Hati Senang

Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 9 : Ketercelaan Dunia dan Angan Angan (9/10)

Menerangi Qalbu Manusia Bumi, Manusia Langit Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

(lanjutan)

Allah Ta’ala berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”1

Ketika seorang hamba menjelang maut, semua hal yang dia senangi selama masa hidupnya akan kembali terkenang di hatinya. Apabila kecenderungannya selama hidup lebih banyak kepada ketaatan, maka yang paling banyak hadir saat menjelang kematiannya adalah ingatan tentang ketaatan kepada Allah. Apabila kecenderungannya selama hidup lebih banyak kepada maksiat, maka ingatan akan maksiat itu akan mendominasi hatinya menjelang kematian. Bisa jadi saat ruhnya dicabut dia sedang berada dalam dominasi syahwat duniawi atau maksiat, sehingga yang menjadi beban kesedihan dan kesusahannya adalah keterpisahannya dari dunia dan segala kenikmatan yang disenanginya. Hatinya terikat pada dunia hingga terhijab dari Allah.

Sudah selayaknya orang yang berakal menanggalkan dunia, menyibukkan diri dengan akhiratnya dan mengambil nasihat dari kematian.

Ingatlah ubanmu, ingatlah tempat kembali

Ingatlah, kalau pun engkau gagah perkasa saat hidup di dunia

setelah ajal engkau akan dipendam di dalam tanah

Bila engkau telah memasuki kubur

engkau akan berada di dalamnya sampai hari perhitungan

seluruh persendian tubuh yang dahulu kukuh

kan terputus terpatah-patah

kalau saja bukan karena kuburnan menjadi tirai penutup tubuhmu

tentu bangkaimu akan membuat kerikil dan asi berbau busuk

Engkau diciptakan dari tanah, lalu hidup

dan engkau pun tahu mana wicara yang fasih

kemudian engkau kembali ke tanah hingga seakan-akan engkau belum pernah keluar dari tanah

Maka ceraikanlah dunia dengan talak tiga dan segeralah bertobat sebelum ajal menjemput

Aku menasihatimu, maka dengarkanlah kata-kata dan nasihatku

Orang sepertimu tidak bisa menunjukkan kebenaran

Kita diciptakan untuk kemudian mati

seandainya kita dibiarkan hidup terus, niscaya bumi akan sesak oleh kita

Setiap pagi selalu ada seruan memanggil

Carilah penangkal untuk menghadapi ulat

Dan dirikanlah rumah untuk masa kehancuran

Apabila manusia mau merenung ihwal keadaan saudara-saudaranya yang telah berlalu bagaimana mereka terputus dari sanak saudara dan kekasih, bagaimana amal mereka terputus, harta benda mereka tidak lagi bermanfaat bagi mereka; bagaimana tanah menghapus ketampanan wajahnya dan ulat-ulat memangsa jasadnya; bagaimana mereka kesepian dalam kubur, sendirian di dalam kesusahan, menjadi bangkai yang berantakan, biji mata meleleh, warna kulit berubah, kefasihan hilang, kepala berlumur debu dan tak lagi tegak; lalu dalam kondisi itu malaikat menginterogasi mereka tentang keyakinan, kemudian disingkapkan pada mereka surga atau neraka yang akan menjadi tempat mereka di hari kebangkitan-niscaya dia akan menghadap kepada Allah Ta’ala dengan hati yang luluh dan khusyuk.

Wahai saudaraku, lihatlah dirimu! Dengan badan yang mana engkau akan berdiri di hadapan Allah Ta’ala, dengan lidah yang mana engkau akan menjawab pertanyaan Allah, apa yang akan engkau katakan saat Dia meminta pertanggung jawabanmu tentang hal yang sedikit dan yang banyak? Persiapkanlah jawaban untuk pertanyaannya, dan persiapkanlah kebenaran untuk jawabannya.

Kurenungi bagaimana kondisiku di alam mahsyar dan Hari Kiamat

Bagaimana peletakan pipiku di dalam kubur nan sunyi

sepi dan sendiri berbantal tanah

setelah kemuliaan dan kehormatanku tergadai dosa

Kurenungi lamanya perhitungan amal

dan hinanya kedudukanku saat aku diberi catatan amal

Tetapi harapanku kepada-Mu, ya Rabb Penciptaku

Kau ampunkan kesalahan-kesalahanku, ya Ilahi

Suatu hari, Sayyidina ‘Ali ibn Abū Thalib k.w. memasuki komplek pekuburan Madinah, lalu berseru, “Wahai penghuni kubur, assalāmu ‘alaikum wa rahmatullah. Apakah kalian yang akan terlebih dahulu mengabari kami tentang keadaan kalian, atau kami yang mengabari kalian?” Kemudian beliau mendengar suara tanpa rupa menyahut, “Alaikas-salam wa rahmatullah wa barakatuh. Kabarilah kami apa yang terjadi setelah kepergian kami.

Lalu Imam Ali berkata, “Istri-istri kalian telah menikah lagi. Harta benda milik kalian telah dibagi-bagi. Anak-anak kalian telah menjadi yatim dan bangunan-bangunan yang kalian dirikan telah dihuni musuh-musuh kalian. Inilah kabar dariku. Lalu apa kabar yang ada dari kalian?” Kemudian ada mayit yang menjawab, “Kain-kain kafan telah robek. Rambut-rambut telah terurai. Kulit-kulit telah koyak. Pipi yang kencang telah meleleh busuk. Lubang hidung mengeluarkan nanah dan berlendir busuk. Apa yang telah kami persembahkan dahulu kini kami dapati akibatnya. Harta benda yang telah kami tinggalkan telah merugikan kami. Dan kami tergadai dengan amal perbuatan kami.

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa sesungguhnya arwah orang orang beriman selalu mendatangi langit dunia setiap hari, dan mereka berhenti pada posisi yang tegak lurus dengan rumah tempat tinggal mereka saat di dunia. Lalu masing-masing mereka berseru berkali-kali dengan suara pilu dan sedih, “Wahai istriku, wahai kerabatku, wahai anak-anakku. Wahai orang-orang yang menempati rumah kami, wahai …

(bersambung)

Catatan:

  1. Q.S. an-Nisa’ [4]: 78
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.