Thariqah Alawiyah (I) | Pendahuluan : Riwayat Hidup Pengarang (3/4)

Thariqah 'Alawiyah Jalan Lurus Menuju Allah
Terjemah : al-Manhaj al-Sawi Syarh Ushul Thariqah al-Saadah Aali Ba’Alawi
Pengarang : Al Habib Zain bin Smith
Penerjemah : Ust. Husin Nabil Assegaf
Penerbit : Nafas

(lanjutan)

Bertetangga dengan Rasulullah

Setelah 21 tahun berjuang secara terus-menerus di majelis majelis ilmu, da’wah, dan menempuh jalan para salaf, Habib Zain pindah ke negeri Hijaz. Kemudian beliau diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Maka beliau pun menetap di tempat hijrah datuknya ini. Beliau berangkat ke Madinah pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. Bersama Habib Sâlim bin Abdullah asy-Syathiri, beliau mengelola rubath al-Jufri. Mereka berdua melakukan itu dengan sebaik-baiknya selama 12 tahun. Kemudian Habib Sâlim asy Syathiri pindah ke Tarim untuk mengurus rubath Tarim setelah dibuka kembali. Sedangkan Habib Zain tetap mengajar dan memberikan bimbingan di rubath Madinah.

Rubath tersebut didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai negeri Islam, dan banyak di antara mereka yang dapat menyelesaikan pelajarannya. Beliau tidak menghilangkan keinginannya untuk mengambil ilmu dari sejumlah ulama terkemuka di kota Madinah, meskipun murid beliau banyak dan terus bertambah, sibuk mengajar dan mendidik, dan bertambahnya usia. Beliau menimba ilmu ushul dari Syaikh Muhammad Zaidan asy-Syanqithi al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul. Kepadanya beliau membaca at-Tiryaq an Nafi’ ‘ala Masail Jam’ul-Jawami’ karya Imam Abu Bakar bin Syahab, Maraqi as-Suud karya Syarif Abdullah al ‘Alawi asy Syanqithi yang merupakan matan lanjutan dalam ilmu ushul.

Beliau juga senantiasa menyibukkan diri dengan al-‘Allamah an-Nihrir Ahmaddu bin Muhammad Hamid al-Hasani asy Syanqithi salah seorang imam masa itu dalam ilmu bahasa dan ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qathr, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu ‘Aqil, Idha’ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam aqidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdhari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-Nuqayah karangan as-Suyuthi, al-Maqshur wa al Mamdud dan Lamiyah al-Af al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama dari kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab dalam ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghah. Syaikh Ahmaddu memuji Habib Zain karena semangatnya yang besar dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.

Selama masa ini Habib Zain melakukan perjalanan perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, sejumlah tempat di Afrika, dan lain-lain.

Sosok Dirinya

Allah Swt. memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya. Lidahnya tidak berhenti berzikir kepada Allah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.

Habib Zain memiliki pengaturan khusus dalam wirid dan zikirnya sepanjang siang dan malam, di samping melaksanakan tugas mengajar. Beliau selalu didapati sedang berzikir kepada Allah ketika melakukan ibadah malam, dan menunaikan shalat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau berada di sana hingga matahari terbit, kemudian menuju rubath untuk mengajar. Setelah Ashar diadakan majelis rauhah sampai waktu Magrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke tempat datuknya yang paling agung, Rasulullah Saw. Habib Zain senantiasa melakukan itu pagi dan sore selama tinggal di Madinah. Beliau selalu mengerjakan kegiatan rutin hariannya, baik mengajar maupun berzikir, kecuali jika sedang dalam perjalanan atau karena sakit parah. Setelah Isya, beliau mengajar dan mengadakan majelis di berbagai tempat sesuai dengan harinya.

Semuanya ini dapat berlangsung meskipun beliau tetap melakukan muthala’ah dan mudzakarah, mengajar dan mendidik murid-muridnya, menemui orang-orang yang datang berkunjung. melakukan perjalanan dakwah, dan memberi petunjuk.

Orang-orang cerdik ketika duduk di hadapan penulis, menyaksikan penulis melempar pandangannya ke atas. Belum sempat penulis berbicara, pandangannya seakan-akan tertarik kembali ke atas. Begitulah, penulis memiliki kondisi spiritual yang tinggi yang merupakan ciri orang-orang ‘arif, yang hanya diketahui oleh para pencintanya yang khusus. Semoga Allah memberi manfaat kepada kita dan muslimin melaluinya.

Di antara hasil karya tulis beliau :

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *