02-4 Penutup – Sejarah Maulid Nabi

SEJARAH MAULID NABI
Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan
Sejak Khaizurān (173 H.) Hingga
Ḥabīb Luthfī bin Yaḥyā (1947 M. – Sekarang)

Penulis: Ahmad Tsauri
Diterbitkan oleh: Menara Publisher

Rangkaian Pos: 002 Maulid Nabi - Lokalitas & Semangat Kebangsaan | Sejarah Maulid Nabi

Penutup.

 

Banyak orang yang mulai ragu dengan pentingnya nasionalisme. Apalagi di era seperti saat ini, mobilitas sosial dan globalisasi informasi menjadikan sekat teritorial tidak begitu terasa lagi. Dunia menjadi global village, desa kecil, masing-masing individu di dalamnya dapat berinteraksi dan bertukar informasi dengan mudah. Namun masyarakat Palestina tidak merasakan itu. Palestina adalah bangsa yang tidak memiliki kedaulatan, tidak memiliki tanah air secara definitif, gambaran palestina bisa menjawab seperti apa pentingnya tanah air, kedaulatan, negara, dan nasionalisme.

Indonesia kini seolah dibawa kembali ke awal tahun-tahun 1900-an, ketika kaum nasionalis merasa bahwa kesatuan itu harus digalang. Namun mereka kekurangan alat dan jalan. Keyakinan akan adanya kesatuan timbul pada tahun 1928. Namun muncul persoalan apakah Indonesia itu harus satu? Apa yang memungkinkan kesatuan itu? Apakah Indonesia harus terpisah-pisah dan membuat Indonesia tidak ada lagi? Semua pertanyaan yang kedengarannya mengada-ada itu tiba-tiba di penghujung abad dua puluh, dan di awal abad dua puluh satu menjadi riil dan mengguncang-guncang bangsa ini dari semua kepastian dan keyakinan, dari semua janji dan sumpah yang diberikan pada tahun 1928. Yang tadinya the holy trinity, tri tunggal suci – bahasa, bangsa, dan tanah air – kini berubah menjadi the unholy trinity yang mau mendepak satu sama lain. “Satu bahasa” tidak lagi dengan sendirinya mengharuskan Indonesia jadi “satu bangsa”. Riau, tempat asal bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, pada tahun 1983 pernah bergolak memisahkan diri. Dan terutama “satu tanah air” tidak dengan sendirinya mengharuskannya jadi “satu bangsa”. Aceh adalah contoh paling berdasar, Papua, dan bukti paling faktual adalah Timor-Timur yang kini menjadi Timor Leste.

Oleh sebab itu upaya-upaya untuk meneguhkan keutuhan NKRI, kedaulatan, ke-bhineka-an menjadi niscaya. Di saat pesatnya “impor” Islam Transnasional dari Timur Tengah yang menentang demokrasi dan bentuk Negera Republik, paham-paham yang menyuburkan radikalisme dan sikap intoleran, Maulid Nabi hadir dengan dua peran pentingnya: meneguhkan spiritualitas dan mengokohkan nasionalitas. Maulānā Ḥabīb Luthfī bin Yaḥyā dengan perayaan Maulid di Kanz-ush-Shalawāt secara konsisten menyemai dan menyebarkan pentingnya nasionalisme dan cinta tanah air.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *