Wasiat Luqman Tentang al-Hilm – Al-Hilm – Ibnu Abid-Dunya

MENJINAKKAN MARAH DAN BENCI
NASIHAT-NASIHAT TENTANG KESABARAN DAN MURAH HATI

 
Diterjemahkan dari al-Hilm
Karya Ibnu Abid-Dunya
 
Penerjemah: Nani Ratnasari
Penyunting: Toto Edidarmo
 
Penerbit: AL-BAYAN MIZAN

وصية لقمان لابنه عن الحلم

Wasiat Luqmān tentang Murah Hati (al-Ḥilm)

51 – حدثني محمد بن إدريس، ذكر محمد بن أبي الفضل أن لقمان قال لابنه: «يا بني إني موصيك بخصال إن تمسكت بهن لم تزل سيدا: ابسط حلمك للقريب والبعيد، وأمسك جهلك عن الكريم واللئيم، وصل أقرباءك وليكن إخوانك الذين إذا فارقوك وفارقتهم لم تعب بهم»

Muḥammad ibn Idrīs menceritakan dari Muḥammad ibn Abī-l-Fadhl bahwa Luqmān-ul-Ḥakīm (11) berwasiat kepada anaknya: “Wahai anakku, aku wasiatkan kepadamu beberapa keutamaan. Jika melakukannya, niscaya engkau akan senantiasa terhormat: (1) bersabarlah kepada setiap orang, baik yang dekat maupun yang jauh; (2) tahanlah sikap jahilmu kepada orang yang mulia dan orang yang tercela; (3) hubungkanlah tali silaturahmi kepada semua kerabatmu; dan (4) janganlah engkau mencela orang-orang yang berpisah denganmu dan engkau pun berpisah dengan mereka.

52 – وحدثني عمرو بن أبي الحارث الهمذاني، أنه حدث عن حسان بن يسار، فقال: كنا عند مالك بن دينار فجاء رجل من بني ناجية فقال: يا أبا يحيى ذكر لي أنك ذكرتني بسوء قال: «أنت إذن أكرم علي من نفسي»

Dari ‘Amr ibn Abil-Ḥārits-il-Hamdzānī, dari Ḥassan ibn Yasār yang berkata: “Kami bersama Mālik ibn Dīnār. (22) Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Bani Nājiyah yang berkata: “Wahai Abū Yaḥyā, ada yang mengatakan kepadaku bahwa engkau menyebutku jelek.” Mālik ibn Dīnār berkata: “Kalau begitu, engkau lebih mulia daripada aku.

53 – وقال محمود الوراق: أيا من تدعي شتمي سفاها عجلت علي خيرا يا أخيا أكسيك الثواب ببنت شتمي وأستدعي به إثما إليا فأنت إذن وقد أصبحت ضدا أعز علي من نفسي عليا

Maḥmūd al-Warrāq berkata:
Siapa saja yang memancing cacianku karena kebodohanku
Aku akan segera melakukan kebaikan, wahai saudaraku!
Aku akan memakaikanmu baju sebagai balasan dari cacianku
Dan, aku menyebutnya dosa yang membawa nikmat
Kalau begitu, engkau menjadi kalah
Diriku lebih mulia dan lebih tinggi darimu.

54 – حدثني إبراهيم بن سعيد، ذكر موسى بن أيوب نا ضمرة، عن ثور، عن خالد بن معدان، رفعه قال: «من أم هذا البيت ولم يكن فيه خصال (1) ثلاث حلم يضبط به جهله، وورع يحجزه عما حرم الله عليه، وحسن صحبة لمن صحبه فلا حاجة لله في حجه»
__________
(1) الخصال: جمع خصلة وهي خلق في الإنسان يكون فضيلة أو رزيلة

Dari Ibrāhīm ibn Sa‘īd, dari Mūsā ibn Ayyūb, dari Dhumrah, dari Tsaur, dari Khālid ibn Mi‘dān, dalam hadits marfū‘ dari Nabi s.a.w. yang bersabda: “Siapa yang datang ke Baitullāh ini (berhaji), tetapi tidak mempunyai tiga hal – yaitu murah hati (ḥilm) yang mengalahkan kejahilannya, sikap hati-hati (wara‘) (33) terhadap yang diharamkan oleh Allah, dan silaturahmi yang baik kepada kerabatnya – Allah tidak membutuhkan kedatangannya untuk berhaji.”

 

Catatan:

  1. (1). Luqmān-ul-Ḥakīm adalah seorang hamba yang saleh. Ia memiliki sifat kenabian dan menerima ḥikmah yang mengagumkan.

    Khālid ar-Rab‘ī mengatakan: “Luqmān adalah seorang hamba sahaya dari Ḥabsyī (Abessinia) yang berprofesi sebagai tukang kayu. Suatu ketika, majikannya berkata: “Sembelihlah kambing ini untuk kami.” Kemudian, Luqmān menyembelih kambing tersebut. Majikannya berkata: “Keluarkan dua anggota badannya yang paling baik.” Maka, Luqmān mengeluarkan lidah dan hatinya. Majikannya merasa heran. Kemudian, ia menyuruh lagi untuk menyembelih seekor kambing dan berkata: “Keluarkan dua anggota badannya yang paling jelek.” Maka, Luqmān mengeluarkan lidah dan hatinya. Majikannya berkata: “Aku menyuruhmu untuk mengeluarkan dua anggota badannya yang paling baik, engkau mengeluarkan lidah dan hatinya.” Luqmān menjelaskan: “Tidak ada satu pun yang melebihi kebaikan lidah dan hati, jika keduanya baik, dan tidak ada satu pun yang melebihi kejelekan keduanya, jika keduanya jelek.

    Dalam riwayat lain, seorang laki-laki berhenti di hadapan Luqmān, lalu bertanya: “Apakah engkau Luqmān?” Luqmān menjawab: “Ya”. Laki-laki itu bertanya lagi: “Apakah engkau penggembala kambing?” Luqman menjawab: “Ya”. Laki-laki itu bertanya lagi: “Apakah engkau hitam, itu sudah jelas. Apa yang membuatmu kagum dengan keadaanku?” Laki-laki itu menjawab: “Engkau bergaul dengan manusia dengan keserdehanaan, engkau mampu mengatur kehidupan mereka, dan mereka ridhā atas perkataanmu.” Luqmān berkata: “Wahai anak saudaraku, jika aku disifati seperti apa yang engkau ucapkan, itu karena aku mempunyai beberapa rahasia.” Kemudian, ia melanjutkan: “Aku tundukkan pandanganku, aku tahan lisanku, aku jaga kehalalan makananku, aku jaga farjiku, perkataanku selalu jujur, aku senantiasa menepati janji, aku menghormati tamuku, aku menjaga perasaan tetanggaku, dan aku meninggalkan apa yang tidak berguna bagiku, itulah beberapa rahasia yang menyebabkan engkau berkata seperti itu.

  2. (2). Mālik ibn Dīnār adalah seorang hamba zuhud dan pembesar tābi‘-ut-tābi‘īn. Di antara perkataannya: “Tidak ada siksa yang lebih besar yang ditimpakan kepada seorang hamba melebihi besarnya siksa yang ditimpakan kepada kerasnya hati. Tidak ada kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang mencintai agama melebihi ni‘matnya dzikir kepada Allah. Sungguh mengherankan, orang yang sudah tahu bahwa maut akan menjemput dan kuburan akan menjadi tempat tinggalnya berkelakuan seakan-akan maut tidak akan pernah menemuinya. Ia bahkan mengumbar nafsunya dan bersenang-senang dengan dunia.

    Biografi Mālik dapat anda baca dalam Ḥilyat-ul-Auliyā’, juz 2, h. 357; Shafwat-ush-Shafwah, juz 3, h. 273; dan Aḥsin-ul-Maḥāsin, h. 341.

  3. (3). Tentang wara‘ dan keutamaannya, Imām ibn Qayyim berkata: “Wara‘ adalah meninggalkan hal yang haram dan syubhat, serta hal yang dikhawatirkan dapat menjerumuskan ke dalam haram dan syubhat, dengan cara meninggalkannya yang dibarengi dengan sikap hati-hati. Kadang, seorang hamba meninggalkan sesuatu yang haram dan syubhat bukan atas dasar kehati-hatian dan kekhawatiran, melainkan karena ingin dipuji dan dilihat orang lain. Sedangkan, orang-orang yang wara‘ meninggalkan keharaman dan kesyubhatan karena ingin menjaga dirinya dari dan tidak ingin mendapat pujian dari orang lain” (Lihat Madārij-us-Sālikīn, juz 2, h. 24).

    Saudaraku, telah banyak ‘ulamā’ salaf yang mengamalkan hadits tentang ke-wara‘an ini. Wara‘ adalah jalan orang taqwa dan bekal orang Mu’min. Dengan wara‘, seorang Mu’min akan berkata dengan sopan dan memiliki akhlāq yang terpuji. Oleh karena itu, hendaklah kita semua bersikap wara‘.

    Abū Hurairah berkata: “Teman duduk Allah pada hari kiamat adalah orang-orang zuhud dan orang-orang wara‘.

    Ḥasan al-Bashrī berkata: “Wara‘ sebesar biji sawi lebih baik daripada seribu hari shaum dan shalat.

    Sufyān ats-Tsaurī berkata: “Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih mudah daripada wara‘, yaitu keburukan yang tersirat dalam dirimu engkau tinggalkan.”

    Yūnus ibn ‘Ubaid berkata: “Watak adalah menghindari setiap hal yang syubhat dan introspeksi diri kepada setiap kedipan mata.

    Abū Sufyān ad-Dāranī berkata: “Wara‘ adalah awal dari kezuhudan, sebagaimana qanā‘ah (sikap menerima) adalah awal dari keridhāan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *