad di jalan-Mu dan aku berperang hingga akhirnya terbunuh.”
Allah membentak: “Kamu bohong!”
“Kamu bohong!” para malaikat juga ikut membentak si orang yang mati berjihad itu.
“Kamu melakukan itu hanya untuk dianggap pemberani, dan kamu sudah dapatkan gelar itu” tegas Allah di akhir dialognya dengan si orang yang mati berjihad.”
Usai berkisah, Rasūlullāh menepuk-nepuk punggungku dan berkata: “Wahai Abū Hurairah, mereka itulah tiga golongan makhluk Allah yang pertama kali merasakan panasnya api neraka pada hari kiamat kelak.” (HR. at-Tirmidzī, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Ḥibbān).
Lihatlah, ketiga orang yang disebut dalam kisah di atas. Mereka adalah orang-orang yang baik dalam penglihatan mata telanjang kita. Tapi, Allah menilai lebih dalam dan Dialah Dzāt yang Maha Tahu atas segala niat dalam hati makhluk-Nya sehingga sedekah bisa saja berbalaskan siksa, jihad berbalas ‘adzab, dan orang yang hapal al-Qur’ān masuk neraka. Semuanya itu, hanya karena satu kesalahan kecil yang sering diabaikan orang yaitu niat. Itulah sebabnya, syariat diturunkan beserta juru bicaranya yang bijaksana, Muḥammad s.a.w. Untuk menjelaskan ajaran Islam secara detail dan konkret. Supaya umat tidak menginterpretasikan agama berdasarkan hawa-nafsunya masing-masing.
Sedekah memiliki adab atau tata caranya sendiri, dan dalam beberapa ayat al-Qur’ān telah menjelaskan hal itu. Rasūlullāh s.a.w., dalam haditsnya juga memberikan tambahan sedikit mengenai adab sedekah ini. Jika anjuran dari kedua sumber itu dikolaborasikan akan melahirkan bentuk sedekah yang dapat melipatgandakan keberkahan. Tepatnya, ada delapan adab dasar sedekah yang musti dilakukan yaitu:
“Dunia itu indah dan menarik (baca: hijau dan manis), siapa yang bekerja mengais harta dunia dengan cara yang halal untuk dipergunakan secara benar maka Allah akan membalasnya dengan pahala dan ia akan dimasukkan ke surga. Tapi, siapa yang mencari harta dunia dengan cara yang tidak halal dan mempergunakannya di jalan yang tidak benar maka Allah akan membalasnya dengan neraka.” (HR. al-Baihaqī). (282).
“Kalian tidak dianggap mencapai kebajikan sempurna, sebelum memberi infak dari harta yang kalian cintai.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 92).
“Janganlah kamu memberi dengan maksud mendapat balasan yang lebih banyak.” (QS. al-Muddatstsir [74]: 6).
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَ الْأَذَى كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ.
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghilangkan pahala sedekah kalian dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti perasaan (penerima sedekah) seperti orang yang sedekah hanya untuk pamer pada manusia.” (QS. al-Baqarah [2]: 264).
قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ وَ مَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى.
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu, lebih baik dari sedekah yang disertai dengan sikap yang menyakitkan hati (si peminta-minta).” (QS. al-Baqarah [2]: 263).
Maksud “pemberian maaf” pada terjemahan ayat di atas adalah bersikap lapang dada, memaklumi dan memaafkan jika si peminta-minta tidak sopan. Lapang dada atau pemberian maaf ini dilakukan jika konteksnya ada orang lain yang membutuhkan sedekah kita. Ini berbeda dengan adab-adab lainnya yang dilakukan lebih karena kita membutuhkan sedekah.
إِنْ تَبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَ إِنْ تُخْفُوْهَا وَ تُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَ يُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتكُمْ.
“Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu.” (QS. al-Baqarah [2]: 271).
Hal ini, menunjukkan bahwa sedekah yang baik dan mendekati balasan berlipat adalah yang dilakukan tanpa disertai niat kotor seperti riya’ dan sebagainya. Sedekah terkadang melahirkan rasa bangga dan batin menjadi puas. Tapi, untuk mengekspresikan kebanggaan dan kepuasan itu, syariat mengaturnya dengan hati-hati agar seseorang selamat dari dosa. Al-Qur’ān secara tegas melarang pamer ibadah pada manusia, atau istilahnya ri’ā an-nās. Lantas, bagaimana kalau pamer sedekahnya pada Allah? Mungkin, itu lebih baik.
Itulah delapan adab yang harus diterapkan untuk mencapai sedekah yang bermakna. Namun, hanya Allah yang tahu siapa saja yang dalam sedekahnya ia memenuhi delapan adab di atas dan Allah akan melipatgandakan keberkahan rezeki bagi orang yang dikehendaki-Nya.
Semangat dari sebagian besar adab di atas adalah untuk melenyapkan kekikiran atau kekhawatiran dari hati orang akan kekurangan karena sedekah. Sebuah hadits mengisahkan bahwa suatu ketika Rasūlullāh s.a.w., bertamu ke rumah Bilāl dan didapatinya timbunan kurma, beliau pun bertanya:
“Apa ini, Bilāl?”
“Aku menyiapkan kurma itu untuk kebutuhan anda dan tamu-tamu anda, wahai Rasūlullāh s.a.w.,”
“Wahai Bilāl, apakah kamu tidak takut kelak diuapi dengan api neraka? Sedekahkan kurma itu dan jangan pernah takut Dzāt Yang memiliki ‘Arsy akan kekurangan (menafkahi kita hingga harus menimbun kurma seperti itu).” (293).
Oleh sebab itu, ikhlaslah dalam sedekah, lepaskan harta dengan baik-baik dan rasa senang tanpa berharap apa pun selain ridha Allah. Tunjukkan kedermawananmu pada-Nya, dan yakinlah kekayaan Allah tidak akan pernah berkurang hanya karena memberi kita lebih banyak dari yang lain.