[Dalam pengantar ini Ibnu ‘Arabī menjelaskan bahwa pengalaman Mi‘rāj-nya adalah perjalanan roh yang maknawi; rahasia-rahasia dan kandungan al-Qur’ān disingkap, ilmu-ilmu diberikan, dan hal-hal tersembunyi ditampakkan. Mi‘rāj ini betul-betul berbeda dengan Mi‘rājnya Nabi, yang dilakukan secara nyata dengan raga fisik, di mana Nabi s.a.w. menempuh jarak dan melintasi langit. Pada Mi‘rāj itu, beliau diberi syariat ilahiah yang menghapus syariat-syariat sebelumnya.]
Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm
Seorang syaikh, imam, yang alim dan sempurna, pentahqiq yang keilmuannya luas, penegak agama, kemuliaan Islam, lidahnya hakikat kebenaran, yang sangat pandai, panutan para pembesar, sumber perintah, keajiban suatu zaman, satu-satunya orang pada masanya, Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin ‘Alī bin Muḥammad Ibnu ‘Arabī ath-Thā’ī al-Ḥātimī dari Andalusia, semoga Allah mengakhiri hidupnya dengan kebaikan, berkata:
Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan siang-Nya dari malam-Nya yang gulita, (11) memancarkan matahari-Nya yang benderang dan bulan-Nya yang terang di waktu siang dan malam, menjadikan siang dan malam sebagai bukti pada saat gelap dan terang; yakni, pujian azali dengan bukti pada saat gelap dan terang; yakni, pujian azali dengan lidah yang qadīm, yang memberi bimbingan untuk menggapai puncak tertinggi keagungan dari keindahan sebuah kesempurnaan pada suara dan bunyi Qalam, di papan-papan kemunculan kata-kata, (22) yang ditandai dengan Nūn-nya (33) kemurahan dan kemuliaan, yang disucikan sejak kemunculan pertama peristiwa terbelahnya langit beserta seluruh isinya dari sebuah ketiadaan, (44) yang telah meng-isrā’-kan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid-il-Ḥarām ke Masjid-il-Aqshā (55) dan suatu tempat yang azali.
Ucapan terimakasih untuk-Nya persis seperti pujian-pujian untuk-Nya yang pernah ada sebelumnya; yakni, ucapan terimakasih dengan Alif, (66) bukan Bā’. Sebab ucapan terimakasih dengan Bā’ terlalu berani.
Selawat serta salam semoga dicurahkan kepada dia yang diciptakan pertama kali, (77) bukan kepada ia yang pertama kali muncul dan tampak di sana, lalu Allah menyebutnya perumpamaan, Allah menciptakannya sebagai satu yang tak terbagi, dalam firman-Nya: “Tidak ada satu pun yang serupa dengannya,” (88) dialah yang alim, satu-satunya tanda, Allah memberdirikannya di hadapan cermin Dzāt, namun dia tidak menyatu sekaligus tidak terpisah dari Dzāt, Setelah bentuk perumpamaan (shūrat-ul-mitsl) muncul padanya, dia pun percaya dan mengucapkan selamat kepada bentuk itu. Allah menyerahkan kunci-kunci kerajaan-Nya, dan dia tunduk. Tiba-tiba ada firman: engkaulah (Muḥammad) wujud paling mulia, Tanah Ḥarām (99) paling agung, Rukun Yamanī dan Multazam, (1010) Maqām Ibrāhīm, Ḥajar Aswad yang diciumi, rahasia dalam zamzam, pahamilah mengapa ia harus diminum, dia adalah orang yang diisyaratkan oleh sebuah kalimat “orang mu’min adalah cermin saudaranya”. Perhatikanlah dan rahasiakanlah apa yang tampak kepadanya dalam cermin itu. Selawat serta salam juga semoga tercurah kepada keluarga dan para sahabat Nabi.
Amma ba‘d.
Saya persembahkan kepada kalangan Shūfī; orang-orang yang mengalami mi‘rāj-mi‘rāj ‘aqliah, yang memiliki maqām-maqām roh, rahasia-rahasia ilahiah, dan martabat-martabat tinggi nan suci, sebuah ringkasan tentang runtutan perjalanan dari alam fisik ke tempat Tuhan, dalam satu kitab yang bab-babnya indah sekali, yang berjudul Kitab al-Isrā’ ilal-Maqām-il-Asrā’.
Dalam kitab ini saya menjelaskan bagaimana hakikat bisa terungkap, dengan menanggalkan baju-baju, bagi mereka yang memiliki mata hati dan akal pikiran. Saya juga menjelaskan penampakan hal menakjubkan dalam perjalanan Isrā’ sampai tersingkapnya tabir-tabir, serta tentang nama beberapa maqām termasuk maqām yang tak ber-maqām (station (of) no-station), yang kemunculannya tak dapat diketahui melalui ilmu maupun hal. Yang demikian ini adalah Mi‘rāj-nya arwah pada pewaris (1111) sunnah Nabi dan Rasūl. Ini adalah mi‘rājnya roh, bukan raga fisik. Ini adalah Isrā’-nya asrār, bukan aswār; sebuah penglihatan oleh mata hati, bukan mata kepala; sebuah perjalanan ma‘rifat oleh perasaan dan kenyataan, bukan perjalanan menempuh jarak dan jalan; menuju langit-langit makna, bukan tempat di langit sana.
Saya mengurai mi‘rāj rohani ini dengan gaya berprosa maupun dalam bentuk syair. Penjelasannya saya selipkan secara simbolik maupun jelas dan bisa dipahami. Kata-katanya bersajak, agar lebih mudah bagi para penghapalnya. Saya terangkan jalan, dan pertegas kenyataan. Saya terangi dengan rahasia kejujuran, dan saya susun munajat rahasia dengan kata-kata padat dan terhitung. Hal ini (dilakukan) ketika saya ingin memberi kejelasan. Kepada-Nya saya bertawakkal, dan memohon hidayah.
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta-merta mereka berada dalam kegelapan.” (QS. Yāsīn: 37).
“Nūn, demi qalam dan apa yang mereka tulis.” (QS al-Qalam: 1). Menurut Ibnu ‘Arabī, Nūn adalah tempat tinta yang secara universal tintanya menampung bentuk-bentuk jagad semesta; artinya, huruf-huruf. Lihat Mu‘jam-ush-Shūfī bagian huruf Nūn.
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. al-Anbiyā’: 30).