مَتَى جَعَلَكَ فِي الظَّاهِرِ مُمْتَثِلًا لِأَمْرِهِ وَ رَزَقَكَ فِي الْبَاطِنِ الْاِسْتِسْلَامَ لِقَهْرِهِ فَقَدْ أَعْظَمَ الْمِنَّةَ عَلَيْكَ.
“Ketika secara lahirnya Allah menjadikanmu melaksanakan perintah-Nya dan dalam hatimu menganugerahkan sifat berserah diri atau pasrah kepada-Nya, maka berarti Dia telah memberikan sebesar-besar ni‘mat kepadamu.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata dalam menuturkan keindahan tatakrama seorang hamba yang mengabdi kepada Tuhan-nya melalui perkataan beliau:
مَتَى جَعَلَكَ فِي الظَّاهِرِ مُمْتَثِلًا لِأَمْرِهِ وَ رَزَقَكَ فِي الْبَاطِنِ الْاِسْتِسْلَامَ لِقَهْرِهِ فَقَدْ أَعْظَمَ الْمِنَّةَ عَلَيْكَ.
“Ketika secara lahirnya Allah menjadikanmu melaksanakan perintah-Nya dan dalam hatimu menganugerahkan sifat berserah diri atau pasrah kepada-Nya, maka berarti Dia telah memberikan sebesar-besar ni‘mat kepadamu.”
Ketika Allah sudah memberikan pertolongan kepadamu secara zhāhir dengan mampu melaksanakan perintah-Nya, dan memberikan pertolongan secara bāthin dengan rela dan mencintai taqdīr-Nya kepadamu, baik berupa sakit atau keadaaan miskin, maka tak bisa dipungkiri bahwa siapapun yang diberikan pertolongan seperti ini, maka ia telah diberi karunia yang sangat agung. Ini adalah pemberian-Nya yang paling besar kepadamu. Karena pada orang tersebut terkumpul istiqāmah dan juga disebut (صِرَاطَ الْمُسْتَقِيْمِ). Oleh karena itu, Allah mengajari hamba-hambaNya agar memohon keistiqāmahan dengan firman-Nya yang berbunyi (اِهْدِنَا الصَّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ) ya‘ni; jika kalian memohon sesuatu kepada-Ku (Allah), maka mohonlah secara istiqāmah dan katakanlah: “Ya Allah, tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus (‘ubūdiyyah zhāhir dan bāthin).”