XIII
PENGERTIAN TASAWWUF DAN HAKIKATNYA
Syaikh Abū Nashr as-Sarrāj – raḥimahullāh – berkata: Adapun pengertian tasawwuf dan hakikatnya adalah sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Muḥammad bin ‘Alī al-Qashshāb – raḥimahullāh – yang tak lain ia adalah guru al-Junaid al-Baghdādī, ketika ditanya tentang tasawwuf. Ia berkata: “Tasawwuf adalah akhlak yang mulia, yang muncul di zaman yang mulia dari tangan seorang yang mulia bersama kaum yang mulia pula.”
Al-Junaid – raḥimahullāh – juga pernah ditanya tentang tasawwuf, kemudian ia menjawabnya: “Tatkala engkau bersama Allah dengan tanpa ada perantara.”
Ruwaim bin Ahmad juga pernah ditanya tentang tasawwuf, kemudian ia menjawab: “Tasawwuf adalah melepaskan jiwa bersama Allah sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.”
Tatkala Samnūn bin Ḥamzah – raḥimahullāh – ditanya tentang tasawwuf ia menjawab: “Hendaknya engkau merasa tidak memiliki sesuatu dan tidak pula dikuasai sesuatu.”
Abū Muḥammad al-Jarīrī: – raḥimahullāh – ditanya tentang tasawwuf, kemudian ia menjawab: “Tasawwuf adalah masuk dalam lingkaran akhlak mulia dan keluar dari akhlak yang rendah.”
‘Amr bin ‘Utsmān al-Makkī – raḥimahullāh – juga pernah ditanya tantang tasawwuf, maka ia menjawab: “Hendaknya seorang hamba setiap saat berada pada sesuatu yang lebih utama dalam waktu tersebut.”
‘Alī bin ‘Abd-ur-Raḥmān al-Qannād – raḥimahullāh – ditanya tentang tasawwuf, maka ia menjawab: “Tasawwuf ialah menyebarkan kedudukan spiritual (sehingga tidak terpaku dengan kedudukan spiritual tertentu, pent.) dan melanggengkan komunikasi dengan Allah (ittishāl).”