Syarah Hikmah Ke-74 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-74

 

لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلَاءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِيْ لَكَ فَالَّذِيْ وَاجَهَتْكَ مِنْهُ الْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِيْ عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتِيَارِ.

Agar ujian terasa ringan, harusnya engkau mengetahui bahwa Allahlah yang memberimu ujian. Dzāt yang menetapkan beragam taqdīr atasmu adalah Dzāt yang selalu membiasakanmu merasakan sebaik-baik pilihan-Nya.

 

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلَاءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِيْ لَكَ.

Agar ujian terasa ringan, harusnya engkau mengetahui bahwa Allahlah yang memberimu ujian.

Agar kepedihan cobaan terasa ringan engkau seharusnya mengetahui bahwa Allah s.w.t. yang menurunkan cobaan tersebut.

Pengetahuanmu bahwa Allah yang memberimu cobaan seperti sakit, kehilangan harta-benda dan kehilangan anak itu bisa meringankan kepedihan hatimu.

 

فَالَّذِيْ وَاجَهَتْكَ مِنْهُ الْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِيْ عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتِيَارِ.

Dzāt yang menetapkan beragam taqdīr atasmu adalah Dzāt yang selalu membiasakanmu merasakan sebaik-baik pilihan-Nya.

Karena sesungguhnya Dzat yang memberimu berbagai macam cobaan, sakit dan fakir adalah Dzat yang membiasakanmu untuk merasakan hal yang terbaik bagimu.

Sesungguhnya Allah selalu berbuat baik kepadamu, ketika Ia memberimu cobaan berupa sakit, miskin, atau mencabut nyawa orang yang kau cintai, maka yang benar dan lebih baik kau lakukan adalah sabar dan menyikapi dengan baik pemberian cobaan yang Ia berikan. Semisal, ketika engkau berada di sebuah rumah yang gelap, lalu engkau dipukul dengan sangat keras, engkau tidak tahu siapa gerangan yang memukulmu, tiba-tiba ada penerangan yang datang kepadamu, sehingga engkau bisa mengetahui bahwa yang tadi memukulmu adalah gurumu atau ayahmu, maka dengan engkau mengetahuinya menjadi sebab engkau bersabar dan menerima pukulan itu. Karena sesungguhnya guru atau ayahmu tidak pernah berbuat jahat kepadamu, tatkala beliau memukulmu itu karena saking sayang dan cintanya beliau kepadamu, begitu pula Allah s.w.t., ketika memberi cobaan kepada hamba-Nya itu karena belas kasihnya terhadap hamba-hambaNya, dan belas kasih Allah kepada hamba-Nya itu melebihi kasih-sayang seorang ayah kepada putranya. Allah berfirman:

وَ كَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا

Allah sangat mengasihi hamba-hambaNya yang mu’min.” (Q.S. al-Aḥzāb [33]: 43).

Tetapi kasih-sayang Allah itu berbeda dengan kasih-sayang makhlūq-Nya, oleh karena itu, ketika Allah mengasihi hamba-Nya, maka Allah memberinya banyak cobaan, kemiskinan, sakit, dan banyak kesusahan.

Syaikh Junaid r.a. berkata: “Pada suatu ketika aku menginap di ruma Syaikh Sirrī Saqthī, ketika malam sudah beranjak, Syaikh Sirrī membangunkanku, dan beliau berkata kepadaku: “Wahai Junaid, sesungguhnya aku bermimpi (seakan-akan) bertemu Allah dan Allah berfirman kepadaku: “Wahai Sirrī, sesungguhnya Aku menciptakan makhlūq, maka mereka semua mengaku mencintai-Ku. Kemudian Aku menciptakan dunia, lalu sebanyak 90% dari mereka semua berlari dari-Ku, dan hanya tinggal 10% yang masih mencintai-Ku. Kemudian Aku menciptakan surga, kemudian 90% dari sisanya berlari dari-Ku karena mereka menyenangi surga, sehingga tinggal 10% dari sisanya tadi yang masih mengaku mencintai-Ku. Lalu aku menciptakan neraka, maka 90% dari sisanya (kedua) berlari dari-Ku karena takut pada siksa neraka. Lalu Aku mencambuk sisanya dengan satu dzarrah cambukan berupa cobaan, sehingga 90% dari sisanya berlari dari-Ku. Lalu Aku berkata pada sisa hamba-Ku tadi: “Jika kalian tidak hendak mengambil atau menginginkan dunia, berlari dari siksa neraka, berlari dari cobaan lantas apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab: “Engkau telah mengetahui keinginan kami wahai Tuhan.” Aku berkata lagi kepada mereka: “Aku akan menuangkan kepadamu balā’ yang tidak akan sanggup menanggungnya walau bukit yang besar. Sabarkah kamu?” Jawab mereka: “Apabila Engkau yang menguji, maka terserahlah kepada-Mu” (berbuatlah sesuai yang Engkau kehendaki wahai Tuhan). Maka mereka itulah hamba-Ku yang sebenarnya.Wallāhu a‘lam.

Misal, jika jumlah hamba 10.000 dan kesemuanya mengaku cinta kepada Allah, ketika Allah menciptakan dunia, maka yang berjumlah 9.000 berlari menghampiri dunia, dan tersisa 1.000 Kemudian Allah menciptakan surga, yang berjumlah 900 berlari menuju surga, karena berpaling menjadi cinta surga dan menyembah (kepada Allah) lantaran menyukai surga, dan tersisa 100. Kemudian Allah menciptakan neraka, maka yang berjumlah 90 berlari karena takut siksa neraka dan menyembah (Allah) lantaran takut siksa neraka, dan tersisa 10 yang masih mengaku mencintai Allah. Kemudian Allah menurunkan satu dzarrah cobaan kepada mereka yang berjumlah 9 lari dari-Nya dan mereka menyembah karena takut akan tertimpa cobaan, dan akhirnya tinggal satu orang saja yang masih mengaku cinta kepada-Nya. Lalu Allah bertanya kepada satu orang ini: “Apa yang engkau inginkan? Dunia tak mau, surga juga tak mau, neraka tak takut, dan kau juga tidak berlari agar terhindar dari cobaan.” Lalu hamba-Ku menjawab: “Engkau lebih mengetahuinya wahai Tuhan-ku.” Kemudian Allah menurunkan berbagai macam cobaan kepadanya di setiap hembusan nafasnya, ia bersabar, Allah berfirman kepada si hamba tadi: “Engkau adalah benar-benar hamba-Ku”. Wallāhu a‘lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *