Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 8 : Takhliyah Dan Tahliyah (4/5)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

(lanjutan)

Al-Arif asy-Sya’rani menuturkan bahwa al-Imam asy-Syafi’i ra, terkenal sebagai orang yang berakhlak mulia. Orang-orang yang dengki mencoba memancing kemarahannya, namun tidak ada yang mampu membuatnya marah. Suatu hari, mereka menyogok tukang jahit yang membuatkan baju Imam asy-Syafi’i. Mereka menyuruh penjahit itu menyempitkan lengan kanannya agar kesulitan mengeluarkan tangannya, sedangkan lengan kirinya dijahit amat longgar. Ketiika melihat bajunya selesai dijahit seperti itu, asy-Syafi’i berkata, “Mudah-mudahan Allah memberimu balasan yang baik karena engkau telah menyempitkan lengan kanan bajuku, sehingga aku tidak perlu kerepotan menyingsingkannya saat menulis. Dan engkau telah melonggarkan lengan kiri bajuku agar aku bisa leluasa membawa kitab.

Ada pula riwayat yang menceritakan tentang orang-orang dengki yang berusaha memancing kemarahan al-Junaid. Suatu ketika di hari Jum’at, para pendengki itu menyiramkan air bekas cucian ikan kepada al-Junaid yang hendak berangkat shalat Jumat, sehingga air itu membasahi seluruh tubuh dan bajunya, mulai dari kepala sampai ujung bawah bajunya. Namun beliau malah tertawa, lalu berkata, “Orang yang berhak masuk neraka layak disiram air seperti ini, tidak perlu marah.

Lalu beliau kembali ke rumahnya dan meminjam pakaian istrinya, kemudian melakukan shalat. Para salaf shalih berkata, “Tingkatan-tingkatan derajat manusia dihitung berdasarkan akhlak baiknya. Maka, orang yang akhlak baiknya lebih dari dirimu, berarti derajatnya lebih luhur darimu.

Simpulannya, semua berdasarkan akhlak ilahiah. Bila Allah Ta’ala marah, maka marah-Nya demi yang selain Dia, bukan karena diri-Nya. Sebab, seandainya Allah Ta’ala menuntut balas untuk diri-Nya, niscaya Allah akan menghancurkan seluruh makhluk dalan sekejap. Pahamilah!

10. Menggunjing (al-ghibah)

Al-ghibah atau menggunjing adalah engkau menceritakan saudaramu dengan sesuatu yang ada padanya, yang jika saudaramu itu mendengarnya tentu dia tidak akan menyukainya. Entah sesuatu itu tentang badannya, perkataannya, pekerjaannya, agamanya, masalah dunianya, bajunya, rumahnya atau kendaraannya. Apabila engkau menceritakan saudaramu dengan hal-hal itu dan sesuatu itu memang ada padanya, maka perbuatanmu itu disebut ghibah.

Jika sesuatu yang engkau ceritakan itu ternyata tidak ada padanya, maka perbuatanmu disebut buhtan (tuduhan), dan ini lebih berat daripada ghibah. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.1

Rasulullah saw bersabda, “Berhati-hatilah jangan sampai kalian menggunjing. Sebab menggunjing itu lebih berat daripada zina. Seorang lelaki yang berzina lalu bertobat, tobatnya bisa langsung diterima oleh Allah. Sementara orang yang menggunjing tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang yang  dia gunjing memaafkannya.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)

Oleh karena itu berhati-hatilah agar jangan sampai engkau menganggap remeh perbuatan menggunjing, apalagi engkau sampai terjerumus pada buhtan. Engkau jangan berkata, walau di dalam hatimu, “Aku mempunyai amal salih yang dapat menghapus dosa menggunjing.” Sebab, bisa jadi di Hari Kiamat kelak orang yang pernah engkau gunjing atau engkau tuduh secara dusta tidak akan ridha meski engkau menebusnya dengan seluruh amal kebaikanmu. Itupun kalau semua amalmu itu bersih dari segala hal yang bisa merusaknya dan membuatnya tertolak, seperti riya, sum’ah2dan yang lainnya. Sungguh, tidak sedikitpun dari amal baik yang tercemar oleh riya atau sum’ah akan sampai ke akhirat sebagai bekal bagi pelakunya.

Sudah selayaknya seorang yang berakal untuk tidak membuat keruh amal kebajikannya dengan ghibah. Bila ada orang yang menggunjingnya, dia juga tidak perlu merasa sengsara. Sebaliknya dia perlu merasa senang. Sungguh, di Hari Kiamat Allah Ta’ala akan memberi kuasa si tergunjing untuk mengambil pahala amal orang yang menggunjingnya sesuka dia.

11. Mengadu Domba (an-namimah)

An-Namimah atau mengadu domba adalah memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan memecah belah antara keduanya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.”3

Rasulullah saw bersabda, “Seorang yang suka mengadu domba sungguh tidak akan masuk surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Imam Ahmad meriwayatkan hadis marfu’, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian kuberitahu siapa hamba Allah yang paling buruk?” lalu para sahabat menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw bersabda. “Yaitu orang yang suka mengadu domba, memecah belah orang-orang yang saling mencinta, dan suka mencela orang-orang yang bersih.”

Di dalam satu riwayat dari Abu asy-Syaikh disebutkan, “Al-Hammázún, al-lammázún,4 orang-orang yang suka mengadu domba serta orang-orang yang suka menuduh buruk terhadap orang yang baik, kelak akan dibangkitkan oleh Allah dalam rupa anjing.

Para ulama telah sepakat tentang keharaman mengadu domba. Mereka juga sepakat bahwa mengadu domba merupakan salah satu dosa terbesar dalam pandangan Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu sudah semestinya orang yang berakal menjauhi perilaku tercela ini dan berhati- hati terhadap semua orang yang senang mengadu domba, jangan sampai terpancing. Dia juga mesti tahu bahwa orang yang suka mengadu domba pasti akan diadu domba.

12. Dusta (al-kidzb)

Dusta atau al-kidzb adalah memberitahukan sesuatu yang berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Dusta merupakan salah satu perbuatan dosa yang paling buruk. Allah Ta’ala berfirman, “…kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.5

Rasulullah saw bersabda, “Jujurlah, karena kejujuran menunjukkan pada kebaikan dan kebaikan mengantarkan ke surga. Seorang laki-laki yang bersikap jujur dan membiasakan diri berlaku jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah dusta, karena dusta menunjukkan kezaliman dan kezaliman itu mengantarkan kepada neraka. Seorang lelaki yang berbuat dusta dan membiasakan diri berbuat berdusta akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Imam Malik meriwayatkan hadis marfu’ bahwa Rasulullah saw ditanya oleh para sahabatnya, “Ya Rasulullah, apakah seorang mukmin bisa menjadi pendusta?” dan Rasulullah saw. menjawab, “Tidak.

Aba Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan al-Baihaqi meriwayatkan satu hadis marfu, “Celakalah orang yang bercerita bohong untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, sungguh celakalah dia.

Ibnu Mas’ud ra. menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda. “Perkataan yang paling benar adalah Kalamullah. Perkataan yang paling mulia adalah zikrullah. Buta yang paling buta adalah buta hati. Barang yang sedikit tapi mencukupi itu lebih baik daripada yang banyak tetapi tidak mencukupi. Penyesalan yang paling buruk adalah penyesalan di Hari Kiamat. Kaya yang terbaik adalah kaya jiwa. Bekal yang paling baik adalah takwa. Khamr adalah penghimpun dosa. Perempuan adalah tali-tali setan. Gejolak muda adalah cabang kegilaan. Usaha yang paling buruk adalah usaha riba. Kesalahan yang paling besar adalah lisan yang suka berdusta.

Rasulullah saw bersabda, “Berdusta itu tidak diperbolehkan kecuali dalam tiga hal: yaitu [1] berdusta dalam perang, karena perang adalah tipu daya, [2] seseorang yang sedang mendamaikan dua orang yang berselisih, dan [3] berdusta untuk memperbaiki hubungan antara dia dan istrinya.” (HR. Muslim)

Ketahuilah bahwa sikap jujur merupakan hiasan para wali. Sedangkan dusta merupakan ciri orang-orang yang celaka.

Allah Ta’ala berfirman, “Ini saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya.6

Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.7

Allah Ta’ala berfirman. “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. De mikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik.8

(bersambung)

Catatan:

  1. QS. al-Hujurat (49) 12
  2. Sum’ah, ingin terdengar baik di telinga orang-orang hingga orang-orang memberikan penilaian yang baik terhadap dirinya.
  3. QS. al-Qalam [68]: 10-11.
  4. Al-hammazun adalah orang-orang yang suka mencela, Al-lammazun adalah orang- orang yang suka menjelek-jelekkan orang lain.
  5. QS. Al Imran (3): 61.
  6. QS. al-Ma’idah (5): 119.
  7. QS. at-Taubah [9]: 119.
  8. QS. az-Zumar [39] 33-34

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *