BAB I
PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM PANDANGAN KAUM SUFI
(Bagian 6)
ARASY
Dzun-Nūn ditanya mengenai firman Allah s.w.t.:
الرَّحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوى
“Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arasy.” (Thāhā:5)
Jawabnya: “Yang Maha Pemurah tidak akan sirna, dan ‘Arasy itu di cipta (baru). Sedangkan ‘Arasy terhadap Yang Maha Pemurah (ar-Raḥmān) menjadi semayam (Nya).”
Ja‘far bin Nashr ditanya soal ayat tersebut: “Ilmu-Nya bersemayam terhadap segala sesuatu. Dan sesuatu itu tidak ada yang lebih dekat kepada-Nya dari sesuatu yang lain.”
Ja‘far ash-Shādiq berkata: “Barang siapa berpraduga bahwa Allah s.w.t. ada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu, maka orang itu benar-benar musyrik. Sebab apabila ada di dalam sesuatu, Allah pasti terbatas. Jika dari sesuatu, Allah pasti baru. Dan jika di atas sesuatu, maka Allah mengandung sesuatu.”
Ja‘far ash-Shādiq menafsiri Kalāmullāh: “Kemudian Dia mendekat, lalu tambah mendekat lagi.” (an-Najm:8), bahwa: “Barang siapa mengira bahwa dengan sendirinya ia bisa mendekat, maka ia menciptakan jarak di sana. Padahal mendekat yang dimaksud dalam ayat tersebut, selama ia mendekat kepada-Nya, ia merasa jauh dari segala ma‘rifat. Karena tidak ada dekat dan tidak ada jauh.”
Al-Kharrāz berkata: “Hakikat mendekat adalah hilangnya sentuhan sesuatu dari qalbu dan penenangan rasa menuju kepada Allah s.w.t.”
Ibrāhīm al-Khawwāsh menegaskan: “Suatu ketika secara tidak sengaja aku mendapati seorang laki-laki yang direkadaya syaithan, sehingga aku harus mengumandangkan adzan ke telinganya. Tiba-tiba terdengar syaithan memanggilku dari lubang telinganya: “Biarkan ia, aku akan membunuhnya, karena ia berkata: “Al-Qur’ān adalah makhluk.”
Ibnu ‘Athā’ (Wāshil bin ‘Athā’-ul-Mu‘taziliy) berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. ketika menciptakan huruf-huruf, Dia membuat rahasia bagi-Nya. Ketika Allah mencipta Ādam a.s. diuraikan-Nya rahasia itu, dan rahasia itu tidak tersebar di kalangan malaikat-Nya satu pun. Kemudian huruf-huruf itu meluncur dari lisan Ādam a.s. melalui struktur yang berlaku dan struktur bahasa. Kemudian Allah menjadikan bentuk pada huruf tersebut.”
Ibnu ‘Athā’ menjelaskan bahwa huruf-huruf tersebut adalah makhluk. Menurut Sahl bin ‘Abdullāh, huruf sebenarnya merupakan ucapan perbuatan, bukan ucapan substansi (dzāt). Sebab huruf tersebut merupakan perbuatan dalam obyek yang diperbuat.
Al-Junaid menegaskan soal dua masalah urgen: “Tawakkal adalah perbuatan qalbu, dan tauhid merupakan ucapan qalbu.”
Al-Ḥusain bin Manshūr berkata: “Siapa yang mengenal hakikat dalam tauhid, maka gugurlah pertanyaan: “Mengapa dan Bagaimana.”
Al-Wāsithiy menegaskan, bahwa tidak ada yang lebih mulia dari makhluk Allah ketimbang ruh.”