Tanwir-ul-Qulub | Bagian Kedua-Pencerahan Batin : Para Penempuh Jalan Ruhani (3/5)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

Kategori yang kelima adalah wali (pemimpin), seperti imam, hakim, dan setiap orang yang diserahi tanggung jawab untuk menciptakan berbagai kebijaksanaan demi kemaslahatan kaum muslimin. Bagi orang seperti ini, melaksanakan tugas melayani kebutuhan dan kepentingan kaum muslimin sesuai dengan tuntunan syara’ dan dengan niat ikhlas itu lebih utama daripada dia menyibukkan diri dengan wirid. Kewajibannya adalah melayani dan memenuhi hak orang-orang. Untuk itu di siang hari dia cukup meringkas ritual ibadahnya dengan hanya melaksanakan yang fardhu dan sunnah rawatib. Baru di malam hari dia mengamalkan awrad / wirid -nya.

Kategori yang keenam adalah muwahhid. Yaitu orang tenggelam dalam keesaan Allah Ta’ala sehingga dia tidak lagi mempunyai kerinduan selain kepada-Nya, tidak lagi punya cinta selain kepada-Nya, dan tidak lagi memiliki ketakutan selain kepada-Nya. Dia tidak lagi mengandalkan rezeki selain dari-Nya. Orang yang sudah mencapai derajat ini, tidak lagi memerlukan berbagai awrad dan keragamannya. Awrad-nya setelah shalat fardhu dan sunnah rawatibnya hanya satu, yakni hadir hati bersama Allah Ta’la dalam setiap keadaan. Baginya, semua hal yang terbersit di benaknya, terngiang di telinganya dan tampak di matanya, selalu memunculkan pelajaran dan kehadiran. Seluruh keadaan dirinya bisa menjadi sebab peningkatan kehadiran hatinya Bersama Allah Ta’ala. Ini adalah puncak tingkatan shiddiqqun. Namun tingkatan ini bisa dicapai seseorang hanya bila sebelumnya dia telah mengamalkan berbagai awrad secara tertib dan sungguh-sungguh dalam tempo yang cukup lama. Oleh karena itu, seorang murid jangan sampai terperdaya dan mengaku diri telah mencapai tingkatan ini lalu bermalas-malasan dalam melaksanakan ritual ibadah. Ada sejumlah tanda pada diri orang yang telah mencapai tingkatan muwahhid. Antara lain, di hatinya tidak sedikit pun terbesit rasa waswas, tidak sedikit pun terbayang kemaksiatan, dan tidak sedikit pun merasa takut menghadapi berbagai hal yang mengerikan.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *