Sālik mengatakan:
Ia bersenandung sambil memberi petunjuk:
Wahai yang bertanya padaku (tentang) siapa aku, (berdasar) ilmu maupun bentuk… aku adalah kitab yang (Allah) menamainya (dengan) yang tertulis. (191)
Susunan huruf yang dikandung (satu) jilid buku yang tipis, dan kita melihatnya…. pada bentangan (Gunung) Thūr (dalam keadaan) terlipat dan terbuka.
Untuk kitab itu Allah membuatkan, di langit, sebagai (bentuk) pengagungan…. sebuah rumah Bait-ul-Ma‘mūr yang tinggi, dengan rahasia di atas rahasia.
Allah mengalirkan perlindungan dari lathifah-lathifahNya….samudra yang di dalam tanahnya ada api, bertawaf di Baitullāh.
Susunan huruf itu adalah pengetahuan tentang pena-pena kehendak (Tuhan)….. dalam buku tipis yang mengandung makna neraka dan cahaya.
Jiwa adalah rumah, penghuninya rahasia kejujuran… dengannya kebaikan sempurna menjadi terkenal.
Aku adalah pakaian, (202) aku adalah rahasia, berkatku kegelapan jagad semesta menjadi terang, karena aku mengubahnya jadi cahaya.
Lihatlah wujudku melalui dzāt Tuhan…. maka engkau akan menemukan keyakinan pasti, dan (jika melihat) melalui dzāt diriku (maka engkau menemukan) kebatilan dan kesalahan.
Sālik mengatakan:
Kemudian ia (pemuda rohaniah) berkata kepadaku: wahai Sang Pencari, aku adalah khalifah, aku adalah menteri dan sekretaris itu; wakil Dzāt (Tuhan) dalam mengatur seluruh perbuatan dari (arah) Kursi sifat-sifat, akulah contoh (mitsāl), dan engkau yang mencontoh (mitsāl). Akulah pakaian yang memiliki kecenderungan. Akulah sekretaris yang menuliskan rahasia (kebenaran ayat-ayat) manqūl maupun yang rasional (ma‘qūl). Aku menteri (wazīr) yang mengurus perpindahan jisim-jisim agar bisa hadir di hadapan (Tuhan) Yang Maha Tinggi nan Maha Mengetahui. Dzātku satu namun sifatku banyak. Bersujudlah kepadaku jika engkau inginkan asmā’-asmā’. Ketahuilah, nama itu sendiri menunjukkan apa yang diberi nama (musammā). Segala-galanya ada dalam dirimu. Terimalah apa yang dicukupkan untukmu. Tahan dirimu dari apa yang tak penting untukmu.
Kemudian ia (pemuda rohaniah) berdiri dengan tergesa, dan bersenandung secara spontan:
Perhatikanlah, tak ada yang datang maupun yang kembali…. kecuali atas perintah dari Yang Maha Kuasa.
Wahai (engkau) yang memikirkan hikmah dari (sisi) luar…. kemanusiaanmu adalah hikmah, wahai pemikir.
Hayūlā, (213) asalnya adalah satu…. yang digerakkan oleh bahtera yang berputar.
Yang bicara (Nāthiq) dari (sisi) dzātnya adalah batin…. yang bicara dari (sisi) sifatnya adalah lahir.
Penerimaan Hayūlā pada bentuk-bentuk adalah bagian dari dzātnya….. sedangkan dzāt Hayūlā sebelum menerima bentuk tidak maujud.
Wujud Hayūlā bergantung pada bentuknya…. wujud makna dikehendaki Yang Maha Kuasa.
Gerakan bintang-bintang di dunia falak…. mencakup apa yang akan terjadi dan yang sudah ada.
Mataharinya terbit di timur…. bulannya tenggelam di barat.
Ia memberlakukan hukum-hukumnya di pusat…. baik yang berakal ataupun yang tolol sama-sama kebingungan
Lautan menghempaskan gelombangnya ke tepian…. ditarik bulan yang benderang
Matahari di angkasa sangat baik…. ia dipuji-puji oleh reranting yang hijau nan indah
Angkasa, jika terjadi Shailam (224) di sana… awan gelap yang mengandung air sangatlah baik.
Jika tumbuhan mulai tumbuh maka itu berasal dari dzātnya… orang-orang tua dan muda minum dengan puas
Perubahan pada sifat-sifat, sedangkan jagad semesta berada…. dalam Dzāt(Nya) dan di dalam (dzāt) kita, adalah perasaan malu yang muncul.
Dari samarnya penciptaan jisim-jisim…. ia tampak dalam pandangan mata yang terbatas.
Sedangkan akal pikiran, dari satu wujud ke wujud yang lain; dari pengetahuan akan satu hal, adalah pengambil keputusan yang berkuasa.
Jika bumiku digoncangkan, dan matahariku dilipat, siapakah yang (akan) menyusun (lagi) dan (yang) membentangkannya?!
Perhatikanlah hikmah tersembunyi…. yang ditutupi oleh keberasangan kita yang menjadi penutup ini
Tampakkanlah hikmah itu dengan terhampar… bagi alam yang tetap maupun yang berputar
Semoga Allah berselawat kepada dia yang satu… cahaya terang bagi arwah-arwah kita
Selama bulan masih benderang, mentari pagi bersinar…. yang awal dan yang akhir masih tersusun (rapi).
Sālik mengatakan:
Setelah ia menyelesaikan senandungnya itu, dan menggesekkan tongkat i‘jāz kepada biolanya, aku bersujud di hadapannya. Aku bersimpuh seraya menyembahnya.
Aku berkata: engkaulah tujuan dan anugerah; rahasia yang diharap-harapkan.
Sālik mengatakan:
Kemudian wujudnya menghilang dari hadapanku, hanya sifat-sifatnya yang masih tinggal bersamaku.
Dan ketika ragaku tertidur, sementara hatiku terjaga, seorang Rasūl (malaikat – penj.) pembawa taufik mendatangiku, menunjukkan jalan lurus padaku Ia membawa “Burrāq Keikhlasan”, yang penuh oleh bulu-bulu kemenangan, dan tali kekangnya berupa keselamatan. Ia membuka atap rumahku, merebahkan tubuhku, lalu membedah dadaku menggunakan pisau kedamaian. Ia berkata padaku: “Bersiaplah untuk menaiki derajat yang kokoh.”
Hatiku dibungkus dalam sebuah sapu tangan, agar selamat dari perubahan, lalu dihempaskan ke tepi pantai ridha terhadap segala keputusan takdir. Sisi-sisi kesetanan dibersihkan dari hatiku, dicuci menggunakan air firman ilahi:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kaum, yaitu orang-orang yang sesat.” (235).
Kemudian hati Sang Sālik diliputi hikmah-hikmah tauḥīd, dipenuhi keimanan tafrīd, dilayani pelayan kebenaran dan para penolong yang mengokohkannya. Dicaplah hatiku itu dengan stempel kebenaran, lalu disejajarkan dengan orang yang terbaik.
Selanjutnya hatiku dijahit lagi menggunakan jarum ketenangan dan benang kesucian dari kotoran nafsu.
Ia menyelimutiku dengan selimat cinta, lalu aku pun menaiki Burrāq Qurbah (Kedekatan pada Tuhan). Aku diisrā’kan dari tanah Ḥarām dunia ini menuju Bait-ul-Maqdisnya hati. Selanjutnya aku ikut Burraqku itu di depan pintunya, aku turun dari punggungnya, dan aku shalat di mihrab Bait-ul-Maqdis hati.
Rasūl pembawa taufik itu pun terbang kencang bersamaku di atas padang kesucian, sehingga baju nafsu terlepas dari pundakku. Aku ditawarinya arak dan susu. Aku pun meneguk pusaka Manusia Sempurna (Muḥammad), dan membiarkan arak itu. Karena aku khawatir rahasia akan tersingkap padaku yang dalam keadaan mabuk, sehingga orang-orang yang mengikuti jejakku akan tersesat dan buta. Andaikan aku ditawari air sebagai ganti dari susu dan arak itu niscaya aku memilih minum air. Karena inti dari pusaka yang kokoh tersimpan dalam firman Allah: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Andaikan yang diminum adalah madu maka niscaya tak seorang pun akan menerima syariat agama. Karena ada rahasia yang tersimpan dalam madu; musnahnya hati akibat kemarau kering.
Sālik mengatakan:
Kemudian dari ketinggian aku melihat ke lembah suci (al-wādī-l-muqaddas) (246) Rasul (malaikat) pembawa taufik itu berkata padaku: “Lepas kedua sandalmu, jangan kecewa.” Aku pun melepaskannya, dan aku berjalan kaki. Kemudian aku mendengar dendang ini:
Aku melepas sandal di lembah yang agung. Aku datang dengan Ba’ atas sebuah janji
Akibat raga, aku terhalang dari sifat. Aku tidak haus juga tidak puas.
Aku tidak menertawakannya, tidak pula menangisi perjalanan dan bekalku
Diriku menjadi musnah tatkala Yang Tunggal menampakkan diri dari arah lembah
Dan setelah sadar, aku menyatu dengan-Nya. Tak jelas siapa yang dibimbing dan yang membimbing
Perbedaan bersatu padu. Penghalau unta dan penunjuk jalan berkumpul bersama
Dalam baju keagungan aku kembali menjadi seorang hamba. Dan detik demi detik adalah hari rayaku
Aku pun berdiri di hadapan mereka untuk menjelaskan ilmu pengetahuan; aku akan bicara pada semua penduduk kota maupun desa.
Sālik mengatakan:
Kemudian aku terus terbang ke atas bersama rasul malaikat itu, menempah jalan paling terang. Aku melihat samudra yang menyala-nyala. Semua yang susah menjadi terasa lebih mudah.
Di tengah-tengah samudra yang luas itu aku melihat sebuah bahtera dunia. Aku merasa ingin ke sana. Rasūl itu berkata padaku: secara umum maupun khusus, ia adalah bahteranya kaum ‘Ārifīn, di atas bahtera itulah mi‘rāj para pewaris nabi itu berlangsung.
Yang kulihat dari bahtera itu; kerangkanya rohaniah, bilangannya langit, penumpangnya ketenangan hati, bekal makanannya lathīfah-lathīfah, tiang pancangnya mawāqif, tutupnya berupa keyakinan, suahnya kekuatan dan kekokohan, rute jalannya syariat agama, beban pemberatnya thabī‘at, tali-talinya adalah sebab-sebab, tempat penyimpanannya lubuk hati, nahkodanya dalil naqlī, pemukanya (257) akal pikiran, awak kapalnya pemberian, inkiliyah-nya (268) selamat dari hukuman, perdagangannya mawārid, barang dagangannya rahasia dan fa’idah ilahiah, pendahuluannya ‘ināyah Tuhan di zaman azali, akhir pencapaiannya menjauhkan keinginan dari jalan-jalan kotoran sepanjang masa, lautannya akal pikiran, hembusan anginnya dzikir-dzikir, gelombangnya aḥwāl, doanya adalah perbuatan dan amal kebaikan.
Bahtera itu ada berkat kemunculan huruf alif sejak dari: “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya….” (279) sampai: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.” (2810) Ia berlayar di samudra mujāhadah, sampai kelak arwah ‘ināyah membawanya ke tepi pantai musyāhadah. Ketika bahtera itu berjalan di atas lautan yang penuh tipu-daya dan selamat dari gelombang hitam perubahan, maka sang nakhoda akan menyebarkan kelembutannya, dan meneriakkan syair yang menakjubkan:
Ketika rahasia tampak di hatiku, wujudku fanā’, dan bintangku tenggelam
Hatiku berjalan seiring rahasia Tuhan. Aku terlepas dari raga fisikku
Aku datang dari-Nya, bersama-Nya, dan menuju kepada-Nya di atas kendaraan kemauan kuat yang indah
Di sanalah aku mencurahkan kedalaman pikiranku pada gelombang pengetahuan yang tersembunyi
Angin kerinduanku menghembusinya. Lalu ia pun berlayar di samudra secepat busur melesat.
Aku melewati lautan dunia sampai tiba di suatu tempat yang dengan jelas aku melihat orang yang tak bisa kunamai
Aku berkata: wahai Engkau yang terlihat oleh hatiku.
Lesatkanlah panah cinta kalian padaku
Engkaulah kebahagiaan dan cinta hatiku, puncak harapan dan nyanyianku.
Sālik mengatakan:
Kemudian rasul malaikat itu terbang ke atas lagi bersamaku hingga aku meninggalkan samudra itu, menuju langit pertama.
“Demi bukit, dan kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi Bait-ul-Ma‘mūr, dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api.” (QS. ath-Thūr: 1-6).