Thariqah Alawiyah (I) | Bab 2 : Keutamaan Mengajar (1/2)

Thariqah 'Alawiyah Jalan Lurus Menuju Allah
Terjemah : al-Manhaj al-Sawi Syarh Ushul Thariqah al-Saadah Aali Ba’Alawi
Pengarang : Al Habib Zain bin Smith
Penerjemah : Ust. Husin Nabil Assegaf
Penerbit : Nafas

BAB II 

KEUTAMAAN MENYEBARKAN ILMU

Keutamaan Mengajar

Ketahuilah bahwa di antara buah terbesar dari ilmu dan manfaat- manfaatnya adalah mengajarkan dan memberikannya kepada manusia. Itu termasuk pendekatan paling utama yang dapat menyampaikan pada kedudukan tertinggi. Sabda Nabi Saw cukuplah menunjukkan kemuliaan hal itu, “Sesungguhnya aku diutus sebagai pengajar.”1 Nabi Isa as mengatakan, “Barangsiapa yang belajar, beramal, dan mengajar, maka ia diseru sebagai seorang yang agung di alam langit.”2

Seorang alim hendaklah mengamalkan ilmunya terlebih dahulu, baru kemudian mengajar orang lain agar orang lain mendapat manfaat dengannya. Maka pahala dan ganjarannya akan tetap ia dapatkan selama ilmunya bermanfaat sampai hari Kiamat. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya di antara yang menyertai seorang mukmin dari ilmu, amal, dan kebaikan-kebaikannya setelah kematiannya adalah ilmu yang diajarkan dan disebarkannya.”3 Nabi Saw. juga bersabda, “Apabila seorang anak Adam mari, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya “4

Sebagian muhaqqiq mengatakan, “Apabila engkau perhatikan hadits tersebut, niscaya akan mendapati bahwa makna ketiganya terdapat pada seorang pengajar. Mengenai sedekahnya, maka yang dibacakan dan manfaat yang diberikannya. Tidakkah engkau perhatikan ucapan Nabi Saw. mengenai orang yang shalat sendiri, ‘Siapakah yang mau bersedekah kepada orang ini?5

Yakni, dengan melakukan shalat bersamanya agar orang itu mendapatkan keutamaan berjemaah. Seorang pengajar menghasilkan keutamaan ilmu yang lebih baik daripada keutamaan shalat berjemaah bagi muridnya, dan dengannya ia mencapai kemuliaan dunia dan akhirat. Adapun ilmu yang bermanfaat, telah jelas karena ia menjadi sebab sampainya ilmu itu kepada orang yang mengambil manfaat dengannya. Mengenai doa yang saleh untuknya, maka biasanya yang dibaca oleh para ahli ilmu adalah doa untuk guru-guru mereka dan imam-imam mereka. Malah sebagian ahli ilmu mendoakan setiap orang yang disebut sebagai periwayat suatu ilmu. Terkadang sebagian mereka membaca hadits dengan sanadnya lalu mendoakan semua perawi sanad itu. Mahasuci zat yang telah mengkhususkan orang-orang yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya dengan anugerah besar yang dikehendaki-Nya.”

Dari Abu Hurairah ra. dalam sebuah hadits marfu disebutkan, “Ada tujuh perkara yang pahalanya tetap mengalir bagi seorang hamba setelah ia mati dan berada dalam kuburnya. Yaitu, orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, membuat sumur, menanam kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf, atau meninggalkan anak yang mendoakannya.”6

Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyebutkannya dalam…

(bersambung)

Catatan:

  1. Ditakhrijkan oleh Ibnu Majah (229) dan ad-Darimi (355) dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr. Al-Hafizh al-Bushiri memandang dhaif sanadnya dalam kitab Mishbah az-Zujajah (1:97).
  2. Ditakhrijkan oleh Imam Ahmad dalam az-Zuhd halaman 59 dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (6:93) dari Tsaur bin Yazid, yang mengatakan, “Isa bin Maryam mengatakan … lalu menyebutkannya.”
  3. Di-takhrij-kan oleh Ibnu Majah (242) dan Ibnu Khuzaimah (4: 121) dari hadits Abu Hurairah dengan sanad hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib (1: 55). Kelanjutan hadits di atas.:… meninggalkan seorang anak soleh, mushaf yang diwariskan, masjid yang dibangunnya, rumah yang dibangunnya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkan (untuk manfaat orang lain), atau sedekah yang dikeluarkan dari hartanya saat dia dalam keadaan sehat saat hidupnya, (semuanya itu) menyertainya setelah kematiannya.
  4. Di-takhrij-kan oleh Muslim (1631) dan at-Tirmidzi (1376) dari hadits Abu Hurairah.
  5. Bagian dari hadits yang di-takhrij-kan oleh Ahmad (3: 5) dan Abu Daud (574) dari hadits Abu Sa’id al-Khudri.
  6. Di-takhrij kan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3: 248) dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (2: 344) dari hadits Anas bin Malik. Telah disebutkan hadits serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah pada awal pasal, “Sesungguhnya yang menyertai seorang mukmin….”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *