Syarah Hikmah Ke-78 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-78

 

لَا تُطَالِبْ رَبَّكَ بِتَأَخُّرِ مَطْلَبِكَ وَ لكِنْ طَالِبْ نَفْسَكَ بِتَأَخُّرِ أَدَبِكَ.

Jangan menuntut Tuhan lantaran permintaanmu terlambat dikabulkan. Akan tetapi, tuntutlah dirimu lantaran terlambat melaksanakan kewajiban.

 

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

لَا تُطَالِبْ رَبَّكَ بِتَأَخُّرِ مَطْلَبِكَ.

Jangan menuntut Tuhan lantaran permintaanmu terlambat dikabulkan.

Jangan menuntut dan berprasangka buruk kepada Tuhanmu lantaran lamanya pengabulan permintaanmu.

Ketika engkau berdoa kepada Allah memohon sesuatu dan tidak lekas dikabulkan, maka jangan berprasangka buruk kepada-Nya dan juga jangan menuntut apapun kepada-Nya. Karena Allah melakukan sesuatu atas kehendak-Nya Sendiri, tidak menuruti kehendak hamba-Nya, dan tidak diperkenankan menuntut apapun dari-Nya. Jika keinginanmu dikabulkan, jangan berprasangkat bahwa pengabulan itu karena permintaanmu, Allah mustahil dipaksa. Allah memberikan sesuatu pada hamba karena fadhal-Nya, bukan semata-mata karena ‘amal atau permintaanmu.

 

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

وَ لكِنْ طَالِبْ نَفْسَكَ بِتَأَخُّرِ أَدَبِكَ.

Akan tetapi, tuntutlah dirimu lantaran terlambat melaksanakan kewajiban.

Jika permohonanmu lama tidak dikabulkan, maka berprasangkalah pada dirimu sendiri yang tidak punya tata krama kepada Allah. Karena tuntutanmu agar permintaanmu segera dikabulkan itu termasuk sū’-ul-adab kepada Allah.

Tidak sepantasnya seorang hamba menuntut sesuatu dari Tuhannya agar lekas mengabulkan permintaannya. Selain itu, engkau berdoa agar diberi apa yang kaupinta, itu menunjukkan bahwa engkau berdoa sebab ingin diberi, bukan sebab menjalankan perintah Allah. Berdoa agar tercapainya tujuanmu itu sungguh tidak layak bagi seseorang yang menghamba kepada-Nya. Dan juga prasangkamu bahwa Allah sudah tidak berkenan mengabulkan doamu itu disebut sū’-ul-adab (tidak punya tatakrama) kepada-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *