Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 6 : Wali dan Karamah (3/5)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

(lanjutan)

Ada pula kisah Ashabul-Kahfi. Mereka adalah sekelompok orang beriman yang takut imannya rusak karena ancaman raja mereka. Mereka keluar melarikan diri dan bersembunyi di dalam gua. Lalu mereka tertidur di dalam gua itu selama tiga ratus sembilan tahun, tanpa makan dan minum, tetapi badan mereka tetap utuh dan tidak berubah.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah.

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorangpun “wali mursyid”(-ed.) yang dapat memberi petunjuk kepada-Nya.

Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur, dan Kami bolakbalikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.

Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali kali menceritakan halmu kepada seseorang pun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”

Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya. Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap hal yang gaib dan (yang lain lagi) mengatakan: “(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya.”

Katakanlah “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda Ashabul Kahfi itu) kepada seorang pun di antara mereka (ahli kitab-ed.).

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).1

Karamah sungguh nyata adanya dan terjadi pula di kalangan para sahabat dan tabi’in, bahkan sampai saat kita sekarang ini. Di antaranya adalah karamah yang terjadi pada Khalifah ‘Umar r.a.

Suatu hari saat sedang khutbah Jumat ‘Umar berkata, “Wahai Sariyyah(pasukan-ed.), awas ada musuh, awas ada musuh!” Suaranya sampai ke telinga para Sariyyah pada saat itu juga. Sehingga mereka segera menyelamatkan diri dari musuh yang bersembunyi di salah satu bagian gunung itu.

Dalam hal ini ada dua karamah bagi ‘Umar. Pertama, terbukanya hijab tentang keadaan Sariyyah dan keadaan musuh mereka. Yang kedua, sampainya suara beliau kepada Sariyyah yang berada di tempat yang jauh.

Contoh lain adalah karamah yang terjadi pada Ibn ‘Umar. Suatu hari, Ibn ‘Umar berkata kepada singa yang menghalangi jalan orang orang, “Hai singa, menyingkirlah!” Singa itu mengibaskan ekornya lalu pergi, sehingga orang-orang pun bisa segera melintas. Kemudian Ibn ‘Umar “Sungguh benar sabda Rasulullah saw: Barangsiapa takut kepada Allah, maka Allah akan menjadikan segala sesuatu takut kepadanya.” (HR. Abu asy-Syaikh, al-Hakim dan ar-Rafi’i).

(bersambung)

Catatan:

  1. Q.S. al-Kahfi [18]: 17-25

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *