BAGIAN TIGA
Benar dalam wara‘ adalah menjauhkan diri dari segala perkara yang samar (syubhat) dan meninggalkan segala yang menyesatkan. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muḥammad s.a.w. dalam dua haditsnya berikut ini:
لاَ يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ حَتَّى يَدَعُ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ مَخَافَةَ مَا بِهِ بَأْسٌ
“Seorang hamba belum bisa disebut sebagai orang yang bertaqwā sebelum meninggalkan perkara-perkara yang tidak penting, karena merasa takut (tidak bisa melaksanakan) perkara-perkara yang diwajibkan baginya.” (H.R. Ibn Mājah dan at-Tirmizī).
الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَ الْحَرَامُ بَيِّنٌ ذلِكَ أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ فَمَنْ تَرَكَ الشُّبُهَاتِ مَخَافَةً أَنْ يَقَعَ فِي الْحَرَامِ فَقَدِ اسْتَبْرَاءَ لِعِرْضِهِ
“Halal itu jelas dan haram juga jelas, di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar (syubhat). Barang siapa meninggalkan yang samar karena takut jatuh ke dalam perkara yang haram, sesungguhnya ia telah melepaskan (kesamaran tersebut) bagi kehormatannya.” (91).
Berkaitan dengan hal ini, Ibn Sīrīn r.a. berkata: “Tidak ada yang paling mudah dalam Islam, selain wara‘, sebab perkara apa pun yang masih samar ketentuan hukumnya, aku akan segera meninggalkannya.” Selain itu, al-Fudhail r.a. telah berkata: “Banyak orang berkata bahwa wara‘ itu berat. Sesungguhnya, tidak serumit itu. Tinggalkan apa yang meragukan, dan beralihlah pada yang tidak meragukan. Ambil yang halal dan baik dari yang kamu temukan. Oleh karena itu, maksimalkan usahamu dalam mencari sesuatu yang bersih dan halal.” Hal ini sebagaimana yang disinyalir firman Allah s.w.t.:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَ اعْمَلُوْا صَالِحًا
“Wahai para rasūl! Makanlah makanan yang baik dan lakukanlah ‘amal shāliḥ.” (al-Mu’minūn: 51)
Di samping itu, Nabi Muḥammad s.a.w. pun pernah bersabda kepada Sa‘ad r.a.: “Jika kamu ingin Allah s.w.t. menerima doamu, maka makanlah dari makanan yang halal. (102).” Selain itu, pernah pula Siti ‘Ā’isyah r.a. bertanya kepada beliau: “Wahai Rasūl! Siapakah yang dikatakan sebagai Mu’min sejati?” Beliau menjawab: “Mu’min sejati adalah orang yang setiap sore hari selalu meneliti dari mana makanannya berasal.”