خَيْرُ أَوْقَاتِكَ وَقْتٌ تَشْهَدُ فِيْهِ وُجُوْدُ فَاقَتِكَ وَ تُرَدُّ فِيْهِ إِلَى وُجُوْدِ ذِلَّتِكَ.
“Sebaik-baik masa dalam masa hidupmu, ialah saat-saat di mana engkau merasa dan mengakui kebutuhanmu dan kembali kepada adanya kerendahan dirimu.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
خَيْرُ أَوْقَاتِكَ وَقْتٌ تَشْهَدُ فِيْهِ وُجُوْدُ فَاقَتِكَ وَ تُرَدُّ فِيْهِ إِلَى وُجُوْدِ ذِلَّتِكَ.
“Sebaik-baik masa dalam masa hidupmu, ialah saat-saat di mana engkau merasa dan mengakui kebutuhanmu dan kembali kepada adanya kerendahan dirimu.”
Sebaik-baik waktumu adalah waktu di mana di dalam hatimu engkau merasa adanya kebutuhanmu dan engkaupun kembali mengakui kerendahanmu.
Wujudnya kebutuhanmu seperti sakit dan wujudnya kemiskinanmu seperti saat engkau tidak memiliki harta dunia itu lebih baik bagimu. Karenanya engkau mengingat Tuhanmu serta mengabaikan perantaranya dan menjadi sebab engkau hanya melihat atau mengingat Allah. Diceritakan, sesungguhnya Syaikh ‘Athā’ Salāmī selama 70 tahun tidak pernah makan apapun dan tidak mampu melakukan apapun, maka muncullah kebahagiaan di dalam hatinya sebab kemiskinan tadi, lalu ia bermunajat kepada Allah: “Jika Engkau tidak memberi makan hamba-Mu ini selama tiga hari lagi, maka hamba akan shalat 1.000 rakaat karena engkau, sebab apa yang engkau berikan.” Kebanyakan waliyyullāh selalu merasakan kemiskinan dan sering sakit-sakitan.