02-3 Hal – Risalah Qusyairiyah

Dari Buku: RISALAH QUSYAIRIYAH (INDUK ILMU TASAWUF)
(Judul Asli: Ar-Risālat-ul-Qusyairiyyatu fi ‘Ilm-it-Tashawwuf)
Oleh: Imam al-Qusyairy an-Naisabury
Penerjemah: Mohammad Luqman Hakiem, MA - Editor: Tim Risalah Gusti
Penerbit: Risalah Gusti.

Rangkaian Pos: 002 Bab II Terminologi Tasawuf | Risalah Qusyairiyah

BAB II-3

ḤĀL

Al-Ḥāl (kondisi ruhani), menurut banyak orang merupakan arti yang intuitif dalam hati; tanpa adanya unsur sengaja, usaha menarik, dan usaha lainnya, dari rasa senang atau sedih, leluasa atau tergenggam, rindu atau berontak, rasa takut atau sukacita. Maka setiap al-Ḥāl merupakan karunia. Dan setiap Maqām adalah upaya. Pada al-Ḥāl datang dari Wujūd itu sendiri, sedang al-Maqām diperoleh melalui upaya perjuangan. Orang yang memiliki maqām, menempati maqām-nya, dan orang yang berada dalam Ḥāl, bebas dari kondisinya.

Salah seorang guru berkata: “Beberapa al-Ḥāl seperti kilatan, kalau menetap, itu sekadar omongan nafsu.”

Mereka berkata: “al-Ḥāl itu sebagaimana namanya, yakni, al-Ḥāl seperti ketika menempati dalam qalbu, kemudian hilang:

Kalau tidak menempati, pasti tidak dinamakan hal,

Dan setiap yang menempati, pastilah hilang,

Lihatlah pada bayangan ketika sampai ujungnya,

Berkuranglah ketika ia memanjang.

Beberapa kalangan mengisyaratkan abadinya al-Ḥāl. Mereka berkata: “Sebenarnya jika al-Ḥāl tidak abadi dan tidak terdelegasi, itu hanyalah kilatan belaka. Pelakunya tidak sampai pada al-Ḥāl yang sebenarnya. Apabila predikat tersebut menetap terus, dinamakan al-Ḥāl.”

Di sinilah Abū Utsmān al-Hīriy berkata: “Aku tidak pernah benci terhadap maqām yang telah diberikan Allah s.w.t. kepadaku.” Ia mengisyaratkan ketetapan abadinya dalam ridhā. Dan ridha merupakan bagian dari al-Ḥāl.

Seharusnya dikatakan: “Orang yang mengisyaratkan abadinya al-Ḥāl, maka apa yang dikatakannya benar. Terkadang al-Ḥāl berarti bagian dari seseorang, kemudian terpelihara di dalamnya. Tetapi yang memiliki al-Ḥāl ini memiliki beberapa ihwal, yaitu: Jalan-jalan yang tak menetap di atas ihwal-ihwalnya yang menjadi bagiannya. Bila jalan-jalan yang ditempuh menetap secara konsisten, seperti menetapnya ihwal-ihwal tersebut, ia naik ke ihwal lain yang lebih lembut. Dan begitu selanjutnya, naik ke tahap seterusnya.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *