Syarah Hikmah Ke-92 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-92

 

السِّتْرُ عَلَى قِسْمَيْنِ: سِتْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ وَ سِتْرٌ فِيْهَا فَالْعَامَّةُ يَطْلُبُوْنَ مِنَ اللهِ تَعَالَى السِّتْرُ فِيْهَا خَشْيَةَ سُقُوْطِ مَرْتَبَتِهِمْ عِنْدَ الْخَلْقِ وَ الْخَاصَّةُ يَطْلُبُوْنَ (مِنَ اللهِ) السِّتْرَ عَنْهَا خَشْيَةَ سُقُوْطِهِمْ مِنْ نَظَرِ الْمَلِكِ الْحَقِّ.

Satir (tutup) Allah ada dua: tertutup dari berbuat maksiat dan tertutup dalam perbuatan maksiat. Manusia pada umumnya meminta kepada Allah supaya ditutupi dalam perbuatan dosa. Karena khawatir derajatnya menjadi jatuh di mata makhlūq. Akan tetapi orang-orang khusus, meminta kepada Allah, supaya ditutupi dari perbuatan maksiat. Karena takut jatuh dari pandangan Allah.

 

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

السِّتْرُ عَلَى قِسْمَيْنِ: سِتْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ وَ سِتْرٌ فِيْهَا.

Satir (tutup) Allah ada dua: tertutup dari berbuat maksiat dan tertutup dalam perbuatan maksiat.

Satir (tutup) Allah ada dua, yaitu tertutup dari melakukan maksiat, ya‘ni terhindar dari melakukan maksiat dan sebab-sebab yang mendekatkan pada maksiat. Dan tertutup dalam melakukan maksiat, ya‘ni ketika melakukan maksiat atau setelah melakukannya tidak ditampakkan pada manusia.

 

فَالْعَامَّةُ يَطْلُبُوْنَ مِنَ اللهِ تَعَالَى السِّتْرُ فِيْهَا.

Manusia pada umumnya meminta kepada Allah supaya ditutupi dalam perbuatan dosa.

Orang-orang awam meminta kepada Allah agar ditutup dalam maksiat.

Mereka memohon kepada Allah agar perbuatan maksiatnya tidak sampai diketahui oleh orang lain (masyarakat).

 

خَشْيَةَ سُقُوْطِ مَرْتَبَتِهِمْ عِنْدَ الْخَلْقِ.

Karena khawatir derajatnya menjadi jatuh di mata makhlūq.

Meminta tutup agar derajat atau kedudukan mereka tidak jatuh di mata masyarakat.

Ketika orang awam melakukan maksiat, mereka tidak takut kepada Allah, akan tetapi mereka takut jika diketahui oleh masyarakat karena derajat dan harga dirinya akan jatuh dari pandangan masyarakat, mereka bersandar kepada selain-Nya. Orang-orang yang seperti ini dinamakan melakukan syirik khafī, dan Allah tidak akan mengampuni orang-orang yang berbuat syirik. Allah berfirman:

يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَ لَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ.

Mereka (orang-orang munāfiq) sembunyi dari sesama manusia, tetapi tidak sembunyi dari Allah padahal Allah selalu beserta mereka.” (Q.S. an-Nisā’ [4]: 108).

 

وَ الْخَاصَّةُ يَطْلُبُوْنَ (مِنَ اللهِ) السِّتْرَ عَنْهَا.

Akan tetapi orang-orang khusus, meminta kepada Allah, supaya ditutupi dari perbuatan maksiat.

Akan tetapi, orang khawwāsh meminta tutup supaya mereka tertutupi atau terhalangi dari berbuat maksiat.

Mereka memohon agar dijauhkan dari perbuatan maksiat, agar jangan sampai melihat maksiat, jangan sampai hatinya bergerak untuk melakukan maksiat.

 

خَشْيَةَ سُقُوْطِهِمْ مِنْ نَظَرِ الْمَلِكِ الْحَقِّ.

Karena takut jatuh dari pandangan Allah.

Mereka memohon demikian karena takut martabatnya jatuh dalam pandangan Allah Yang Maha Ḥaqq.

Seluruh orang khawwāsh, memohon kepada Allah agar dijauhkan dari maksiat karena takut Allah akan membencinya.

 

النَّاسُ يَمْدَحُوْنَكَ لِمَا يَظُنُّوْنَهُ فِيْكَ فَكُنْ أَنْتَ ذَامًّا لِنَفْسِكَ لِمَا تَعْلَمُهُ مِنْهَا.

Orang-orang memujimu karena apa yang mereka sangka ada pada dirimu. Maka celalah dirimu karena apa yang engkau ketahui ada pada dirimu.

Masyarakat memujimu karena sifat terpuji yang mereka duga ada pada dirimu, maka janganlah engkau tertipu oleh pujian tersebut. Akan tetapi justru celalah dirimu karena keburukan yang telah engkau ketahui ada pada dirimu.

Termasuk dari keburukanmu yaitu engkau bahagia dan suka atas pujian yang ditujukan kepadamu sebab merasa kebaikan tersebut tumbuh dari dirimu. Padahal Allahlah yang menciptakan segala ‘amal perbuatanmu dan engkau hanyalah tempat ditampakkannya kebaikan tersebut.

Alhasil, memuji makhlūq itu tidak dianjurkan jika akan menyebabkan terlena dan tertipu dengan pujian tersebut. Oleh karena itu Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepada orang yang suka memuji temannya: “Sungguh engkau telah memenggal leher temanmu, dan takutlah engkau pada pujian, karena orang yang memuji itu sama saja menyembelih orang yang telah ia puji.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *