004 Bab 4 – Qaum Shufi & Tingkatannya – Al Luma’

Dari Buku:
Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf
Judul Asli: Al-Luma'
Oleh: Abu Nashr as-Sarraj
Penerjemah: Wasmukan dan Samson Rahman, MA.
Penerbit: Risalah Gusti, Surabaya.

BĀB IV

QAUM SHŪFĪ DAN TINGKATANNYA, CIRI-CIRI KE‘ILMUAN DAN PERBUATANNYA, SERTA BERBAGAI KEUTAMAAN DAN KARAKTERISTIK MULIA YANG KHUSHŪSH BAGI MEREKA

 

Syekh Abū Nashr as-Sarrāj – raḥimahullāh – berkata: Tingkatan-tingkatan qaum Shūfī juga sama dengan tingkatan para ahli Ḥadīts dan ahli Fiqih dalam keimānan dan ‘aqīdah mereka. Qaum Shūfī juga bisa menerima ‘ilmu mereka dan tidak berbeda dalam ma‘nā dan pengertian serta ciri-ciri mereka, apabila mereka berusaha menghindari hal-hal bid‘ah dan hawā nafsu, serta mengikuti suri teladan Rasūlullāh s.a.w. Sehingga mereka sama-sama bisa diterima dan cocok dalam segala ke‘ilmuannya.

Barangsiapa di antara para Shūfī yang tingkat ke‘ilmuan dan pemahamannya belum sampai pada tingkatan para ahli fiqih dan ahli Ḥadīts, sementara itu ke‘ilmuannya juga belum mampu memahami dan menguasai apa yang mereka kuasai, maka ketika ia mendapatkan kesulitan hukum syarī‘at atas batas-batas ketentuan agama, ia wājib merujuk kepada para ahli Ḥadīts dan ahli fiqih. Jika mereka sepakat, maka kesepakatan hukum itulah yang diambil. Akan tetapi apabila di kalangan mereka terjadi perbedaan pendapat maka Qaum Shūfī hendaknya mengambil hukum yang terbaik, paling utama dan paling sempurna demi lebih berhati-hati dalam menjalankan syarī‘at agama dan demi mengagungkan apa yang dipertentukan Allah kepada hamba-hamba Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya

Dalam madzhab qaum Shūfī tidak ada aturan untuk mengambil rukhshah (Keringanan hukum) dan melakukan ta’wīl-ta’wīl (interpretasi) untuk pembenaran terhadap hukum, condong pada kemewahan dan menurut hal-hal yang syubhat. Sebab hal itu merupakan pelecehan terhadap agama dan meninggalkan sikap lebih berhati-hati. Akan tetapi madzhab mereka selalu berpegang teguh pada hal-hal yang paling utama dan paling sempurna dalam masalah agama. Inilah yang kami ketahui tentang madzhab qaum Shūfī dan ciri mereka dalam meng‘amalkan ‘ilmu-‘ilmu zhāhir (syarī‘at) yang berlaku di kalangan para ahli fiqih dan ahli Ḥadīts.

Kemudian setelah itu mereka naik pada derajat yang tinggi dan selalu bergantung pada berbagai kondisi spiritual yang mulia dan kedudukan-kedudukan yang agung dari berbagai bentuk ‘ibādah, ḥaqīqat-ḥaqīqat ketha‘atan dan akhlāq yang mulia. Mereka – dalam hal ini – punya kelebihan dan ciri khushūsh yang tidak dimiliki oleh para ahli fiqih dan ahli Ḥadīts. Sementara itu untuk menjelaskan hal ini diperlukan waktu lama dan panjang. Hanya saja saya ingin menjelaskan salah satu sisi dari corak perbuatan mereka, sehingga dengan apa yang saya sebutkan ini anda bisa melacak apa yang belum saya sebutkan – In syā’ Allāh.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *