009 Bab 10 – Asal-usul Nama Shufi – Al Luma’

Dari Buku:
Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf
Judul Asli: Al-Luma'
Oleh: Abu Nashr as-Sarraj
Penerjemah: Wasmukan dan Samson Rahman, MA.
Penerbit: Risalah Gusti, Surabaya.

BAB X

ASAL-USUL NAMA SHŪFĪ. MENGAPA MEREKA DISEBUT DEMIKIAN DAN DINISBATKAN PADA PAKAIAN INI.

 

Syekh Abū Nashr as-Sarrāj – raḥimahullāh – berkata: Jika ada seseorang bertanya: “Para ahli Ḥadīts telah dinisbahkan pada keilmuannya yaitu Ḥadīts, para ahli fiqih dinisbahkan pada fiqih. Lalu kenapa anda menyebut orang-orang Shūfī dengan ash-Shūfiyyah (Qaum Shūfī) dan tidak menisbahkannya pada kondisi spiritual atau keilmuan tertentu. Mengapa anda tidak menisbatkan mereka pada kondisi spiritual tertentu, sebagaimana anda menisbatkan zuhud pada mereka yang ahli zuhud (az-Zuhhād) atau tawakkal pada orang-orang yang bertawakal (al-Mutawakkilin) atau sabar untuk mereka yang bersabar (ash-Shābirin)?” Maka jawabnya adalah, karena kaum Shūfī tidak mengkhususkan diri pada disiplin ilmu tertentu. Mereka juga tidak memiliki ciri tertentu dari ciri-ciri kondisi dan kedudukan spiritual. Sebab mereka merupakan tambang semua ilmu dan tempat berlabuh semua kondisi spiritual yang terpuji, akhlāq yang mulia, baik mereka yang sudah berangkat lebih awal atau mereka yang baru memulai. Mereka selalu bersama Allah s.w.t. dalam bergerak dan berpindah dari satu kondisi spiritual tertentu ke kondisi spiritual yang lain. Mereka selalu berusaha meraup kelebihan-kelebihan tingkat dan kedudukan di sisi Allah. Ketika mereka dalam kondisi haqīqat, mereka pun tidak berhak menyandang suatu predikat tertentu. Oleh karenanya saya tidak menisbatkan suatu kondisi spiritual atau keilmuan tertentu untuk mereka. Sebab jika setiap waktu saya harus menisbatkan untuk mereka suatu kondisi spiritual tertentu yang lebih sering mereka alami, dari berbagai kondisi spiritual, akhlāq, ‘ilmu dan ‘amal, lalu saya memberi predikat kepada mereka dengan kondisi tersebut, tentu dalam setiap waktu saya harus memberikan predikat yang berubah-ubah sesuai dengan kondisi spiritual yang sering mereka alalmi pada sa‘at itu. Ketika semua itu tak mungkin dilakukan, maka mereka saya nisbatkan pada pakaian luar mereka. Sebab cara berpakaian dengan mengenakan pakaian shūf (wool) adalah kebiasaan para nabi a.s. dan simbol (syi‘ar) para wali dan orang-orang bersih, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwāyat.

Tatkala mereka saya nisbatkan pada kulit luar pakaian, maka nama yang serba memungkinkan dan umum, menggambarkan tentang semua amal, akhlāq dan kondisi-kondisi spiritual yang mulia dan terpuji. Apakah anda tidak memperhatikanm, bahwa Allah s.w.t. menyebut sekelompok orang khusus dari para pengikut Nabi ‘Īsā .a.s. yang sangat setia dengan menisbatkan mereka pada pakaian luarnya, Allah s.w.t. berfirman:

إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ

Dan ingatlah tatkala al-awāriyyūn berkata, (al-Mā’idah:112)

Al-Ḥawāriyyūn berarti orang-orang yang mengenakan pakaian putih bersih. Kemudian Allah s.w.t. menisbatkan mereka pada pakaian yang dikenakannya, dan tidak menisbatkan pada salah satu ‘ilmu, amal atau kondisi spiritual tertentu yang menjadi ciri perilaku mereka. Maka demikian pula – menurut hemat kami – yang terjadi pada kaum Shūfī. Dan hanya Allah Yang Mahatahu.

Mereka dinisbatkan pada lahiriah pakaian yang mereka kenakan, dan tidak dinisbatkan pada ilmu atau kondisi spiritual tertentu yang menjadi ciri perilaku mereka. Sebab mengenakan pakaian shūf (wool) adalah kebiasaan para nabi a.s. , orang-orang jujur dan simbol orang-orang miskin yang tekun beribadah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *