03-0 Perayaan Maulid Nabi Di Era Klasik – Sejarah Maulid Nabi

SEJARAH MAULID NABI
Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan
Sejak Khaizurān (173 H.) Hingga
Ḥabīb Luthfī bin Yaḥyā (1947 M. – Sekarang)

Penulis: Ahmad Tsauri
Diterbitkan oleh: Menara Publisher

Rangkaian Pos: 003 Perayaan Maulid Nabi Di Era Klasik | Sejarah Maulid Nabi

BAB III

PERAYAAN MAULID NABI DI ERA KLASIK

Sejak abad kedua hijriah, kelahiran Nabi sudah dirayakan oleh masyarakat Muslim. Berdasarkan catatan Nūr-ud-Dīn ‘Alī dalam kitabnya Wafā’-ul-Wafā bi Akhbāri Dār-il-Mushthafā, (11) dikatakan bahwa Khaizurān (170 H./786 M.), ibu Amīr-ul-Mu’minīn Mūsā al-Hādī dan ar-Rasyīd, datang ke Madīnah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan Maulid Nabi s.a.w. di Masjid Nabawi. Beliau kemudian ke Makkah dan memerintahkan agar penduduknya menyelenggarakan Maulid Nabi di rumah-rumah mereka. Keterangan itu dikemukakan juga oleh H.M.H. al-Ḥamīd al-Ḥusainī dalam bukunya “Sekitar Maulid Nabi Muḥammad s.a.w. Dan Dasar Hukum Syari‘atnya.” (22)

Khaizurān merupakan sosok yang berpengaruh selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti ‘Abbāsiyyah, Yaitu pada masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti ‘Abbāsiyyah. Yaitu pada masa pemerintahkan Khalīfah al-Mahdī bin Manshūr al-‘Abbās (suami). Khalīfah al-Hādī dan Khalīfah ar-Rasyīd (putra). Melalui “pengaruh”-nya, Khaizurān mengintruksikan perayaan hari lahir Nabi s.a.w. Al-Azrāqī mengatakan bahwa kota Makkah memiliki satu sudut istimewa yang sangat dianjurkan dijadikan tempat shalat. Tempat itu adalah rumah Rasūlullāh s.a.w. dilahirkan. Tempat itu, menurut al-Azrāqī, kemudian dialih-fungsikan menjadi masjid oleh Khaizurān. (33).

Dari dua catatan sejarah ini nampak bahwa Khaizurān memang mempunyai perhatian tersendiri pada aspek-aspek yang berhubungan dengan Rasūlullāh s.a.w. Khaizurān merayakan hari kelahiran Nabi seperti disebut oleh Nūr-ud-Dīn ‘Alī dalam Wafā’-ul-Wafā bi Akhbāri Dār-il-Mushthafā. Tempat kelahiran Nabi dijadikan masjid seperti disebutkan oleh al-Azrāqī.

Ibnu Jubair (540 H.) memberikan informasi tambahan bahwa Khaizurān mempunyai perhatian terhadap situs-situs sejarah yang berhubungan dengan Nabi s.a.w. (44).

 

وَ مِنْ مَشَاهِدِهَا الْكَرِيْمَةِ أَيْضًا دَارُ الْخَيْزُرَانِ وَ هِيَ الدَّارُ الَّتِيْ كَانَ النّبِيُّ (ص) يَعْبُدُ اللهَ فِيْهَا سِرًّا مَعَ الطَّائِفَةِ الْكَرِيْمَةِ الْمُبَادَرَةِ لِلْإِسْلَامِ مِنْ أَصْحَابِهِ (ر) حَتَّى نَشَرَ الْإِسْلَامَ مِنْهَا عَلَى يَدَي الْفَارُوْقِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ (ر) وَ كَفَى بِهذِهِ الْفَضِيْلَةِ.

Di antara situs mulia yang ada (di Kota Makkah) adalah “cagar budaya” Khaizurān. Yaitu tempat yang pernah digunakan beribadah Nabi s.a.w. kepada Allah secara tertutup beserta sekelompok sahabat yang memeluk Islam paling awal, sampai tersiarnya Islam dari tempat itu atas jaminan keamanan dari sahabat ‘Umar bin Khaththāb yang bergelar al-Fārūq. Atas dasar ini, cukuplah kemuliaan bagi ‘Umar.”

Informasi al-Azrāqī dan Ibnu Jubair ini menguatkan catatan Nūr-ud-Dīn ‘Alī di atas tentang peran penting Khaizurān dalam memprakarsai penghormatan dan pemeliharaan situs-situs peninggalan Nabi s.a.w.

Literatur klasik yang menyebutkan biografi Khaizurān seperti Tārīkh Baghdād, Tārīkh Thabarī, al-Bidāyatu wan-Nihāyah, al-Kāmilu fī Tārīkh, Syadzarāt Dzahab, al-Qāmūs-ul-Muḥīth, tidak ada yang menyebutkan informasi mengenai keterlibatan Khaizurān dalam menginstruksikan perayaan Maulid.

 

Catatan:


  1. 1). Kitab ini ditulis oleh Nūr-ud-Dīn ‘Alī bin ‘Abdullāh as-Samanhūdī (W. 911 H./1505 M.). Terakhir dicetak oleh Mu’assasah al-Furqān lit-Turāts-il-Islāmiyyah. Pada tahun 1422 H./2001 M.
  2. 2). H.M.H al-Ḥamīd al-Ḥusainī, Sekitar Maulid Nabi Muḥammad s.a.w. Dan Dasar Hukum Syari‘atnya, (Semarang: Toha Putra, tth), hlm. 109. Menurut H.M.H al-Ḥamīd al-Ḥusainī, keterangan ini terdapat dalam Nūr-ud-Dīn ‘Alī bin ‘Abdullāh as-Samanhūdī (W. 911 H./1505 M.). Kitab ini di antaranya dicetak oleh Mu’assasah al-Furqān lit-Turāts-il-Islāmiyyah. Pada tahun 1422 H./2001 M. Dār-ul-Kutub-il-‘Ilmiyyah juga menerbitkan kitab ini. Penulis menduga dalam buku ini terjadi taḥrīf (pembuangan). Keterangan Nūr-ud-Dīn ‘Alī bin ‘Abdullāh as-Samanhūdī dalam kitabnya juz II, hlm. 350 tidak selengkap yang disampaikan oleh H.M.H al-Ḥamīd al-Ḥusainī. Penulis mempertimbangkan informasi H.M.H al-Ḥamīd al-Ḥusainī dalam bukunya, melihat KH. ‘Abdullāh bin Nūḥ, ulama besar era tahun 60-an memberikan pengantar pada buku itu, tentu sosok H.M.H al-Ḥamīd al-Ḥusainī dipertimbangkan oleh KH. ‘Abdullāh bin Nūḥ, sebab memberi pengantar dalam sebuah buku, garansinya adalah reputasi pemberi pengantar.
  3. 3). Muḥammad bin ‘Abdullāh bin Aḥmad al-Azrāqī (W. 250 H.), Akhbār Makkah wa mā jā’a fīhā min-al-atsar, (Maktabah as-Asadi, 2003). Cet. I. hlm. 811-812. Tempat kelahiran Nabi s.a.w. dimiliki oleh Muḥammad bin Yūsuf (saudara Ḥajjāj bin Yūsuf), pada waktu Khaizurān menanaikan ibadah haji ke Makkah. Khaizurān mengalih fungsikan area sekitar tempat kelahiran Nabi s.a.w. itu difungsikan area sekitar tempat kelahiran Nabi s.a.w. itu difungsikan menjadi masjid.
  4. 4). Muḥammad bin Aḥmad bin Jubair, Riḥlah, (Leyden, Berill, 1907), Cet. ke-III, hlm. 115.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *