Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 7 : Tobat (7/10)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

(lanjutan)

Dari sini bisa diketahui bahwa istighfar tidak akan bermanfaat bagi hati yang lalai, mati dan menghitam karena banyaknya dosa dan lalai bertobat. Kalaupun dia beristighfar sepanjang hari sepenuh malam bila hatinya seperti itu, sungguh istighfarnya tidak akan berbekas. Bahkan mungkin malah menjadi sebab siksa dan kesengsaraan.

Karena itu Rabi’ah al-‘Adawiyyah berkata, “Istighfar kita membutuhkan istighfar.

Ciri tobat yang diterima tampak pada delapan perkara:

1. Setelah tobat si pelaku akan khawatir dalam perkara lisannya. Maka dia pun menjaga lisannya agar tidak sampai berbohong, menggunjing dan bicara berlebihan. Lalu dia menyibukkan lisannya dengan zikir dan membaca Alqur’an.

2. Dia akan mengkhawatirkan perkara perutnya. Maka dia menjaganya dengan tidak akan memasukan makanan selain yang halal, walaupun hanya sedikit.

3. Dia akan mengkhawatirkan perkara matanya. Maka dia pun menjaganya agar tidak sampai melihat hal-hal yang haram, atau memandang dunia dengan penuh hasrat. Dia hanya akan melihat dunia untuk mengambil pelajaran.

4. Dia akan mengkhawatirkan perkara tangannya. Maka dia pun tidak mengulurkannya untuk hal-hal haram. Dia hanya akan mengulurkan tangannya dalam ketaatan.

5. Dia akan mengkhawatirkan perkara kakinya. Maka dia tidak menggunakannya untuk berjalan dalam kemaksiatan. Dia hanya akan menggunakan kedua kakinya untuk melangkah di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.

6. Dia akan mengkhawatirkan perkara hatinya. Maka dia pun segera mengosongkannya dari permusuhan, kebencian dan kedengkian terhadap orang lain. Lalu dia mengisinya dengan nasehat dan rasa kasih terhadap sesama muslim.

7. Dia akan mengkhawatirkan perkara telinganya. Maka dia pun menggunakannya hanya untuk mendengar yang hak.

8. Dia akan mengkhawatirkan perkara ketaatannya. Lalu dia menjadikan ketaatannya itu murni karena Allah Ta’ala, menjauhi riya dan kemunafikan.

Dalam satu riwayat diceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda Bani Israil yang taat beribadah kepada Allah selama dua puluh tahun. Kemudian dua puluh tahun berikutnya dia bermaksiat. Saat memandang dirinya di cermin, dia melihat jenggotnya mulai memutih, dan itu membuatnya gelisah. Dia berkata,

Wahai Tuhanku, aku taat kepadaMu selama dua puluh tahun, lalu aku membangkang kepadaMu selama dua puluh tahun pula. Jika aku bertobat, akankah Engkau menerima tobatku?” Tiba-tiba dia mendengar suara tanpa rupa, “Dulu engkau mencintaiKu, maka Aku pun mencintaimu, lalu kau meninggalkan Aku, maka Aku pun meninggalkanmu. Ketika engkau berpaling dariKu. Aku tidak mempedulikanmu. Namun jika engkau kembali kepadaKu. Aku akan kembali menerimamu.

Salah seorang ulama berkata, “Apabila seorang pemuda menangis karena dosa-dosanya, mengakui keburukan dirinya di hadapan Tuhan Sang Kekasih, lalu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku telah melakukan kesalahan, maka Allah akan berfirman, ‘Aku telah menutupinya.’ Bila pemuda itu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku sungguh menyesal,’ maka Allah berfirman, ‘Aku Tahu.’ Dan bila pemuda itu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku kembali kepada-Mu,‘ maka Allah berfirman. ‘Aku terima.’

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *