[Dapat disimpulkan, bagian pertama ini merupakan mukāsyafah-mukāsyafah rohaniah yang mendahului Mi‘rāj itu sendiri. Di sini Seorang Salik (penempuh jalan spiritual – penj.) sudah matang secara akidah maupun amaliah fisik. Demikian juga perjumpaan Sālik dengan Roh Universal sekaligus Rasūl Pembawa Taufik sudah cukup memuaskan. Seluruh bagian ini adalah persiapan, kehadiran, dan pengajaran].
Sālik mengatakan:
Aku pergi meninggalkan negeri Andalus, menuju Bait-ul-Qudus. Aku menganggap kepatuhan sebagai kebaikan, kesungguhan sebagai lantai, tawakkal sebagai bekal. Aku berjalan di jalan lurus, mencari orang-orang yang mengetahui wujud dan hakikat, dengan harapan mendapat kejelasan di tengah-tengah mereka.
Sālik mengatakan:
Lalu aku menemukan anak sungai yang airnya melimpah-ruah, mata airnya tawar; (11) seorang pemuda yang dzātnya rohani, sifat-sifatnya rabbani, dan sikap-sikapnya bagai malaikat.
Aku bertanya kepada pemuda itu: “Apa yang ada di belakangmu, wahai ‘Ishām?” (22)
Ia menjawab: “Wujud yang tak putus dan tak mengenal akhir!”
Aku bertanya: “Dari mana si pengendara datang?”
Ia menjawab: “Dari mata kepala ‘Ishām!”
Aku bertanya: “Apa yang membuatmu ingin keluar?”
Ia menjawab: “Sesuatu yang membuatmu ingin masuk!”
Aku berkata: “Aku ini seorang pencari (thālib) yang tak punya.”
Ia jawab: “Aku seorang penyeru kepada wujud.”
Aku bertanya: “Ingin ke mana dirimu?”
Ia jawab: “Aku tak ingin ke mana-mana. Namun aku diutus ke dua tempat terbitnya cahaya; tempat munculnya dua bulan purnama; tempat menginjakkan dua kaki, sembari meminta siapa saja yang kutemui untuk melepaskan dua sandalnya.”
Aku berkata: “Ini adalah roh-roh makna, dan aku sampai detik ini tidak bisa melihat apapun kecuali wadah-wadah luar saja. Mudah-mudahan engkau berkenan memberitahuku tentang hakikat al-Qur’ān dan Sab‘-ul-Matsānī (surat al-Fātiḥah).”
Ia jawab: “Engkau adalah awan bagi mataharimu. Pertama, kenalilah hakikat dirimu. Sebab tidak bisa paham akan perkataanku kecuali orang yang mendaki ke maqāmku, dan tidak bisa mendaki ke maqām itu kecuali aku. Bagaimana mungkin engkau ingin tahu hakikat asma-asmaku?! Namun engkau di-mi‘rāj-kan ke langitku.”
Ia bersenandung dan membuatku bingung:
Aku al-Qur’ān dan Sab‘-ul-Matsānī…. rohnya roh, bukan rohnya wadah-wadah
Hatiku, di hadapan apa yang keketahui, berdiri… berbicara dengannya, dan di hadapan kalian adalah lidahku
Janganlah engkau menatap, dengan kelopak matamu, ke arah jisimku…. lampauilah kenikmatan dengan (menggali) makna-makna.
Selamilah samudra dzātnya dzāt maka engkau akan lihat….keajaiban-keajaiban yang tak pernah dilihat mata
Dan rahasia-rahasia terlihat kabur…. tertutup oleh roh-roh makna
Siapa yang paham isyarat ini maka jagalah (simpan!)… jika tidak maka ia akan ditusuk dengan ujung tombak
Seperti al-Ḥallāj (33) (pencetus) cinta, sebab matahari hakikat menampak kepadanya dengan sangat dekat
Lalu ia berkata: aku adalah Tuhan (al-Ḥaqq) yang dzāt-Nya tak berubah oleh perputaran zaman.
“Maka beritahu aku, wahai sahabat,” kata pemuda rohaniah tersebut: “Ke mana engkau ingin pergi, aku akan memberimu petunjuk jalan? Dari mana engkau datang? Tempat mana yang engkau bayangkan?”
Aku jawab: Aku pergi berlari meninggalkan kehinaan, (44) aku ingin tiba di kotanya Rasūlullāh (madīnat-ur-Rasūl), (55) untuk mencari maqām paling indah, kibrit merah.”
Ia berkata kepadaku: “Wahai sang pencari (thālib) seperti diriku. (66) Apaka engkau tidak mendengar ucapanku yang ini:
Wahai sang pencari yang menempuh jalan rahasia….
pulanglah, (sebab) di dalam dirimu (tersimpan) rahasia dan jalan ke tujuan itu.
Wahai rahasia yang halus, (77) antara dirimu dan tujuan pencarianmu terdapat tiga tabir, (88) baik yang halus maupun tebal: tabir pertama dihiasi yaqut merah, dimiliki oleh ahl-ut-taḥqīq, tabir kedua dihiasai yaqut kuning, yang dijadikan sandaran oleh ahl-ut-tafrīq, tabir ketiga dihiasi yaqut hitam, yang menjadi sandaran ahl-ul-barāzikh (99) di jalan (tharīq). Yaqut merah untuk dzāt, yaqut hitam untuk sifat, dan yaqut kuning untuk sikap dan perbuatan. Inilah tabir pemisah.
Kemudian ia bertanya kepadaku: “Siapa teman di perjalananmu?”
Aku jawab: “Penalaran yang benar, dan berita yang benar.”
Ia berkata: “Itulah teman yang paling mulia, ia akan menempatkannya pada tempat yang paling nyata.”
Aku berkata: “Aku tidak tahu akar mendasar ini (al-ushūl), tapi aku ingin bisa sampai (al-wushūl). Aku jadikan keinginanku sebagai imamku, dan Gunung Thūr (1010) di hadapanku.”
Lalu aku mendengar (suara): “Tidak akan pernah melihatku kecuali orang yang mendengar kalamku.”
Aku pun terjerembab pingsan. Tubuhku gemeretak seakan mau lepas semua. Aku berdampar dalam sebuah lembah. Sepasang sandalku raib, dan bekalku masih tersisa. Ketika aku tidak melihat alam semesta, akau baru bisa melihat dengan mata.
Sālik mengatakan:
Mata (1111) itu memanggilku: “Wahai pemuda, hendak ke mana?”
Aku jawab: “Kepada Sang Amir!”
Ia berkata: “Engkau butuh bantuan sekretaris dan menteri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada tujuanmu. Engkau akan melihat hakikat keyakinanmu.”
Aku bertanya kepadanya: “Di mana tempat sekretaris dan menteri itu?”
Ia menjawab: “Turunmu dari tahta, kepergianmu dari ruang (1212) (dan waktu) penanggulanmu atas baju keinginan, pembiaranmu atas amanat Tuhan, diammu dalam perbedaan. (1313) dan masukmu ke dalam sifat tanah. Sebab engkau tidak akan bisa melihat Yang Maha Esa kecuali melalui dari-Nya. Di sanalah antara Yang Ghaib dan Yang Syāhid (menyaksikan dan hadir) dapat bersatu (ittihad), keghaiban-Nya adalah tabir penghalangmu dari-Nya. Sedangkan menteri akan membantumu kepada-Nya atas seidzin-Nya. Dia (menteri) adalah khalifah-Nya (wakil) di langit maupun di bumi, yang tahu terhadap seluruh sifat dan asma’-asma’Nya. Dia (Tuhan) memerintahkan seluruh malaikat bersujud kepadanya (khalifah). (1414) Tuhan menjauhkannya dari sujud yang dilakukan makhluk terlaknat (Iblis). Sungguh bodoh siapa saja yang mengingkari dan iri hati, dan kekallah khalifah yang satu itu. Dialah Raja sekaligus khalifah, yang memiliki semua sifat-sifat mulia. Jika engkau sampai di hadapan khalifah itu, dan tiba di sana, maka dia akan memuliakan kedudukanmu, menjagamu, menjadikanmu kekasih, dan mengantarkanmu kepada Tuhanmu.”
Sālik mengatakan:
Aku berkata kepadanya: (1515) sebutkanlah sifat-sifatnya kepadaku, (1616) supaya aku bisa mengenalnya saat aku melihatnya, dan aku bisa bersujud di hadapannya saat aku mendatanginya.
Ia menjawab: ia tidak sederhana juga tidak tersusun, tidak mengarah ke satu arah juga tidak berpaling dari arah itu, tidak bulat juga tidak berbagi-bagi, tidak ḥulūl (turun menyatu) ke dalam tubuh fisik, ia adalah pembawa amanat Tuhan, tempat berkumpulnya dengan benda-benda yang ada di hadapannya bagaikan unsur-unsur Dzāt (Tuhan) yang mengangkatnya menjadi khalifah jika dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berada di dalam Dzāt (Tuhan) juga tidak berada di luar sifat-sifat (Tuhan). Ia adalah sifat yang bisa kita kenal, dan sifat tidak terlepas dari apa yang disifati. Ia adalah baharu, yang muncul (shadara) dari Dzāt yang Qadīm dan Maha Kaya. Tuhan menganugerahinya seluruh rahasia yang tersembunyi dan makna yang agung nan terhormat. Ia tidak memiliki bayangan, tidak satu pun ada yang serupa serupa dengannya. Ia adalah cermin yang disinari. Engkau akan melihat hakikat dirimu tergambar dalam cermin itu. Jika engkau melihat gambarmu sendiri maka gambar itu betul-betul sudah tampak padamu. Ketahuilah itu. Itulah keinginanmu, dan engkau telah sampai pada keinginan itu. Pertahankanlah!
Aku tak henti-hentinya (1717) minta ditemani, melintasi cakrawala, mengendarai tunggangan, menempuh hamparan penuh puing-puing, menunggangi unta Ya‘malat, dan berjalan searah hembusan angin. Aku pun berlayar di lautan, merobek hijab dan tabir-tabir, dalam rangka mencari rupa (shūrah) yang agung ini, yang dipanggil Khalīfah. Shūrah-ku sendiri belum pernah terlihat olehku semenjak aku meninggalkan “mata”, sampai kini aku melihatmu. (1818) Aku pun lalu melihat diriku sendiri tanpa dusta. Karena itulah, ceritakan kepadaku, siapa dirimu dan dari mana engkau?
“Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali Iblīs. Ia enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu.” (QS. al-Ḥijr: 30-31)
Firman yang lain:
“Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblīs; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.” (QS. Shād: 73-74).