0-4 Pendahuluan (Terjemahan Matan) – Kisah Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW

Kisah Isra’ Mi‘raj Rasulullah s.a.w.
Terjemah dari Kitab Dardir Bainama Qishshat-ul-Mi‘raj
Oleh: asy-Syeikh Najmuddin al-Ghaithi

Penerjemah: Achmad Sunarto
Penerbit: MUTIARA ILMU Surabaya

Rangkaian Pos: 000 Pendahuluan (Terjemahan Matan) - Kisah Isra' Mi'raj Rasulullah SAW

(Bertemu Dengan Nabi Yūsuf– Di Langit Ketiga)

Kemudian Nabi s.a.w. naik ke tingkat langit yang ketiga. Jibrīl meminta dibukakan pintunya.

“Siapa ini?”, tanya yang ada di balik pintu.

“Jibrīl”, jawab Jibrīl.

“Siapa yang bersama anda?”, tanyanya.

“Muḥammad”, jawab Jibrīl.

“Apakah ia sudah diutus?”, tanyanya.

“Ya”, jawab Jibrīl.

“Selamat datang, seorang saudara dan khalifah, sebaik-baik saudara, dan sebaik-baik khalifah. Sebaik-baik orang yang datang telah datang”, katanya.

Ia lalu membukakan pintu untuk Nabi s.a.w. dari Jibrīl a.s. Dan begitu mereka sudah ada di dalam, ternyata itu adalah Yūsuf bersama beberapa orang dari kaumnya.

Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepada Yūsuf. Dan setelah menjawabi salam beliau, ia mengucapkan: “Selamat datang, wahai saudara yang saleh dan seorang Nabi yang saleh.” Ia juga mendoakan kebaikan untuk beliau. Ternyata Yūsuf diberi separo ketampanan seluruh umat manusia.

Dalam suatu riwayat disebutkan, sesungguhnya Yūsuf adalah makhluk Allah yang paling tampan. Ia laksana bulan di malam purnama di sekeliling bintang-bintang.

“Siapa ini, wahai Jibrīl?”, tanya Nabi.

“Saudara anda si Yūsuf”, jawab Jibrīl.

(Bertemu Dengan Nabi Idris– Di Langit Keempat)

Kemudian Nabi s.a.w. naik ke tingkat langit yang keempat. Jibrīl meminta dibukakan pintunya.

“Siapa ini?”, tanya yang ada di balik pintu.

“Jibrīl”, jawab Jibrīl.

“Siapa yang bersama anda?”, tanyanya.

“Muḥammad”, jawab Jibrīl.

“Apakah ia sudah diutus?”, tanyanya.

“Ya”, jawab Jibrīl.

“Selamat datang, seorang saudara dan khalifah, sebaik-baik saudara, dan sebaik-baik khalifah. Sebaik-baik orang yang datang telah datang”, katanya.

Ia lalu membukakan pintu untuk Nabi s.a.w. dari Jibrīl a.s. Dan begitu mereka sudah ada di dalam, ternyata itu adalah Idrīs yang telah dikarunia oleh Allah sebuah kedudukan yang sangat tinggi.

Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepada Idrīs. Dan setelah menjawabi salam beliau, ia mengucapkan: “Selamat datang, wahai saudara yang saleh dan seorang nabi yang saleh.” Ia juga mendoakan kebaikan untuk beliau.

(Bertemu Dengan Nabi Hārūn– Di Langit Kelima)

Kemudian Nabi s.a.w. naik ke tingkat langit yang kelima. Jibrīl meminta dibukakan pintunya.

“Siapa ini?”, tanya yang ada di balik pintu.

“Jibrīl”, jawab Jibrīl.

“Siapa yang bersama anda?”, tanyanya.

“Muḥammad”, jawab Jibrīl.

“Apakah ia sudah diutus?”, tanyanya.

“Ya”, jawab Jibrīl.

“Selamat datang, seorang saudara dan khalifah, sebaik-baik saudara, dan sebaik-baik khalifah. Sebaik-baik orang yang datang telah datang”, katanya.

Ia lalu membukakan pintu untuk Nabi s.a.w. dari Jibrīl a.s. Dan begitu mereka sudah ada di dalam, ternyata itu adalah Hārūn yang separo jenggotnya berwarna putih dan separonya lagi berwarna hitam. Saking tingginya sampai-sampai ia terkena pukulan lutut Hārūn. Ia dikelilingi oleh kaumnya orang-orang Bani Isrā’īl.

Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepada Hārūn. Dan setelah menjawabi salam beliau, ia mengucapkan: “Selamat datang, wahai saudara yang saleh dan seorang nabi yang saleh.” Ia juga mendoakan kebaikan untuk beliau.

“Siapa ini, wahai Jibrīl?”, tanya Nabi.

“Ini adalah orang yang sangat dicintai oleh kaumnya. Namanya Hārūn bin ‘Imrān”, jawab Jibrīl.

(Bertemu Dengan Nabi Mūsā– Di Langit Keenam)

Kemudian Nabi s.a.w. naik ke tingkat langit yang keenam. Jibrīl meminta dibukakan pintunya.

“Siapa ini?”, tanya yang ada di balik pintu.

“Jibrīl”, jawab Jibrīl.

“Siapa yang bersama anda?”, tanyanya.

“Muḥammad”, jawab Jibrīl.

“Apakah ia sudah diutus?”, tanyanya.

“Ya”, jawab Jibrīl.

“Selamat datang, seorang saudara dan khalifah, sebaik-baik saudara, dan sebaik-baik khalifah. Sebaik-baik orang yang datang telah datang”, katanya.

Ia lalu membukakan pintu untuk Nabi s.a.w. dari Jibrīl a.s. Nabi s.a.w. melewati seorang nabi berikut rombongan nabi yang lain serta beberapa orang, melewati seorang nabi berikut rombongan nabi yang lain serta suatu kaum, dan juga melewati seorang nabi berikut rombongan para nabi yang tidak ada siapa pun selain mereka.

Selanjutnya Nabi s.a.w. melewati rombongan besar yang jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi kaki langit.

“Siapa itu?”, tanya Nabi.

“Itu adalah Mūsā dan kaumnya”, jawab Jibrīl, “Tetapi coba anda angkat kepala anda.”

Beliau melihat ada rombongan yang juga sangat besar sehingga menutupi dua ujung kaki langit.

“Siapa mereka?”, tanya Nabi.

“Mereka adalah umat anda”, jawab Jibrīl. “Selain mereka, masih ada tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa dihisab.”

Begitu Nabi s.a.w. dan Jibrīl a.s. sudah masuk, ternyata itu adalah Mūsā bin ‘Imrān, seseorang postur tubuhnya cukup tinggi dengan rambut yang sangat lebat.

Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepada Mūsā. Dan setelah menjawabi salam beliau, ia mengucapkan: “Selamat datang, wahai saudara yang saleh dan seorang Nabi yang saleh.” Ia juga mendoakan kebaikan untuk beliau. Mūsā berkata: “Orang-orang mengira aku adalah manusia yang paling dimuliakan oleh Allah. Ternyata orang ini lebih dimuliakan oleh Allah.”

Begitu Nabi s.a.w. telah lewat, Mūsā menangis.

“Kenapa anda menangis?”, tanya malaikat.

“Aku menangis karena sepeninggalanku akan ada seorang anak muda yang diutus yang umatnya lebih banyak masuk surga daripada umatku. Orang-orang Bani Isrā’īl mengira aku adalah manusia yang paling dimuliakan oleh Allah. Ternyata seorang dari anak cucu Ādam ini telah menggantikan aku di dunia, dan aku sudah berada di akhirat. Kalau ia hanya sendirian aku tidak peduli. Tetapi ia bersama umatnya.”

(Bertemu Dengan Nabi Ibrahim– Di Langit Ketujuh)

Kemudian Nabi s.a.w. naik ke tingkat langit yang ketujuh. Jibrīl meminta dibukakan pintunya.

“Siapa ini?”, tanya yang ada di balik pintu.

“Jibrīl”, jawab Jibrīl.

“Siapa yang bersama anda?”, tanyanya.

“Muḥammad”, jawab Jibrīl.

“Apakah ia sudah diutus?”, tanyanya.

“Ya”, jawab Jibrīl.

“Selamat datang, seorang saudara dan khalifah, sebaik-baik saudara, dan sebaik-baik khalifah. Sebaik-baik orang yang datang telah datang”, katanya.

Ia lalu membukakan pintu untuk Nabi s.a.w. dari Jibrīl a.s. Dan begitu mereka sudah ada di dalam, ternyata itu adalah Ibrāhīm sang kekasih Allah. Ia sedang duduk di dekat pintu surga di atas kursi dari emas seraya menyandarkan punggungnya pada Bait-ul-Ma‘mūr. Ia ditemani beberapa orang.

Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepada Ibrāhīm. Dan setelah menjawabi salam beliau, ia mengucapkan: “Selamat datang, wahai saudara yang saleh dan seorang nabi yang saleh.”

Selanjutnya Ibrāhīm berkata kepada Nabi s.a.w.: “Suruh umatmu untuk sebanyak mungkin menanam tanaman surga, karena tanah surga itu sangat subur dan luas.”

“Apa itu tanaman surga?”, tanya Nabi.

“Yaitu ucapan: Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh-il-‘aliyy-il-‘azhīm (Tidak ada daya serta kekuatan sama sekali tanpa pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)”, jawab Ibrāhīm.

Dalam riwayat lain disebutkan, Ibrāhīm berkata kepada Nabi s.a.w.: “Sampaikan salamku kepada umatmu, dan beritahu mereka bahwa tanah surga itu indah, airnya tawar, dan tanamannya ialah kalimat: Subḥānallāhi wal-ḥamdulillāhi wa lā ilāha illallāhu wallāhu akbar (Maha Suci Allah, segala puji kepunyaan Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar).”

Di dekat Ibrāhīm ada serombongan orang yang tengah duduk dengan wajah putih bersih laksana kertas, dan juga ada serombongan orang yang ada sesuatu pada warna wajah mereka. Rombongan orang yang akhir ini berdiri lalu memasuki sebuah sungai. Setelah mandi di sana, mereka keluar dan dengan muka yang agak bersih. Lalu mereka memasuki sebuah sungai yang lain. Setelah mandi di sana, mereka keluar dengan muka yang sudah sama sekali bersih. Kemudian mereka memasuki sebuah sungai yang ketiga. Dan setelah mandi di sana, mereka keluar dengan penampilan wajah seperti wajah rombongan yang pertama tadi. Mereka lalu duduk bergabung bersama-sama dengan teman-temannya tersebut.

“Wahai Jibrīl, siapa orang-orang yang wajahnya putih bersih laksana kertas, dan juga siapa orang-orang yang warna wajah mereka ada sesuatu tadi? Lalu bagaimana dengan sungai-sungai yang mereka masuki lalu mereka di sana?”, tanya Nabi.

“Orang-orang yang wajahnya putih bersih laksana kertas adalah suatu kaum yang iman mereka tidak dicampuri dengan kezhaliman. Orang-orang yang warna wajahnya ada sesuatu itu adalah suatu kaum yang biasa mencampur amal saleh dengan amal buruk. Mereka mau bertaubat, dan Allah pun berkenan menerima taubat mereka. Adapun sungai-sungai tadi, yang pertama adalah lambang rahmat Allah, yang kedua lambang nikmat Allah, dan yang ketiga Allah memberi minum mereka dengan air minum yang suci mensucikan. Ada yang mengatakan, itulah tempat anda dan tempat umat anda kelak”, jawab Jibrīl.

Sesungguhnya umat Nabi s.a.w. terbagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari mereka mengenakan pakaian putih bersih laksana kertas, dan satu bagian lagi mengenakan pakaian berwarna abu-abu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *