Setelah memahami uraian tersebut, Anda tentu akan mengetahui bahwa definisi-definisi tentang haqiqah yang umum dikenal hanya merupakan penjelasan tentang salah satu model haqiqah tersebut atau satu bagian darinya.
Haqiqah merupakan buah dari thariqah, Oleh sebab penempuh akhirat harus berupaya menghimpun ketiganya (syari’ah, thariqah dan haqiqah) dan tidak boleh mengabaikan satu pun darinya. Karena, al-haqiqah bi laa syari’ah báthilah wa asy-syari’ah bi laa haqiqah ‘athilah (Hakikat tanpa syariat adalah batil, dan syariat tanpa hakikat adalah sia-sia).” Al Imam Malik r.a. berkata, “Barangsiapa bersyariat namun tidak berhakikat, berarti dia telah berbuat fasik. Barangsiapa berhakikat namun tidak bersyariat, berarti dia telah zindik. Dan barangsiapa telah menghimpun keduanya, dia sungguh telah berbuat benar.”
Syari’ah ibarat perahu karena menjadi media penghantar untuk mencapai tujuan dan meraih keselamatan dari kehancuran. Thariqah seumpama lautan yang menyimpan mutiara. Sedangkan haqiqah seumpama mutiara besar yang hanya bisa ditemukan di lautan. Seseorang tidak akan bisa sampai ke lautan selain dengan perahu.
Barangsiapa memandang hakikat segala sesuatu dengan Allah, dia akan mendapati bahwa syariah dan haqiqah merupakan dua hal yang korelatif dan inheren seperti air bagi sebatang kayu, dan ruh bagi jasad. Syari’ah bagaikan pohon, thariqah bagaikan rantingnya dan haqiqah adalah buahnya.
7. Penamaan Tasawuf
Ilmu ini dinamai ilmu tasawuf (tashawwuf). Secara morfologis, tashawwuf terambil dari kata shafa (bersih, jernih, suci). Kata shufi berarti orang yang hatinya bersih, jernih dan suci dari kotoran serta penuh dengan berbagai keteladanan, dan bagi mereka emas tak lagi lebih berharga daripada tanah lempung.
Salah seorang arif billah berkata, “Wahai orang yang menyifatiku, pada kenyataannya engkaulah yang kusifati. Wahai yang mengenal aku, janganlah engkau menipu. Engkau adalah yang kukenal. Sesungguhnya yang disebut pemuda itu ialah orang yang memenuhi janji azalinya, la seorang yang bersih (shafi) lalu menjadi yang jernih-suci (shufi), dan karena inilah ia dinamai shufi”
Pokok tasawuf ada lima. Pertama, takwa kepada Allah Ta’ala di dalam kesendirian maupun di keramaian. Hal tersebut bisa direalisasikan dengan cara menjauhkan diri dari dosa (sikap wara) dan istiqamah. Kedua, mengikuti sunnah, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Hal ini dapat direalisasikan dengan cara menghafalnya dan berakhlak baik. Ketiga, berpaling dari makhluk, tidak perduli dengan penyambutan maupun penolakan mereka. Hal tersebut bisa terwujud dengan cara sabar dan tawakal. Keempat, ridha kepada Allah, saat kekurangan maupun berkelimpahan. Hal ini bisa dicapai dengan bersikap qana’ah (merasa puas dengan sesuatu yang telah ada) dan pasrah kepada-Nya. Kelima, kembali kepada Allah dalam suka maupun duka, saat susah maupun senang. Hal ini bisa dicapai dengan cara bersyukur kepada Allah saat senang dan berlindung kepada-Nya saat susah.
8. Sumber Pengambilan Tasawuf
Ilmu tasawuf bersumber pada Alqur’an, sunnah dan qaul umat (khawaashil-ummah).
9. Hukum Mempelajari Tasawuf
Hukum mempelajari tasawuf adalah fardhu ‘ain, yaitu wajib bagi individu orang muslim. Alasannya antara lain karena tidak ada setiap seorang pun yang terlepas dari aib atau penyakit hati selain para nabi dan rasul. Salah seorang al-‘arif billah berkata, “Barangsiapa tidak ikut dalam jalan ini, yakni ilmu batin, aku khawatir dia tertimpa su’ al-khátimah (wafat dengan keadaan yang buruk-ed.).” Tingkatan partisipasi terendah dalam ilmu ini adalah membenarkannya serta menyerahkannya kepada ahlinya.
10. Permasalahan Tasawuf
Permasalahan tasawuf ialah preposisi-preposisi (qadhaya) yang membahas sifat-sifat hati, termasuk penjelasan istilah-istilah yang beredar diantara kaum sufi, seperti zuhud (berpaling dari dunia), wara’ (waspada, menjaga diri dari dosa), mahabbah (cinta), fana’ (kesirnaan) dan baqa’ (keabadian).