أَنْتَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا أَطَعْتَهُ أَحْوَجُ مِنْكَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا عَصَيْتَهُ.
“Engkau lebih membutuhkan pengampunan dan kesabaran-Nya, ketika engkau berbuat taat melebihi ketika engkau berbuat maksiat dosa.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
أَنْتَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا أَطَعْتَهُ أَحْوَجُ مِنْكَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا عَصَيْتَهُ.
“Engkau lebih membutuhkan (Ḥilm) pengampunan dan kesabaran-Nya, ketika engkau berbuat taat melebihi ketika engkau berbuat maksiat dosa.”
Kebutuhanmu akan sifat Ḥilm Allah saat engkau berada dalam ketaatan itu lebih besar daripada saat engkau berada dalam kemaksiatan.
Sebab terkadang ketika engkau dalam ketaatan justru engkau dihampiri cobaan seperti riyā’, ‘ujub, merasa melakukan kebaikan, takabbur dan menghina orang yang tidak berbuat ketaatan, yang kesemuanya termasuk dosa besarnya hati. Sedangkan ketika engkau dalam keadaan berbuat maksiat, hal itu malah menjadikanmu takut kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, sangat mengharapkan rahmat-Nya, memuliakan orang yang berbuat ketaatan dan menghina diri sendiri, yang kesemuanya bisa menyebabkan wushūl kepada-Nya. Oleh karena itu, seorang hamba lebih membutuhkan sifat Ḥilm Allah, ketika dalam keadaan taat kepada-Nya.