(lanjutan)
Allah Ta’ala telah mencela dan mengutuk para pendusta, sebagai mana tampak di dalam firman-Nya, “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta,“1
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepad agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.“2
13. Banyak Bicara (katsratul-kalam)
Banyak bicara merupakan sifat tercela. Karena banyak bicara bisa melahirkan banyak hal haram atau makruh, seperti berbicara maksiat atau membicarakan keadaan orang lain.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa banyak bicara, akan banyak pula ketergelincirannya. Barangsiapa banyak tergelincir, akan banyak pula dosanya. Barangsiapa banyak dosa, maka yang paling sesuai baginya adalah neraka.” (HR. Ath-Thabrani)
At-Tirmidzi dan al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis marfu”, “Kalian jangan memperbanyak bicara tanpa berzikir kepada Allah. Sebab banyak bicara tanpa berzikir kepada Allah akan mengeraskan hati. Sungguh, hamba yang paling jauh dari Allah adalah hamba yang berhati keras.”
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah serta yang lainnya meriwayatkan hadis marfu’, “Semua bicara anak Adam akan menjadi beban bagi dirinya dan tidak akan memberinya manfaat, kecuali bicara dalam rangka menganjurkan kebaikan, menahan kemungkaran dan dzikrullah.”
Abú asy-Syaikh meriwayatan hadis marfu’, “Manusia yang paling banyak dosanya adalah mereka yang paling banyak bicara tentang hal yang tidak bermanfaat.”
Oleh karena itu hendaklah engkau lebih sering tidak bicara, dalam keadaan apa pun, dan jangan bicara selain yang mengandung kebaikan bagi agama dan duniamu. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala, “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.“3
Allah Ta’ala berfirman, “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.“4
Apakah engkau tidak malu bila saat lembaran catatan amalmu yang telah engkau penuhi sepanjang siang itu dibentangkan ternyata isinya lebih banyak hal yang tidak bermanfaat bagi agamamu dan tidak pula bermanfaat bagi duniamu?!
Oleh karena itu ar-Rabi’ ibn Khaitsam r.a. senantiasa menyiapkan pena dan kertas setiap kali memulai paginya. Lalu setiap ucapan yang dia ungkapkan dia catat dan dia jaga, sebagai bahan dirinya menghitung-hitung diri di waktu sore.
Anas ibn Malik r.a. berkata, “Ada seorang anak muda mati syahid dalam Perang Uhud, dan aku dapati di perutnya ada sebutir batu terikat untuk menahan lapar. Kemudian Ibunya (datang dan) mengelap debu dari wajahnya seraya berkata, ‘Surga akan merindukanmu, wahai anakku.
Lalu Nabi saw. berkata, ‘Apa yang membuat engkau yakin tentang dia? Barangkali dia pernah bicara sesuatu yang tidak bermanfaat dan pernah menolak untuk berbicara padahal tidak membahayakannya?” (HR. Abu Ya’la dan Ibnu Abi ad-Dunya)
Ibrahim ibn Adham berkata, “Suatu hari ada beberapa orang tamu singgah di rumahku. Aku tahu mereka adalah para wali (abdal), aku pun berkata, ‘Nasihatilah aku dengan nasihat yang bisa membuat aku merasa takut kepada Allah Ta’ala seperti rasa takut kalian kepada-Nya.’
Mereka berkata, ‘Kami nasihati engkau dengan tujuh perkara. Pertama, barangsiapa banyak bicara, jangan kau harap hatinya akan waspada. Kedua, barangsiapa banyak bicara, jangan kau harap hikmah akan sampai padanya. Ketiga, barangsiapa banyak bergaul dengan manusia, jangan kau harap dia memperoleh manisnya ibadah. Keempat, barangsiapa terlalu berlebihan dalam mencintai dunia, dikhawatirkan akan mengalami su-ul-khatimah (akhir hayat yang buruk)-kita berlindung kepada Allah Ta’ala darinya. Kelima, barangsiapa bodoh, jangan harap hatinya akan hidup. Keenam, barangsiapa memilih bergaul dengan orang yang zalim, jangan diharap bisa istiqamah dalam agama. Ketujuh, barangsiapa mencari ridha manusia, jarang sekali yang bisa memperoleh ridha Allah Ta’ala.”
Perbuatan Tercela
Ada banyak sekali perbuatan tercela. Di antaranya adalah akidah yang rusak, melakukan maksiat, meninggalkan tobat, tidak mengetahui hal-hal yang fardhu dan yang sunnah, menganggur dan tidak bekerja karena malas, berbuat makar, menipu, berkhianat, tamak, cenderung mengikuti hawa nafsu dalam setiap kesenangan yang haram, mende- ngarkan hal-hal yang melalaikan, menyaksikan hal-hal tabu, sumpah palsu, mengutuk, menuduh zina kepada isteri, memusuhi orang islam, mencela, bicara cabul, mengolok-olok, menghina, bersikap kasar, mendebat, tidak sabaran, gembira yang melampaui batas, melawak, berhias, menyenangi perbuatan keji dan munkar, menunda-nunda kebaikan, berangan-angan, tidak punya rasa malu, pengecut, tidak bersemangat. senang memalsu dan merekayasa kebenaran.
Sifat-sifat Terpuji
Sifat-sifat terpuji juga banyak. Di antaranya adalah akidah yang benar, bertobat, berpaling dari kemaksiatan dan merasa menyesal jika terlanjur melakukan perbuatan dosa, malu kepada Allah, taat, sabar, wara’ (waspada menjaga diri dari dosa), zuhud, qana’ah, ridha, bersyukur, memuji, bicara benar dan jujur, memenuhi janji, menunaikan amanah, tidak berkhianat, menjaga hak-hak tetangga, mendermakan makanan, menebar salam, memperbaiki perbuatan, cinta akhirat, benci dunia, merasa cemas terhadap perhitungan amal, rendah hati, menghindari perlakuan menyakiti orang lain, tabah menanggung beban derita, merasa senantiasa diawasi Allah, berpaling dari makhluk, tidak gelisah, menahan hawa nafsu dari berbagai kesenangannya, khauf, raja’, dermawan, toleran dan memaafkan, cinta, bersemangat, melipur lara, supel, lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri, memberi nasihat, menjaga diri dari dosa, berserah diri kepada Allah, tawakkal, berani, menjaga kehormatan, cinta kepada Allah, berharap sampai ke hadirat-Nya serta takut berpisah dengan-Nya, beradab, me- renungkan ciptaan Allah, berhati-hati, mawas diri, berbaik sangka, bersungguh-sungguh, meninggalkan riya dan perdebatan, mengingat mati, tidak melamun, berusaha memahami Alqur’an, menafikan pikiran-pikiran buruk, meninggalkan yang selain Allah, senantiasa merasa butuh Allah dan berlindung kepada-Nya, serta ikhlas dalam kondisi apa pun.
Apabila seorang murid telah berakhlak dengan sifat-sifat terpuji, maka dengannya dia akan bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya, dengan cara itu pula dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela dan memenuhinya dengan sifat-sifat terpuji itu bukanlah melenyapkan sifat tercela dan memunculkan sifat terpuji secara baru. Tetapi si hamba menggunakan sifat-sifat terpuji dan meninggalkan sifat-sifat tercela. Karena watak manusia adalah watak tanah cam puran. Manusia dicipta dari tanah campuran beragam substansi, beragam rasa, bau, mutu dan kadarnya. Apabila tanah campuran itu diaduk hingga larut dan menyatu, kemudian dibagi menjadi bagian-bagian kecil, maka di dalam masing-masing bagian itu terkandung semua unsur yang sama dimiliki bagian lainnya.
Karena itu, di dalam tanah manusia terkandung sifat-sifat buruk yang tak terhingga, juga sifat-sifat baik yang tak terhingga. Di dalam diri orang-orang besar terkandung sifat-sifat buruk yang juga ada di dalam diri orang-orang kerdil, demikian pula sebaliknya. Hanya saja pada diri orang-orang besar sifat-sifat buruknya tertutup oleh sifat-sifat baik, sedangkan pada diri orang-orang kerdil sifat-sifat baiknya tertutup oleh sifat-sifat buruk.
Demikianlah watak semua manusia selain para nabi. Karena, Allah Ta’ala telah menyucikan tanah para nabi dengan pertolongan-Nya yang terdahulu, bukan karena amal mereka sendiri atau kebaikan yang mereka perbuat. Tanah yang menjadi bahan penciptaan para nabi baik secara keseluruhan, tidak mengandung unsur yang buruk, berbeda dengan tanah asal penciptaan selain mereka.
Oleh karena itu, orang yang bukan nabi tidak akan bisa melenyapkan sifat-sifat tercelanya selain dengan meniadakan dzat dirinya. Namun, selama pertolongan Allah menyertai hamba, sifat-sifat baiknya akan aktif dan sifat-sifat buruknya akan terlantar. Sedangkan bila pertolongan Allah tidak menyertainya, sifat-sifat buruknya akan bangkit dan sifat-sifat baiknya akan melemah, sehingga jadilah dia seperti setan.
Apabila jiwa hamba lebih condong kepada keburukan dan menghindar dari kebaikan, maka dia akan lebih dekat kepada kejahatan dari pada kebaikan. Hamba yang seperti ini sungguh berada dalam bahaya besar dan mengidap banyak penyakit kronis. Karena itu, wahai saudaraku, engkau tahu bahwa dirimu memiliki watak kecenderungan pada keburukan, dan kecenderunganmu kepada keburukan itu lebih dari kecenderunganmu pada kebaikan. Dan oleh karena itu, engkau sebenarnya sangat membutuhkan penanganan seorang dokter yang benar-benar mumpuni dan jujur, yang bisa melenyapkan derita keburukan dan kerusakan yang engkau alami, hingga kebaikan mendominasi dirimu.
Saudaraku, berhati-hatilah agar jangan sampai engkau melihat tabiat baik dan watak terpuji yang ada di dalam dirimu sambil mengandalkan ilmu dan ibadahmu. Sesungguhnya yang demikian ini merupakan tipu daya yang dihembuskan nafsu (an-nafsu al-ammārah bis-suu’). Bila engkau tertipu, engkau bagai seorang lelaki yang selama hidupnya hanya makan buah labu yang pahit rasanya dan merasa yakin dirinya makan manisan yang lezat. Padahal seandainya dia mencicipi rasa madu, tentu dia akan menyadari pahitnya labu. Dan dia pun akan mengetahui bahwa selama ini tanpa sadar dirinya selalu menanggung derita.
Maka, wahai orang yang berakal, berjuanglah dengan sungguh-sungguh. Mudah-mudahan engkau memperoleh kesehatan batin dan terhindar dari kondisi ruhani yang buruk.[]