Sekarang kita akan membahas tujuh unsur cinta. Kita sedang membicarakan perjanjian ini dalam kaitannya dengan manusia. Kita mengetahui bahwa Perjanjian Ilahi terkait dengan Perjanjian Nabawi yang terjadi antara Allah dan Rasūlullāh. Perjanjian Nabawi ini berhubungan dengan perjanjian seluruh kaum Muslim sebab Perjanjian seluruh Muslim diwakili oleh Rasūlullāh s.a.w. Perjanjian Rasūlullāh s.a.w. dengan Allah, yang berada pada tingkatan yang lebih agung, menyinari dan memandu umat Muslim memenuhi perjanjian-perjanjian mereka.
Aspek pertama dari cinta adalah cinta sang Nabi. Ini adalah soal cinta Allah s.w.t. kepada Rasūlullāh s.a.w. dan cinta umat Muslim kepada beliau dari maqām terendah hingga maqām tertinggi. Jadi, kita lihat pada Surat Āli ‘Imrān (3: 31-32). Inilah keterkaitan antara Allah s.w.t. dan Rasūlullāh s.a.w. – “keterkaitan” dalam pengertian jalan – karena tidak ada sesuatu pun yang terkait dengan Allah s.w.t. – dalam pengertian kebijaksanaan yang tersingkap dengan sendirinya, dan petunjuk pada umat Muslim, serta bagaimana beliau juga bisa sampai pada keadaan cinta tertinggi kepada Allah s.w.t.:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ اللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ، قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَ الرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasūl-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”
Di sini anda melihat keterhubungan, yaitu jalan yang merupakan shirāth al-mustaqīm yang dibentangkan, dan inilah jalan cinta. Allah memerintahkan Rasūlullāh agar memberitahu umat mu’min bagaimana mereka bisa menempuh jalan cinta yang agung ini. Allah s.w.t. berfirman pada Rasūlullāh s.a.w.: “Katakanlah pada mereka: Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku.” Inilah risalah yang disampaikan melalui Nabi. Inilah yang dimaksud dengan Wahyu. Bahkan, inilah makna kejadian al-Qur’ān yang sebenarnya.
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi”
Dan sekarang anda menemukan keterkaitannya:
قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَ الرَّسُولَ
“Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasūl-Nya”
Jadi, kuncinya terletak dalam genggaman tangan kita: dari Allah, risalah pada Rasūl, dan risalah dari Rasūl pada umat Muslim adalah tujuan cinta ini; kuncinya adalah: “Patuhi Allah dan Rasūl-Nya” Ada hikmah dan rahasia-rahasia agung dalam kedua ayat ini.
Sekarang kita sudah tahu rahasia keterkaitan antara Rasūlullāh s.a.w. dan umat Muslim. Sekarang mari kita lihat Surat al-Insān (76: 29-30). Ayat ini mengulang kembali apa yang baru saja saya sampaikan. Kita mengetahui bahwa Allah telah memberikan kita risalah ini, tapi anda bisa juga mengatakan ini bagian dari peringtan:
إِنَّ هذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلى رَبِّهِ سَبِيْلاً، وَ مَا تَشَاؤُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barang siapa menghendaki niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
“Barang siapa menghendaki niscaya dia mengambil Jalan kepada Tuhannya.” Allah s.w.t. kemudian membeberkan rahasianya dalam al-Qur’ān: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.” Anda tidak akan mampu menempuh jalan itu kecuali anda menghendakinya, tapi anda tidak akan menghendakinya kecuali Allah menghendaki anda untuk menghendakinya. Inilah pintu utama yang mengundang anda pada pengetahuan tashawwuf. Syair kedua dari Syeikh Ibnu al-‘Arabī dalam diwannya merupakan renungan tentang hal ini. Anda mesti menghendakinya, namun pada saat anda menghendakinya maka itu semata-mata karena Allah menghendakinya.
Dengan demikian, ketaatan kepada Allah adalah seperti anda menyeragamkan gerak langkah dengan burung-burung, binatang-binatang, gunung-gunung, dan bintang-bintang karena semuanya berserah diri sebagaimana sudah semestinya. Anda bukan benar-benar diri anda yang sebenarnya hingga anda berserah diri dan mencapai kesempurnaan anda. Ketika anda menginginkannya, anda perlu tahu bahwa Dialah yang telah menghendaki anda untuk menjadi seseorang yang menghendaki kesempurnaan itu. Inilah sebabnya kita menyebutnya dengan “Jalan menuju Tuhannya.”
إِلَى رَبِّهِ سَبِيْلاً
Sekarang kita beralih pada Surat at-Takwīr. Ayat-ayat dalam surat ini sungguh menakjubkan. Anda harus menyadari betapa menakjubkannya al-Qur’ān. Hal paling menakjubkan tentang al-Qur’ān bukanlah keindahannya, bukan pula karena keindahan itu sungguh-sungguh terjadi. Namun karena ia sangat indah dan sungguh-sungguh terjadi itulah maka hal yang menakjubkan tentang al-Qur’ān adalah bahwasanya Allah memfirmankan banyak sekali rahasia secara terbuka mengenai keberadaan yang tidak akan pernah bisa tersingkap atau terpahami sampai bahasa-bahasa itu diwahyukan kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk disampaikan kepada umat Muslim. Sekali lagi, di sini kita menjumpai tersingkapnya tabir-tabir yang telah menutupi jalan kembali umat manusia semenjak masa Nabi kita terakhir. Allah s.w.t. berfirman dalam Surat at-Takwīr (81: 26-29):
فَأَيْنَ تَذْهَبُوْنَ
“Maka ke manakah kalian akan pergi?”
Inilah apa yang sekarang ini anda katakan sebagai pertanyaan eksistensial.
إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِيْنَ، لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيْمَ
“Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus.”
Tidak semua orang menghendaki jalan yang lurus. Sebagian orang berhasil kembali ke jalan yang lurus. Sebagian lagi menolaknya dan tidak akan pernah menempuh jalan yang lurus.
وَ مَا تَشَاؤُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”
Inilah inti mutlak al-Qur’ān; inilah sebenarnya inti dari setiap persoalan. Inilah sebabnya mengapa saat anda menghidupkan televisi, orang-orang berbicara tentang “Islam ini” dan “Islam itu” tapi tidak satu pun yang terkait dengan Islam! Inilah Perjanjian Ilahi itu, dan inilah seruan Allah s.w.t. terhadap umat manusia. “Maka ke manakah kamu akan pergi? Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” Ingatlah, Perjanjian Ilahi dari Allah kepada Rasūlullāh bahwa beliau sekadar penyampai risalah – itu saja! Hanya itu yang harus beliau lakukan. Allah s.w.t. berfirman pada beliau bahwa tugasnya memang sekadar menyampaikan risalah, apa itu salah?
“Al-Qur’ān tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus.” Para shūfī menamai ayat ini dengan ayat tharīqah. Inilah ayat yang berdetak di hati seorang Muslim yang berkata: “Aku ingin menjadi bagian dari golongan shirāth al-mustaqīm.” Maka, langkah pertama menuju tharīqah adalah bahwa keinginan anda akan jalan itu semata-mata karena Allah s.w.t. menghendakinya.
Semua itu menyempurnakan gambaran hubungan cinta sang Nabi, menghubungkan Perjanjian Ilahi pada Perjanjian Nabawi hingga pada Perjanjian kaum Muslim. Aspek kedua dan ketiga dari cinta, setelah cinta pada sang Nabi, adalah cinta bagi at-Tawwābūn – orang-orang yang bertaubat, dan cinta untuk al-Mutathahhirūn – orang-orang yang mensucikan diri. Kita melihat dua sifat ini, golongan orang-orang yang bertaubat dan golongan orang yang mensucikan diri, dalam Surat al-Baqarah (2: 222). Ayat ini terutama berbicara mengenai menstruasi dan bersuci, tapi kemudian Allah s.w.t. memperluasnya dan berfirman:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
Sekali lagi, kita memiliki dua aspek cinta ini dalam perjanjian antara Allah dan makhlūq-Nya. Allah mencintai mereka yang melakukan tobat dari segala dosa mereka dan Dia mencintai mereka yang menyucikan diri.