مَتَى طَلَبَتْ عِوَضًا عَلَى عَمَلٍ طُوْلِبْتَ بِوُجُوْدِ الصِّدْقِ فِيْهِ.
“Apabila engkau menuntut upah atau pahala dari sesuatu ‘amal, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam ‘amal perbuatan itu.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
مَتَى طَلَبَتْ عِوَضًا عَلَى عَمَلٍ طُوْلِبْتَ بِوُجُوْدِ الصِّدْقِ فِيْهِ.
“Apabila engkau menuntut upah atau pahala dari sesuatu ‘amal, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam ‘amal perbuatan itu.”
Ketika engkau mencari pahala atas ‘amal perbuatan yang kau lakukan, shalat atau lainnya, maka engkau juga akan dituntut melakukannya dengan benar dan sempurna.
Ketika ‘amal perbuatanmu karena ingin mendapat pahala akhirat atau dunia, maka Allah juga akan menuntut engkau melakukannya dengan benar. Dan Allah akan berfirman kepadamu: “Engkau tidak melakukan ‘amal perbuatanmu dengan benar, bahkan engkau melakukannya atas dasar hawa-nafsu, karenanya Aku tidak akan memberimu pahala, sebab engkau tidak menyembah-Ku. Dan mintalah pahala dari apa yang kau sembah.” Karena yang dinamakan benar (‘ibādahnya) adalah adanya kesesuaian antara zhāhir dan bāthin dan ‘amalmu itu belum benar. Sebab secara zhāhir engkau ber‘amal karena Allah, tapi secara bāthin engkau ber‘amal karena nafsumu.